Selasa, 05 Januari 2010

Peri Kehidupan
Lamtoro (Leucaena leucocephala)
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Botani Phanerogamae
Rata Penuh

Disusun oleh :
Nunung Haerani
0708802

Biologi Basic Science
Jurusan Pendidikan Biologi
Fakultas Matematika dan IPA
Universitas Pendidikan Indonesia
2009

Peri Kehidupan
Lamtoro (Leucaena leucocephala)

Nunung Haerani
0708802





KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya, penulis mampu menyelesaikan tugas perikehidupan tentang “Lamtoro atau Leucaena leucocephala” pada mata kuliah Botani Phanerogamae. Tanaman lamtoro ini merupakan salah satu spesies tumbuhan tinggi.
Selesainya penyusunan buku ini tidak luput dari sumbangsih dari berbagai pihak terkait, oleh karena itu penulis ucapkan banyak terima kasih kepada ;
a. Tim dosen Botani Phanerogamae 2009 atas bimbingan dan arahan yang diberikan.
b. Nadhir ersa sani, inspirasiku.
c. Keluarga ku di Lombok, Ibu, k’nanik, k’betal, dan k’aip, terima kasih atas motivasi dan dukungannya.
d. Teman-teman yang turut berpartisipasi atas diselesaikannya buku perikehidupan ini.
Penulis menyadari, penyusunan buku ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan buku ini di masa mendatang.





DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Permasalahan
1.3. Tujuan
BAB II. PERKENALAN DENGAN LAMTORO
2.1. Taksonomi
2.2. Morfologi dan Anatomi
2.3 Kandungan Kimia
2.4. Distribusi
BAB III. PEMBUDIDAYAAN DAN PEMELIHARAAN LAMTORO
3.1 Pemilihan bibit
3.2 Penyemaian
3.2.1. Penyemaian di tanah
3.2.2. Penyemaian di kotak dengan media pasir
3.2.3. Penyemaian pada kantong plastic (polybag)
BAB IV. HASIL PENGAMATAN
4.1 Hasil pengamatan perkecambahan
4.2. Hasil pengamatan terhadap tumbuhan dewasa
BAB V. PEMBAHASAN
BAB VI. PEMANFAATAN LAMTORO
6.1. Lamtoro sebagai obat
6.1.1. Kencing Manis
6.1.2. Cacingan, Bengkak, Radang ginjal
6.1.3. Bisul, Patah tulang, Luka, Insomnia
6.1.4. Meluruhkan Haid
6.1.5. Meningkatkan gairah seks
6.2. Lamtoro sebagai pakan ternak
6.3. Lamtoro sebagai makanan manusia
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN













BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) semakin digiatkan. Berbagai kompetensi, keterampilan dan kecekatan semakin didahulukan dalam persaingan arus globalisasi. Para dosen pun menginginkan para mahasiswanya memiliki bekal yang cukup baik. Oleh karena itu,

1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas, didapatkan berbagai permasalahan yaitu :
a. Apakah tanaman lamtoro itu? Bagaiman taksonomi, morfologi dan atonomi serta ciri-cirinya?
b. Bagaimana penanaman dan pemeliharaannya, dari pemilihan bibit sampai penyemaian?
c. Bagaimanakah hasil pengamatan pada saat perkecambahan dan tumbuhan dewasa?
d. Apakah manfaat dari tanaman lamtoro tersebut?

1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan buku ini adalah salah satunya sebagai tambahan ilmu pengetahuan yang sudah ada tentang lamtoro baik dari segi pengetahuan tanaman, cara perbanyakan bahkan manfaat yang bisa digunakan oleh para pembaca. Selain itu, berikut tujuan-tujuan khusus dari penulisan buku ini, yaitu :
a. Memenuhi salah satu tugas wajib mahasiswa/mahasiswi dari mata kuliah Botani Phanerogamae, BIOLOGI UPI.
b. Memberikan kontribusi pada perkembangan ilmu pengetahuan.
c. Sebagai referensi dan bacaan kepada masyarakat umum, dan para mahasiswa khususnya.






BAB II. PENGENALAN LAMTORO

Leucaena leucocephala (Lamtoro) sepanjang sejarahnya mempunyai beberapa nama botani, yaitu Leucaena glauca dan Leucaena latisiliqua. Spesies ini tersebar secara luas di Mexico dan Amerika Tengah pada tahun 1520 saat datangnya orang Spanyol ke negara tersebut. Baru pada akhir abad ke 20 lebih menyebar luas sampai ke Filipina, dari sini penggunaan sebagai peneduh tanaman perkebunan, kayu bakar dan hijauan pakan ternak makin meluas. Sebelum tahun 1950-an hanya satu varietas yang dikenal yaitu varietas “common” dari subspecies leucocephala. Kemudian muncul nama-nama untuk tanaman ini seperti varietas Hawaii (tipe shrubby) yang sebetulnya tidak berasal dari Hawaii, Peru (tipe low branching) tidak berasal dari Peru, Salvador (tipe arboreal) yang juga tidak berasal dari Salvador. Varietas Cunningham yang telah banyak dikenal dibudidayakan di Indonesia berasal dari Australia, hasil persilangan antara tipe varietas Salvador dengan tipe varietas Peru. Taksonomi Leucaena yang ada sebelumnya sangat membingungkan dan menyesatkan sehingga menghambat dalam pemanfaatannya, perbaikan genetik, dan konservasinya.
Selama 2 abad yang didalam literatur tumbuhan dilaporkan ada 51 species tetapi yang valid/yang diakui hanya 10 species (L. leucocephala, L. pulverulenta, L. diversifolia, L. lanceolata, L. collinsii, L. esculenta, L. macrophylla, L. retusa, L. shannoni dan L. trichodes) sedang yang sisanya diragukan merupakan species lain, dan diduga merupakan nama lain dari yang Leucaena yang sudah ada.
Beberapa spesies baru yang ditemukan belum dilakukan deskripsi dan beberapa yang belum terdiskripsi telah digunakan untuk pemuliaan dan perbaikan genetiknya. Colin Hughes dari Oxford Forestry Institute (OFI) melakukan revisi taxonomi Leucaena. Dari penelitian mengenai taxonomi Leucaena menyimpulkan bahwa Leucaena terdiri dari 22 species dengan 6 intraspecific taxa (subspecies dan varietas).
Di Indonesia tidak banyak spesies Leucaena yang di budidayakan secara luas, yang paling umum adalah L. leucocephala dan varietasnya seperti L. leucocephala var. K28 atau yang dikenal dengan Lamtoro Gung, jenis ini tidak tahan terhadap kutu loncat, kemudian L. diversifolia mulai dibudidayakan, adalah jenis yang relatif lebih tahan terhadap kutu loncat, dapat tumbuh lebih baik dibanding L. leucocephala pada kelerengan yang makin terjal. Sehingga pada tahun 80-an telah dicoba dilakukan okulasi antara L. leucocephala x L. diversifolia kedua jenis Leucaena tersebut di Ciawi, tujuannya untuk mendapatkan tanaman yang tahan kutu loncat. Walaupun keberhasilan okulasi tersebut sangat tinggi, etapi tanaman hasil okulasi yang tahan kutu lont relatif rendah mungkin masih ada pengaruh dari batang bawah. Hibrid Leucaena yang telah dikenal lainnya adalah KX2 hasil persilangan L. leucocephala x L. pallida, KX3 dari hasil persilangan antara L. leucocephala dengan L. diversifolia Kelebihan dari hibrid ini antara lain adalah tahan kutu loncat, produksi lebih tinggi dibanding L. leucocephala. Tetapi kebanyakan Leucaena hibrid produksi bijinya kurang/sedikit. Leucaena KX2 hibrid, generasi berikutnya akan mengalami segregasi bila ditanam menggunakan biji, sehingga disarankan menggunakan bahan vegetatif untuk perbanyakannya.
2.1. Taksonomi Ilmiah

Kerajaan: Plantae

Divisi: Magnoliophyta

Kelas: Magnoliopsida

Sub kelas: Rosidae
Ordo: Fabales

Famili: Fabaceae

Upafamili: Mimosoideae

Genus: Leucaena

Spesies: L. leucocephala
Nama Lokal: Petai cina,
Lamtoro,
Peuteuy selong,
Kalandingan.

2.2. Morfologi dan Anatomi
Pohon atau perdu, tinggi hingga 20m. Meski kebanyakan hanya sekitar 10m. Percabangan rendah, banyak, dengan pepagan kecoklatan atau keabu-abuan, berbintil-bintil dan berlentisel. Ranting-ranting bulat torak, dengan ujung yang berambut rapat.
Daun majemuk menyirip rangkap, sirip 3-10 pasang, kebanyakan dengan kelenjar pada poros daun tepat sebelum pangkal sirip terbawah, daun penumpu kecil, segitiga. Anak daun tiap sirip 5-20 pasang, berhadapan, bentuk garis memanjang dengan ujung runcing dan pangkal miring (tidak sama), permukaannya berambut halus dan tepinya berjumbai.
Bunga majemuk berupa bongkol (perbungaan capitulum) bertangkai panjang yang berkumpul dalam malai berisi 2-6 bongko l, tiap-tiap bongkol tersusun dari 100-180 kuntum bunga, membentuk bola berwarna putih atau kekuningan berdiameter 12-21 mm, di atas tangkai sepanjang 2-5 cm. Bunga kecil-kecil, berbilangan 5, tabung kelopak bentuk lonceng bergigi pendek, lk 3 mm; mahkota bentuk solet, lk. 5 mm, lepas-lepas. Benangsari 10 helai, lk 1 cm, lepas-lepas.
Buah polong bentuk pita lurus, pipih dan tipis, 14-26 cm × 1.5-2 cm, dengan sekat-sekat di antara biji, hijau dan akhirnya coklat kering jika masak, memecah sendiri sepanjang kampuhnya. Berisi 15-30 biji yang terletak melintang dalam polongan, bundar telur terbalik, coklat tua mengkilap, 6-10 mm × 3-4.5 mm.

2.3 Kandungan Kimia
Biji dari buah polongan lamtoro ini yang sudah tua untuk setiap 100 gram memiliki nilai kandungan kimia berupa :

Nama Zat Jumlah
Kalori 148 Kalori
Fosfor 59 gram
Hidrat Arang 26,2 gram
Protein 10,6 gram
Zat Besi 2,2 gram
Lemak 0,5 gram
Kalsium 155 mili gram
Vitamin C 20 miligram
Vitamin B1 0,23 miligram
Vitamin A 416 SI

2.4. Asal Usul dan Distribusi
Tanah asli lamtoro adalah Meksiko dan Amerika Tengah, di mana tanaman ini tumbuh menyebar luas. Penjajah Spanyol membawa biji-bijinya dari sana ke Filipina di akhir abad XVI, dan dari tempat ini mulailah lamtoro menyebar luas ke pelbagai bagian dunia. Ditanam sebagai peneduh tanaman kopi, penghasil kayu bakar, serta sumber pakan ternak yang lekas tumbuh.
Lamtoro mudah beradaptasi, dan segera saja tanaman ini menjadi liar di berbagai daerah tropis di Asia dan Afrika termasuk pula di Indonesia. Ada tiga anak jenis (subspesies) nya, yakni:
• Leucaena leucocephala ialah anak jenis yang disebar luaskan oleh bangsa Spanyol di atas. Di Jawa dikenal sebagai lamtoro atau petai cina ‘lokal’, berbatang pendek sekitar 5 m tingginya dan pucuk rantingnya berambut lebat.
• Glabrata sp dikenal sebagai lamtoro gung, tanaman ini berukuran besar segala-galanya (pohon, daun, bunga, buah) dibandingkan anak jenis yang pertama. Lamtoro gung baru menyebar luas di dunia dalam beberapa dekade terakhir. Serta,
• Ixtahuacana sp, yang menyebar terbatas di Meksiko dan Guatemala.
Lamtoro menyukai iklim tropis yang hangat (suhu harian 25-30°C); ketinggian di atas 1000 m dpl. dapat menghambat pertumbuhannya. Tanaman ini cukup tahan kekeringan, tumbuh baik di wilayah dengan kisaran curah hujan antara 650-3.000 mm (optimal 800-1.500 mm) pertahun. Akan tetapi termasuk tidak tahan penggenangan.











BAB III
PENANAMAN DAN PEMELIHARAAN

Menanam Lamtoro ini cukup mudah. Suku polong-polongan ini dapat tumbuh subur di daerah ketinggian 1-1500 m dpl. Tanaman ini juga tidak terkait dengan musim karena dapat tumbuh pada segala musim asalkan masih berkisar pada suhu 25-30 o C. Tanaman lamtoro mudah diperbanyak dengan biji dan dengan pemindahan anakan. Saking mudahnya tumbuh, di banyak tempat lamtoro seringkali merajalela menjadi gulma. Tanaman ini pun mudah trubus, setelah dipangkas, ditebang atau dibakar, tunas-tunasnya akan tumbuh kembali dalam jumlah banyak.
Tidak banyak hama yang menyerang tanaman ini, akan tetapi lamtoro teristimewa rentan terhadap serangan hama kutu loncat (Heteropsylla cubana). Serangan hama ini di Indonesia di akhir tahun 1980an, telah mengakibatkan habisnya jenis lamtoro ‘lokal’ di banyak tempat.
Secara biologis, ada 2 cara tanaman lamtoro/petai cina dikembangbiakkan yaitu secara generative dan vegetative. Akan tetapi, apabila dikembangkan melalui cara vegetative yaitu dengan cangkok dan stek, akan banyak mengalami berbagai kegagalan.
Cara generative yaitu dengan menumbuhkan biji yang merupakan salah satiu cara paling umum untuk mengembangkan tanaman yang melakukan penyerbukan sendiri dan silang. Bijinya disebarkan di salah satu medium, lalu disiram dengan air secukupnya, kemudian dijaga kelembaban tanahnya, dan terakhir dipupuk dengan pupuk organik.
Perkembangbiakan ini merupakan salah satu metode yang paling praktis dan mudah untuk mendapatkan bibit tanaman dalam jumlah yang cukup besar.
Pengembangan dengan biji tersebut mempunyai keuntungan, antara lain :
a. Pohonnya kuat karena mempunyai susunan akar yang baik.
b. Tidak mudah mengalami stagnasi akibat kekeringan karena memiliki akar yang dalam.

3.1. PEMILIHAN BIBIT
Biji lamtoro yang akan dijadikan benih harus dipilih dari lamtoro yang berasal dari tanaman yang induknya tumbuh dengan baik, buahnya lebat, dan berukuran panjang sehingga jumlah biji yang terkandung di tiap buah lamtoro itu banyak dan ukuran bijinya besar (bibit unggul). Biji harus sehat atau tidak cacat dan berasal dari buah lamtoro yang benar-benar sudah tua.
Cara memilih biji-biji yang akan digunakan menjadi benih yaitu 1/3(sepertiga) polong paling atas tidak digunakan, karena akan menghasilkan pohon yang masa berbuahnya lambat.

3.2. PENYEMAIAN
Biji harus disemaikan terlebih dahulu sebelumditanam di lapangan sehingga dapat diseleksi daya pertumbuhannya (germination capacity). Cara penyemaian dapat dilakukan dengan 3 perlakuan, yaitu dengan penyemaian di tanah, penyemaian di kotak berisi media pasir dan terakhir pada kantong plastic (polybag).
3.2.1. Penyemaian di tanah
Terlebih dahulu, pilihlah tanah yang gambut untuk dibuat tempat persemaian dengan ukuran lebar sekitar 1m (secukupnya) dan panjangnya disesuaikan dengan kebutuhan. Tempat penyemaian ini harus mendapatkan sinar matahari yang cukup terutama pagi hari dan siang hari.
Tanah persemaian ini diolah dengan kedalaman 10 cm dan dibuat bedengan (tempat khusus persemaian) sedemikian rupa sehingga air tidak menggenangi persemaian. Sebelum biji disemaikan, tanah persemaian dipercikkan secukupnya air sehingga tanah tersebut tidak mengalami erosi namun cukup basah. Selanjutnya, bibit-bibit lamtoro diletakkan dengan cara dibenamkan ke dalam tanah sedemikian rupa sehingga biji lamtoro tersebut rata dengan tanah persemaian dengan jarak antar biji lamtoro sekitar 1x1 cm.
Tanah persemaian dijaga agar tetap agak basah namun jangan sampai tergenangi air, sebab biji petai mudah membusuk. Setelah kurang dari 6-7 hari maka biji akan mulai bekecambah. Gulma-gulma pengganggu pertumbuhan dihilangkan.
Setelah bibit lamtoro pada persemaian telah berdaun satu, maka selanjutnya dipindahkan dengan hati-hati ke pot yang sudah dipersiapkan sebelumnya yaitu pot yang telah berisi media tanah.
3.2.2. Penyemaian di kotak dengan media pasir
Alat yang digunakan sebagai tempat persemaian biji dapat menggunakan kotak dari papan kayu. Isilah kotak dengan pasir yang ketebalannya sudah ditentukan yaitu sekitar 10 cm kemudian disirami air secukupnya sampai basah namun tidak tergenang. Agar tidak tergenag oleh air, maka dasar kotak harus diberi lubang sehingga air dapat mengalir keluar kotak.
Kemudian biji-biji lamtoro tersebut di semaikan ke dalam pasir sedemikian rupa sehinngga permukaan biji rata dengan permukaan pasir. Usahakan jarak antara biji satu dengan biji yang lainnya sekitar 1x1 cm. usahakan agar proses persemaian ini terkena sinar matahari dan dijaga media pasir tersebut agar tetap agak basah.
Setelah biji lamtoro berkecambah, dan memiliki 1 daun kemudian secara hati-hati dipindahkan ke pot atau kantong plastic yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Selanjutnya, diperlakukan seperti biasa.
3.2.3. Penyemaian pada kantong plastic (Polybag)
Penyemaian dapat pula dilakukan pada polybag (kantong plastic) berukuran diameter 20 cm, tinggi 20-30 cm, dan tebalnya sekitar 0,08-0,12 mm. kantong plastic tersebut kemudian diisi dengan media berupa tanah subur yang gembur yang telah dicampur dengan pupuk kandang (kotoran kelinci) dengan perbandingan 1:1. Bagian bawah dari kantong plastic tersebut kemudian dilubangi untuk jalan keluarnya air siraman, sehingga media tumbuh jangan selalu tergenang air siraman. Namun, tetap dijaga selalu agak basah. Tempat penyemaian ini harus terkena sinar matahari.
Kemudian, letakkan biji lamtoro dengan cara membenamkan biji dalam medium tumbuh sedemikian rupa sehingga permukaan biji rata dengan permukaan media tumbuh. Tiap kantong plastic hanya diisi 2 biji lamtoro. Pelihara dan amati sampai biji berkecambah dan kemudian jika tanaman lamtoro tersebut sudah mencapai ketinggian 20 cm sudah siap dipindahkan atau ditanam ke lapangan dan sebagainya.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN

4.1. HASIL PENGAMATAN PERKECAMBAHAN
Mulai Penanaman
Tanggal : 19 April 2009
Hari : Minggu
Tempat : Asrama Basic Science, Bandung.

Perlakuan :
- Perkecambahan dilakukan selama kurang lebih 2 bulan, yaitu mulai tanggal 19 April 2009 sampai dengan tanggal 5 bulan juni 2009.
- Penyemaian dan penanaman


Hari Ke- Keterangan
1 - Biji berwarna cokelat tua dan masih keras
6 - Biji mengembang dan kulit biji berubah warna menjadi cokelat kemudaan.
10 - Kecambah mulai tumbuh sepanjang 0,6 cm dari permukaan tanah.
- Warna kulit kecambah agak cokelat muda.
12 - Tinggi kecambah 2 cm dari permukaan tanah.
- Kulit biji mulai terkelupas sebagian.
15 - Tinggi kecambah 4,5 cm dari permukaan tanah.
- Kulit biji terkelupas seluruhnya.
18 - Tinggi kecambah 7 cm dari permukaan tanah.
- Mulai tumbuh pucuk daun.
- Kotiledon masih ada dan berwarna kehijauan.
21 - Tinggi kecambah 10 cm.
- Daun pertama sudah tumbuh.
24 - Tinggi kecambah/tanaman 10 cm dari permukaan tanah.
- Muncul daun kedua dan daun pertama bertambah besar.
27 - Tinggi tanaman 14 cm dari permukaan tanah.
- Daun ketiga dan keempat sudah mulai tumbuh.
- Kotiledon menyusut
30 - Tinggi tanaman 14 cm dari permukaan tanah.
- Daun kelima dan keenam mulai tumbuh.
33 - Tinggi tanaman 15 cm dari permukaan tanah.
- Daun ketujuh dan kedelapan mulai tumbuh.
- Kotiledon menguning dan menyusut.
36 - Tinggi tanaman 16 cm.
- Daun kesembilan dan kesepuluh mulai tumbuh.
- Kotiledon lepas.
39 - Tinggi tanaman 17 cm dari permukaan tanah.
- Daun seterusnya tumbuh sampai terbentuk tanaman kecil.
42 - Tinggi tanaman 20 cm dari permukaan tanah.
- Terbentuk tanaman kecil
Dst - Seperti tumbuhan dewasa.


4.2. HASIL PENGAMATAN TERHADAP TUMBUHAN DEWASA

Kriteria Family Mimosaceae

Habitat Darat
Habitus Pohon
Pola Percabangan Simpodial
Jenis Daun Majemuk
Duduk Daun Berseling
Pertulangan Daun Brachidodromous
Perbungaan Majemuk dalam perbungaan kapitulum.
Jenis Kelamin Biseksual
Calix/Corolla Bersatu
Stamen Bagian dasar bersatu
Pistillum (Karpel) Stigma bersatu
Ovarium Superum
Simetri Bunga Actinomorph
Kelamin Tumbuhan Monoecus
Perlekatan Karpel Syncarp
Jenis Buah Tunggal polongan
Tipe Plasenta Marginalis
Umur tumbuhan Beberapa tahun





BAB V
PEMBAHASAN

Penanaman lamtoro atau petai cina yang dilakukan yang berasal dari biji, karena tanaman ini tidak dapat ditanam dengan pemotongan batang atau stek (Suprayitno, Lamtoro gung dan Manfaatnya). Media tanam berupa tanah yangditempatkan pada pot kecil. Tanah yang dipakai sebagai media, diambil langsung dari lokasi tanah yang sudah tercampur dengan pupuk alami yaitu kotoran kelinci yang mambuat tanah tersebut gembur dan subur.
Sebelum proses penyemaian, dilakukan pemilihan biji. Biji lamtoro yang dipilih harus dari buah lamtoro tanaman induk yang baik, buahnya lebat, kering di pohon dan mempunyai ketuaan yang sempurna. Buah yang sudah keringdi pohon tersebut diambil dan dijemur bersama dengan kulit buahnya. Buah yang sudah dijemur sampai benar-benar kering kemudian diambil bijinya. Setelah biji-biji bibit tersedia maka dilakukan penyemaian bibit dengan cara langsung menanamnya pada tanah yangberukuran cukup luas (30x30 cm2)c sampai terbentuk kecambah dengan berbagai ukuran daun. Setelah terbentuk kecambah kira-kira 5 cm, penanaman dipindahkan ke dalam pot kecil.
Selama proses penyemaian oksigen, air, suhu, dan cahaya yang cukup sehingga penyemaian dilakukan di tempat yang cukup cahya dan disiram dua kali sehari. Air merupakan factor yang paling penting, karena biji berada dalam keadaan dormansi.






BAB VI. PEMANFAATAN LAMTORO

Sejak lama lamtoro telah dimanfaatkan sebagai pohon peneduh, pencegah erosi, sumber kayu bakar dan pakan ternak. Di tanah-tanah yang cukup subur, lamtoro tumbuh dengan cepat dan dapat mencapai ukuran dewasanya (tinggi 13-18 m) dalam waktu 3 sampai 5 tahun. Tegakan yang padat (lebih dari 5000 pohon/ha) mampu menghasilkan riap kayu sebesar 20 hingga 60 m³ perhektare pertahun. Pohon yang ditanam sendirian dapat tumbuh mencapai gemang 50 cm.
Lamtoro adalah salah satu jenis polong-polongan serbaguna yang paling banyak ditanam dalam pola pertanaman campuran (wanatani). Pohon ini sering ditanam dalam jalur-jalur berjarak 3-10 m, di antara larikan-larikan tanaman pokok. Kegunaan lainnya adalah sebagai pagar hidup, sekat api, penahan angin, jalur hijau, rambatan hidup bagi tanaman-tanaman yang melilit seperti lada, panili, markisa dan gadung, serta pohon penaung di perkebunan kopi dan kakao.
Di hutan-hutan tanaman jati yang dikelola Perhutani di Jawa, lamtoro kerap ditanam sebagai tanaman sela untuk mengendalikan hanyutan tanah (erosi) dan meningkatkan kesuburan tanah. Perakaran lamtoro memiliki nodul-nodul akar tempat mengikat nitrogen.
Berikut pemanfaatan berbagai organ dari tanaman lamtoro, yaitu :
a. Kayu
Lamtoro terutama disukai sebagai penghasil kayu api. Kayu lamtoro memiliki nilai kalori sebesar 19.250 kJ/kg, terbakar dengan lambat serta menghasilkan sedikit asap dan abu. Arang kayu lamtoro berkualitas sangat baik, dengan nilai kalori 48.400 kJ/kg.
Kayunya termasuk padat untuk ukuran pohon yang lekas tumbuh (kepadatan 500-600 kg/m³) dan kadar air kayu basah antara 30-50%, bergantung pada umurnya. Lamtoro cukup mudah dikeringkan dengan hasil yang baik, dan mudah dikerjakan. Sayangnya kayu ini jarang yang memiliki ukuran besar; batang bebas cabang umumnya pendek dan banyak mata kayu, karena pohon ini banyak bercabang-cabang. Kayu terasnya berwarna coklat kemerahan atau keemasan, bertekstur sedang, cukup keras dan kuat sebagai kayu perkakas, mebel, tiang atau penutup lantai. Kayu lamtoro tidak tahan serangan rayap dan agak lekas membusuk apabila digunakan di luar ruangan, akan tetapi mudah menyerap bahan pengawet.
Lamtoro juga merupakan penghasil pulp (bubur kayu) yang baik, yang cocok untuk produksi kertas atau rayon. Kayunya menghasilkan 50-52% pulp, dengan kadar lignin rendah dan serat kayu sepanjang 1,1-1,3 mm. Kualitas kertas yang didapat termasuk baik.
Lamtoro diketahui menghasilkan zat penyamak dan zat pewarna merah, coklat dan hitam dari pepagan (kulit batang), daun, dan polongnya. Sejenis resin atau gum juga dihasilkan dari batang yang terluka atau yang kena penyakit, terutama dari persilangan L. leucocephala × L. esculenta. Gum ini memiliki kualitas yang baik, serupa dengan gum arab.
b. Daun
Daun lamtoro (L. leucocephala) memiliki berbagai manfaat yang sangat berguna. Khususnya sebagai pakan ternak yang akan dijelaskan secara mendetail di bagian bawah. Selain itu, daun ini juga dikonsumsi oleh manusia sebagai makanan dan lalapan.
c. Akar
Leucaena spp mempunyai kemampuan seperti tanaman leguminosa lain, yaitu akarnya dapat mengikat nitrogen gas bila bersimbiosa dengan bakteri tanah rhizobium, jadi asosiasi ini merupakan asosiasi yang menguntungkan baik untuk tanaman maupun untuk bakterianya. Seperti telah diketahui bahwa komposisi gas yang berada di atmosfer didominasi oleh gas nitrogen (N2), namun nitrogen dalam bentuk gas ini tidak dapat digunakan oleh tanaman, sehingga harus diubah dulu dalam bentuk nitrat, yang tersedia untuk tanaman. Unsur nitrogen yang dapat digunakan oleh tanaman adalah ammonium atau nitrat. Asosiasi tanaman leguminosa dengan bakteri tanah rhizobia akan merubah N2 menjadi bentuk nitrat. Sehingga asosiasi ini akan menyediakan unsur nitrogen yang dibutuhkan bagi tanaman secara ramah lingkungan. Kondisi tanah tropis yang mengandung total nitrogen dan nitrogen yang tersedia rendah padahal tanaman didaerah ini membutuhkan unsur nitrogen lebih banyak untuk produksi yang optimum, maka biasanya pemupukan dengan pupuk kimia adalah salah satu cara untuk mengoreksi kondisi tersebut.
Tetapi ketergantungan pada pupuk kimia menjadi tidak sustainable, karena (1) berkurang keuntungan dan harga pupuk yang mengakibatkan tidak ekonomis dan mahal, (2) recovery pupuk N didalam tanaman sangat rendah sekitar 40-60% dan di dalam produk hewan berkisar 10-20 %, sisanya berada di lingkungan sekitarnya dan berpotensi sebagai pollutan dan nitrat yang tidak digunakan tanaman tersebut dapat mencemari aliran air, air tanah dan emisi gas nitrogen oksida hasil denitrifikasi salah satu penyumbang efek rumah kaca atau Green house effects.
Tidak semua Rhizobium/Bradyrhizobium dapat membentuk bintil akar dengan semua tanaman leguminosa, ini mengindikasikan bahwa asosiasi/simbiose tersebut mempunyai kespesifikan. Spesifisitas ini diatur oleh faktor yang disebabkan oleh tanaman maupun bakteria. Sejumlah senyawa yang diduga menentukan kecocokan suatu asosiasi, seperti lectin, yaitu protein khusus yang terikat dengan gula dan flavonoid yang dikeluarkan oleh akar tanaman dan permukaan sel bakteria yang tersusun dari polisacharrida. Dalam aspek kebutuhan akan Rhizobium, Leucaena leucocephala berada dalam grup yang spesifik artinya tanaman ini dapat membentuk asosiasi yang efektif dengan Rhizobium dalam mengikat N2 udara dengan variasi strain yang tidak luas dan sebagian species sangat spesifik.
Hibrid L.diversifolia x L. leucocephala yang ditanam pada tanah asam memberikan respon positif terhadap inokulasi Rhizobium, yaitu dengan meningkatnya produksi tanaman bila dikombinasikan dengan VAM maka produksi akan lebih baik. Leucaena KX2 hibrid termasuk yang spesifik dalam kebutuhannya akan Rhizobium. L leucocephala cv Tarramba dan Leucaena Hibrid KX2 yang ditanam pada tanah dari berbagai lokasi di Indonesia memberikan respon inokulasi yang berbeda. Leucaena hibrid KX2 lebih memberikan respon positif terhadap inokulasi dengan meningkatnya produksi dibanding L. leucocephala cv. Tarramba, baik itu ditanah asam (Ciawi, Bogor) maupun tanah yang basa dan berkapur (Tanah dari Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat).
Kelihatannya ada spesifisitas kebutuhan akan Rhizobium pada leucaena hasil hibridisasi. Sehingga perlu dilakukan seleksi Rhizobium lebih lanjut untuk beberapa “leucaena yang kurang dikenal”. Isolasi Rhizobium alam dari berbagai tanah di Indonesia telah dilakukan. Isolat-isolat ini perlu dilakukan uji selanjutnya sebelum di gunakan oleh pengguna. Jumlah N2 yang diikat oleh asosiasi makrosimbion dan mikrosimbion tergantung dari faktor lingkungan (temperatur, kelembaban, nutrisi, pH maupun faktor biotik (kesesuaian antara bakteri dan tanaman, adanya mikroba lain). LEMKINE dan LESUEUR (1998) melaporkan adanya interaksi yang signifikan antara strain Rhizobium dan species Leucaena species yang kurang dikenal. Strain LDK4 yang diisolasi dari L. diversifolia menghasilkan produksi tanaman dan bintil akar paling tinggi dibanding strain yang diisolasi dari C. calothyrsus maupun Prosopis juliflora bila diinokulasikan pada leucaena yang kurang dikenal.

6.1. Lamtoro sebagai obat
Berdasarkan penelitian Prof Hembing Wijayakusuma, dijelaskan bahwasannya lamtoro dapat menyembuhkan beberapa penyakit, seperti diabetes, susah tidur, radang ginjal, disentri, meningkatkan gairah seksualitas, cacingan, peluruh haid, herpes zoster, luka terpukul, bisul, eksim, patah tulang, tertusuk kayu atau bambu, dan pembengkakan. Dalam hal ini, tanaman lamtoro tidak hanya bermanfaat pada bijinya saja (seperti yang banyak diketahui oleh orang awam), namun semua bagian tanaman ini sangat berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit-penyakit tersebut. Penggunaan secara tepat akan berdampak pada percepatan kesembuhan penyakit ini, begitupun sebaliknya.
Pada bagian akar lamtoro pun memiliki khasiat yang tak kalah hebatnya dengan bagian biji. Di salah satu bagian tanaman ini, seringkali dimanfaatkan orang sebagai obat peluruh haid. Metode pengobatan yang relatif tradisional ini menawarkan berbagai kelebihan yang tidak dimiliki oleh metode pengobatan modern. Manakala obat modern mengandung efek samping dari unsur kimiawi buatan yang sangat kuat, maka dari tanaman lamtoro ini efek samping masih rendah karena bersifat alami dan belum tersentuh unsur buatan manusia.
Tanaman lamtoro dapat dimanfaatkan untuk obat-obatan. Manfat-manfaat tanaman lamtoro diantaranya adalah sebagai obat cacing, peluruh kencing, patah tulang, luka terpukul, susah tidur (insomnia), bengkak (oedem), radang ginjal, dan kencing manis. Akar tanaman lamtoro ini pun dapat dimanfaatkan sebagai peluruh haid.
6.1.1. Kencing Manis
Untuk menyembuhkan penyakit diabetes, seduh satu sendok teh bubuk biji tanaman lamtoro dengan ½ cangkir air panas. Minum hasil seduhan saat masih hangat, setengah jam sebelum makan sebanyak 2-3 kali sehari.
6.1.2. Cacingan, Bengkak (Oedem) dan Radang ginjal
Rebus atau seduh 3-5 gram serbuk biji tanaman lamtoro kering dengan 1 cangkir air panas, lalu minum air rebusan atau seduhannya. Lakukan pengobatan tiga kali sehari dengan dosis yang sama.
6.1.3. Bisul, Patah tulang, Abses paru, Luka terpukul, Susah tidur karena gelisah (Insomnia)
Rebus 10 gram seluruh bagian tanaman lamtoro dengan 3 gelas air sampai tersisa 1 gelas. Minum sekaligus satu kali sehari saat hangat.
6.1.4. Meluruhkan Haid
Rebus segenggam akar tanaman lamtoro dengan 3 gelas air sampai tersisa satu gelas. Minum air rebusan dua kali sehari masing-masing 1 gelas.
6.1.5. Meningkatkan gairah seks
Kocok 1 sendok bubuk biji tanaman lamtoro, 1 sendok bubuk lada hitam, 2 butir kuning telur ayam kampung mentah dan 1 sendok madu sampai rata. Minum campuran tersebut sekaligus satu hari.
Sebelum digunakan untuk resep-resep di atas, harap biji dikeringkan dan ditumbuk menjadi serbuk lalu disimpan.

6.2. Lamtoro sebagai pakan ternak
Daun-daun dan ranting muda lamtoro merupakan pakan ternak dan sumber protein yang baik, khususnya bagi ruminansia. Daun-daun ini memiliki tingkat ketercernaan 60 hingga 70% pada ruminansia, tertinggi di antara jenis-jenis polong-polongan dan hijauan pakan ternak tropis lainnya. Lamtoro yang ditanam cukup rapat dan dikelola dengan baik dapat menghasilkan hijauan dalam jumlah yang tinggi. Namun pertanaman campuran lamtoro (jarak tanam 5-8 m) dengan rumput yang ditanam di antaranya, akan memberikan hasil paling ekonomis. Disamping mensuplai protein juga mineral kecuali sodium dan iodine, asam amino. Kandungan serat kasar rendah, adanya kandungan tannin yang dapat meningkatkan protein by-pass. Ternak sapi dan kambing menghasilkan pertambahan bobot yang baik dengan komposisi hijauan pakan berupa campuran rumput dan 20—30% lamtoro. Meskipun semua ternak menyukai lamtoro, akan tetapi kandungan yang tinggi dari mimosin dapat menyebabkan kerontokan rambut pada ternak non-ruminansia. Mimosin, sejenis asam amino, terkandung pada daun-daun dan biji lamtoro hingga sebesar 4% berat kering Problem adanya mimosine yang dianggap sebagai anti-nutrisi telah dapat diatasi. Sehingga mimosine tidak dipertimbangkan lagi sebagai faktor anti-nutrisi lagi. Bakteri rumen (Synergistes jonesii) dapat mendetoksifikasi mimosine. Pada ruminansia, mimosin ini diuraikan di dalam lambungnya oleh sejenis bakteria, Synergistes jonesii. Pemanasan dan pemberian garam besi-belerang pun dapat mengurangi toksisitas mimosin. Tetapi untuk ternak unggas masih merupakan faktor anti-nutrisi. Mimosine ini dapat dihilangkan dari leucaena segar dengan merendam dalam air panas. Leucaena dapat digunakan sebagai pakan suplemen untuk pakan yang terdiri dari rumput dan limbah pertanian, yang akan meningkatkan intake dan memperbaiki pencernaan.

6.3. Lamtoro sebagai makanan manusia
Lamtoro yang memiliki nama latin Leucaena glauca merupakan jenis tanaman yang mudah kita temui di sekitar lingkungan kita. Biji hijau mungilnya sering digunakan sebagai bahan pelengkap untuk membuat makanan. Salah satunya adalah botok. Kombinasi dari campuran kelapa parut, tahu, tempe, kemangi, ikan teri, dan lamtoro ini menyajikan sebuah cita rasa masakan asli Indonesia yang lezat dan bergizi.
Di Jawa, pucuk dan polong yang muda biasa dilalap mentah. Biji-bijinya yang tua disangrai sebagai pengganti kopi, dengan bau harum yang lebih keras dari kopi. Biji-biji yang sudah cukup tua, tetapi belum menghitam, biasa digunakan sebagai campuran pecal dan botok.



KESIMPULAN

Dari hasil pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman lamtoro atau petai cina dapat diambil kesimpulan bahwa tanaman lamtoro dapat tumbuh dengan baik melalui biji (perkembangbiakan generative). Biji mulai berkecambah pada hari ke 6-8. Perkecambahannya agak lama karena tanaman ini merupakan tanaman tahunan. Pada proses penyemaian dan penanaman diperlukan beberapa kondisi lingkungan atau tempat tumbuh yang cukup baik agar proses pertumbuhan sesuai yang diinginkan, seperti tersedianya air yang cukup, sinar matahari dan oksigen yang cukup serta ditunjang dengan unsure-unsur hara dari tanah yang memadai.
Tanaman lamtoro merupakan salah satu tanaman yang cukup dikenal oleh masyarakat secara luas. Lamtoro memiliki beberapa manfaat diantaranya sebagai tanaman hias, tanaman pelindung, makanan ternak bahkan sebagai obat. Oleh karena itu, tanaman ini perlu untuk dibudidayakan dan dijaga kelestariannya.





2 komentar: