Jumat, 27 November 2009

ex soal urogenital

KUMPULAN SOAL MESODERM UROGENITAL
1. Ginjal pronefros berfungsi dengan baik pada kelompok hewan dibawah ini, yaitu :
a. Amphibia dan Reptilia c. Reptilia dan Pisces
b. AMPHIBIA DAN PISCES d. Pisces dan Aves
2. Sistem urogenital berkembang dari bagian mesoderm. Mesoderm tersebut adalah :
a. Mesoderm korda c. Mesoderm paraksial
b. MESODERM INTERMEDIET d. Mesoderm lateral dan ventral
3. Kelainan akibat gagal atau tidak terbentuknya suatu system urogenital menyebabkan berbagai penyakit, yaitu salah satunya kelainan pada alat genital. Kelainan akibat muara urethra terletak di sebelah ventral dan proksimal dari ujung genital disebut :
a. HIPOSPADIA c. Epispadia
b. Oligohydramnios d. Insufiensi
4. Tubulus mesonefros (Ductus wolffi) akan berkembang pada jantan namun pada betina tidak akan berkembang (mengalami atrofi menjadi epoophoron). Tubulus tersebut pada jantan (lelaki) akan berkembang menjadi :
a. Testis
b. Kantung urine
c. VAS DEFERENS dan SAL EPIDIDIMIS
d. Skrotum
5. Ductus mulleri merupakan saluran yang berasal dari pembentukan alur longitudinal ductus wolffi, kemudian menjadi saluran tersendiri yang sempurna sampai ke kloaka. Ductus mulleri pada mamalia umumnya disebut :
a. Vagina c. Uterus
b. OVIDUCT d. Urethra

Kromatografi pigmen mata lalat buah

LAPORAN PRAKTIKUM
KROMATOGRAFI PIGMEN MATA
Drosophila melanogaster
Diajukan sebagai salah satu tugas mata kuliah Genetika



Di susun oleh
Nunung Haerani (0708802)
PROGRAM STUDI BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2009







KROMATOGRAFI PIGMEN MATA
Drosophila melanogaster
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Hari, tanggal : Senin, 1 November 2009
Waktu : 09.30 - selesai
Tempat : Laboratorium MIKROBIOLOGI FPMIPA UPI.
B. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Melakukan pengamatan terhadap pigmen-pigmen mata pada lalat buah Drosophila melanogaster menggunakan tehnik kromatografi.
2. Menghitung nilai Rf pada setiap pigmen.
3. Menyimpulkan berdasarkan hasil kromatografi tersebut pigmen-pigmen yang termasuk ke dalam drosopterin dan kelompok ommokrom dan membandingkan pigmen-pigmen yang terdapat pada mutan dengan pigmen pada lalat yang normal.
C. LANDASAN TEORI
Gen merupakan bagian dari kromosom (DNA) yang dapat ditranskripsi dan ditranslasi sehingga menghasilkan suatu protein. Diantara fungsi protein di dalam sel adalah sebagai enzim yang mengkatalisis reaksi-reaksi yang terjadi ataupun sebagai protein structural yang membentuk sel. Protein merupakan bentuk utama dari suatu gen. akibat aktivitas dari protein dapat kita lihat fenotip-fenotip yang dapat kita amati. Jika suatu gen termutasi dimana urutan nukleotida dari gen tersebut berubah dapat mengakibatkan terjadi perubahan dari protein yang dihasilkan. Hal tersebut dapat mengakibatkan perubahan dari aktivitas protein dan fenotip yang kita amati. Jika mutasi yang terjadi menyebabkan suatu protein tidak berfungsi, maka mutan yang dihasilkan bersifat resesif.
Gambar 1. Pengaruh mutasi suatu gen terhadap konsentrasi
senyawa di dalam sel
. Semua Enzim berfungsi
V X Y Z
Enzim 1 Enzim 2 Enzim 3
Gen yang mengkode enzim 2 termutasi
V X
Enzim 1 Enzim 2
Jika di dalam sel terjadi proses reaksi V X Y Z (Gambar 1.1), kemudian apabila terjadi mutasi pada enzim yang mengkatalisis X Y sehingga enzim tersebut tidak berfungsi, maka senyawa Y dan Z tidak akan diproduksi. Bila senyawa X tidak dapat diubah menjadi senyawa lain oleh enzim lain di dalam sel maka senyawa X akan bertumpuk di dalam sel (Gambar 1.2). Hilangnya senyawa Y dan Z dari dalam sel dan menumpuknya senyawa X di dalam sel akan mempengaruhi fenotipe yang di amati.
Pertama kali T.H. Morgan menemukan karakter mata putih (white). Selanjutnya Beadle dan Tatum menemukan jenis lain dari warna mata Drosophila. Berbagai perubahan pada gen (mutasi) dapat mempengaruhi struktur, fungsi, atau pengaturan protein yaitu enzim. Warna mata pada mutan berbeda dibandingkan yang lainnya karena terdapat kecacatan/kerusakan satu atau beberapa enzim yang dibutuhkan dalam jalur biokimia dalam sintesis pigmen. Sebagai konsekuensinya, pigmen menjadi hilang dan atau terdapat pigmen berbeda yang terakumulasi karena kerusakan pada jalur biosintesis pigmen tersebut.
Mutan Drosophila melanogaster
Kehadiran pigmen-pigmen mata pteridin menyebabkan warna mata pada Drosophila melanogaster berwarna merah. Pteridin pada lalat buah terdiri dari dua kelompok yaitu :
1. Drosopterin, yang menyebabkan warna merah pada mata (Pigmen merah yang disebut juga pteridine), yang dihasilkan dari metabolisme purin.
2. Ommokrom, yang menyebabkan warna coklat pada mata yang dihasilkan dari metabolisme triptofan.
Pigmen mata pteridin tidak dapat terlihat dalam cahaya putih (lampu neon/lampu pijar), tetapi akan berfluorensi dalam cahaya ultraviolet. Dijelaskan reaksi pembentukan pteridin dan beberapa gen yang berperan dalam pembentukan pteridin. Jika terjadi mutasi pada gen yang berperan dalam pembentukan pteridin, maka warna mata yang teramati akan tergantung kepada kombinasi jenis pteridin yang ada. Warna mata akan menjadi coklat, bila kelompok drosopterin tidak ada. Sedangkan warna mata akan menjadi merah terang jika kelompok ommokrom yang tidak ada.
Warna mata pada lalat liar yaitu perpaduan antara beberapa pigmen yang berbeda-beda. Pada Drosophila melanogaster terdiri atas 7 pteridine. Jika terjadi mutasi pada jalur ommochrome (pigmen cokelat), warna cokelat akan hilang dan warna mata akan menjadi merah terang. Sebaliknya, jika terjadi mutasi pada jalur pteridin maka warna mata akan menjadi lebih gelap. Suatu mutan diberi nama berdasarkan warna matanya, dan tidak berhubungan dengan kerusakanan biokimia. Sebagai contoh, mutan brown memiliki warna mata cokelat, karena kehilangan pteridine, sehingga mutasi mempengaruhi suatu enzim pada jalur biosintesis pteridine.


Gambar 2. Biosintesis pigmen mata Drosophila melanogaster
A. Sintesis Ommokrom B. Sintesis Drosopterin
Triptofan

N-Formilkinurenin

Kinurenin
cn
3-Hidroksikinurenin
st



Xanthomatin Guanosin trifosfat

Dihidroneopterin trofosfat

Dihidrobiopterin

Sepiapterin Dihidropterin

Mal
Drosopterin

Xanthopterin Isoxanthopterin
Kromatografi adalah metode yang di gunakan untuk memisahkan suatu senyawa dengan menggunakan suatu fase stasioner dan suatu fase bergerak. Fase stasioner dapat berupa kertas saring atau gel, sedangkan fase bergeraknya merupakan eluen yang terdiri dari campuran pelarut. Pada komatografi kertas, bahan yang akan dipasahkan dilatakan pada kertas saring dan ujung kertas saring dicelupkan pada eluen. Secara kapiler eluen akan bergerak ke kertas. Campuran pelarut dipilih agar salah satu terikat lebih kuat pada kertas, membentuk lapisan pelarut pada permukaan kertas. Bahan akan mengalami kesetimbangan antara pelarut yang stasioner dengan pelarut yang bergerak. Bila suatu senyawa lebih larut dalam pelarut yang stasioner, maka pergerakannya lebih lambat dibandingkan dengan bahan yang lebih larut dalam pelarut yang bergerak. Dengan demikian campuran senyawa dalam suatu bahan dapat dipisahkan berdasarkan perbedaan kecepatan pergerakan senyawa-senyawa tersebut.
D. ALAT DAN BAHAN
Alat :• Kertas saring whatman no 1
• Gunting
• Penggaris
• Pensil
• Jarum pentul
• Alat penjepit kertas
• Bejana kromatografi dengan tutup gelas Oven
• Lampu UV
Bahan : • Lalat buah (Drosophila melanogaster) normal
• Lalat buah Mutan dengan Mutan White (mata putih), Mutan mata sepia, dan Mutan mata cloud.
• Larutan NBA (N-Butanol : Asam asetatglasial : Akuades = 20 : 3 : 7)
• Vaselin
E. LANGKAH KERJA
1. Kertas saring berukuran 16 cm x 16 cm diberi tanda seperti pada gambar A
2. Memberi tanda-tanda o dengan pensil pada garis pertama dengan jarak masing-masing 2 cm
3. Menulis nama kelompok disebelah atas kertas saring dengan menggunakan pensil.
4. Mengisi bejana dengan larutan NBA setinggi 1 cm. mengoleskan vaselin pada mulut bejana dan tutup bejana dengan tutup kaca.
5. Mengambil 3 lalat buah normal kemudian potong bagian kepala dengan menggunakan jarum pentul.
6. Meletakan 1 kepala diatas tanda o pada kertas saring dan tekan kepalanya. Meletakan kepala ke 2 ditempat yang sama kemudian tekan kepalanya. Ulangi lagi untuk kepala ke 3.
7. Mengulangi langkah 4 dan 5 untuk beberapa lalat buah mutan untuk tanda o berikutnya.
8. Menggulung kertas saring sehingga letak sisi kiri dan kanan bersebelahan dan jepret kertas disebelah atas dan bawah. Hati-hati jangan sampai kedua sisi bersentuhan atau tupang tindih.
9. Memasukan kertas saring secara tegak didalam bejana. Hati-hati jangan sampai kertas saring bersentuhan dengan bejana. Tutup bejana dan beri vaselin. Diamkan beberapa jam sampai laritan eluem bergerak melewati garis kedua atau hentikan proses krematografi tapat eluen sampai ke garis kedua.
10. Mengambil kertas saring, membuat garis dengan pensil pada batas pergerakan eluen.
11. Mengeringkan kertas saring dan mengamati dibawah sinar putih dan sinar UV. Beri tandadengan pensil sekelilingi bercak yang terlihat dan catat warna dan warna fluerensinya.
12. Berdasarkan hasil kromatogram yang diperoleh, tentukan pigmen-pigmen mana yang termaksud kelompok drosopterin dan ommokrom. Hal ini dapat dilakukan dengan membandingkan pigmen-pigmen yang terdapat pada masing-masing mutan dan yang terdapat pada lalat mutan.

F. HASIL PENGAMATAN
Data Kelas
Kelompok Warna Mata Drosophila X
(cm) Y
(cm) Rf
(X/Y) Gambar
1,2, & 3
Normal 2 8 0,25

Sephia 1,9 8 0,24
White - 8 -
Clot 1,8 8 0,225
4 & 5 Normal 2,1 8,5 0,247

Sephia - - -
White - - -
Clot 1,7 8,5 0,2
6 & 7 Normal 2,5 7,5 0,33

Sephia 1,5 7,5 0,2
White 0 7,5 0
Clot 2 7,5 0,26
8, 9, & 10 Normal 2,5 8 0,3125

Sephia 1,5 8 0,1875
White 0 8 0
Clot 2 8 0,25







Data Kelompok
Gambar 1. Hasil Fluoresensi mata lalat pada sinar UV


Lalat Buah
(Drosophila melanogaster) Pigmen Warna Jarak ketinggian dengan dasar Rf = tinggi fluoresensi pada mata/ tinggi pelarut (8 cm)
Normal • Pteridin
• Ommokrom • 1,8 cm
• 0,7 cm Rf = 2,5/8 cm =0,32 cm
Mutan Sepia • Pteridin
• Ommokrom • 0,7 cm
• 0,8 cm Rf = 1,5/8 cm = 0.18
Mutan White Tidak Ada pigmen 0 cm Rf = 0/8 cm = 0 dan Mutan Cloud Pteridin 2 cm Rf = 2/8 cm = 0,25


F. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, kami melakukan pengamatan terhadap kromatografi pigmen mata pada lalat buah Drosophila melanogaster. Seperti yang kita ketahui bahwa lalat buah memiliki 2 jenis pigmen yaitu pigmen merah atau pteridin dan pigmen cokelat atau ommokrom.
Mata pada lalat buah Drosophila melanogaster normal dan beberapa mutan (White mutan, Sepia mutan dan Cloud mutan) ditekan dan ditempatkan pada kertas saring yang telah disiapkan seperti cara kerja diatas. Setelah dimasukkan ke dalam bejana Kromatografi yang menggunakan pelarut eluen atau NBA (N-Butanol Asetatglasial Akuades) kertas saring tersebut kemudian didiamkan selama 30 menit.
Kertas saring tersebut memperlihatkan pergerakan larutan eluen yang cepat dibandingkan dengan pergerakan bahan yang akan dipisahkan yaitu pergerakan warna pigmen mata. Pigmen mata tidak akan terlihat pada cahaya putih (lampu neon/lampu pijar tetapi akan mengalami perpijaran/fluoresensi dalam cahaya UV. Setelah di fluoresensi dibawah sinar UV, jarak pigmen mata normal adalah 2,5 cm, jarak pigmen pada mutan mata sepia adalah 1,5 cm, jarak pigmen pada mutan mata cloud adalah 2 cm dan pada mata putih adalah 0 cm. Jadi, Rf (Rate of Fluoresensi) pada masing-masing mata lalat Drosophila melanogaster mata normal, mutan sepia, mutan white, mutan cloud adalah berturut-turut (0,32), (0,18), (0) dan (0,25).
Pada mata lalat Drosophila melanogaster yang normal, nilai Rf merupakan nilai tertinggi. Sedangkan pada mata lalat mutan nilai Rf berada dibawah nilai Rf lalat mata normal. Hal ini terjadi karena pada mutan, matanya mengalami mutasi pada gen-gen tertentu yang berperan dalam pembentukan pigmen, baik itu pigmen pteridin atau pigmen ommokrom.
Lalat buah (Drosophila melanogaster) mata sepia terjadi mutasi pada gen yang berperan dalam pembentukan atau sintesis pteridin/drossopterin yaitu pada saat perubahan Dihidrobiopterin menjadi Sepiapterin sehingga Sepiapterin tidak diubah menjadi Xanthopterin. Sedangkan pada sintesis ommokrom tetap terjadi sehingga warna cokelat lebih mendominasi dibandingkan dengan warna merah. Dengan kata lain, mata pada mutan sepia adalah cokelat.
Lalat buah mata Cloud memiliki warna mata merah terang dibandingkan dengan merah pada mata lalat normal. Warna mata merah terang terjadi karena mengalami mutasi sehingga sintesis ommokrom tidak terjadi. Hal inilah yang akan menyebabkan pigen cokelat tidak ada sehingga yang ada hanya pigmen merah saja.
Lalat buah mata White memiliki warna putih jernih. Pada mata White nilai Rf adalah 0. Hal ini berarti pigmen mata tidak terdapat pada mutan tipe white. Mutan tipe ini terjadi mutasi pada kedua sintesis pigmen yaitu mutasi yang menyebabkan hilangnya kelompok ommokrom dan kelompok pteridin/Drosopterin sehingga pembentukan warna pigmen mata tidak terjadi.
Berdasarkan hasil pengamatan atau kromatogram diatas, lalat buah mata normal memiliki jarak tinggi pigmen pteridin adalah 1,8 cm dan jarak tinggi ommokrom adalah 0,7 cm. Hal ini tentu berbeda pada mutan mata sepia. Jarak tinggi pigmen ommokrom dan pigmen pteridin berturut-turut pada mutan sepia adalah 0,7 cm dan 0,8 cm. Jarak tinggi pigmen ommokrom pada mata sepia lebih besar dari pada pigmen ommokrom pada mata normal. Kelebihan ommokrom pada mata sepia menyebabkan mata sepia lebih berwarna cokelat dibandingkan dengan mata normal. Jadi, mutan mata sepia memiliki pigmen Ommokrom yang paling tinggi dibandingkan dengan lalat normal dan mutan lainnya. Warna cokelat tersebut juga mengalami kombinasi dengan pigmen pteridin.
Pada mutan mata cloud (merah terang), jarak tinggi pigmen pteridinnya adalah 2 cm. Apabila dibandingkan dengan lalat mata normal dan mutan mata sepia maka jumlah ini merupakan jumlah paling besar untuk pigmen pteridin. Sehingga menyebabkan merah pada mata mutan Cloud adalah merah yang terang apabila dibandingkan dengan kedua lalat tersebut (mutan sepia dan lalat normal).

G. JAWABAN PERTANYAAN
1. Apakah yang dimaksud dengan fluoresensi? Jelaskan proses Fluoresensi yang terjadi.
Fluorensi adalah pendaran cahaya dari suatu senyawa (dalam makalah ini dimaksudkan pigmen warna mata) yang timbul setelah disinari UV. Dalam hal ini digunakan sinar UV karena pigmen mata pada lalat buah (Drosophila melanogaster) tidak bisa terlihat menggunakan cahaya putih (lampu neon). Oleh sebab itu digunakan sinar UV, dimana sinar UV bersifat memendarkan cahaya pada pigmen mata.
2. Hitunglah nilai Rf dari setiap pigmen yang tampak.
a. Rf pada mata normal = Tinggi fluoresensi pada mata
Tinggi pelarut
= 2,5 cm/ 8 cm = 0,32 cm
• Rf pteridin normal = Tinggi pigmen pteridin ÷ tinggi pelarut
= 1,8 ÷ 8 = 0,225 cm
• Rf ommokrom normal = Tinggi pigmen ommokrom ÷ tinggi pelarut
= 0,7 ÷ 8 = 0,08 cm
b. Rf pada mata sepia = Tinggi fluoresensi pada mata
Tinggi pelarut
= 1,5 cm/ 8 cm = 0,18
• Rf pteridin sepia = Tinggi pigmen pteridin ÷ tinggi pelarut
= 0,7 ÷ 8 = 0,09 cm
• Rf ommokkrom sepia = Tinggi pigmen pteridin ÷ tinggi pelarut
= 0,8 ÷ 8 = 0,10 cm
c. Rf pada mata Cloud = Tinggi fluoresensi pada mata
Tinggi pelarut
= 2 cm/ 8 cm = 0,25
• Rf pteridin Cloud = Tinggi pigmen pteridin ÷ tinggi pelarut
= 0 ÷ 8 = 0 cm
• Rf ommokrom Cloud = Tinggi pigmen ommokrom ÷ tinggi pelarut
= 2 ÷ 8 = 0,25 cm

d. Rf pada mata White = 0
3. Apakah tujuan dari praktikum ini?
Tujuan dari praktikum ini adalah mengamati pemisahan/kromatografi pigmen-pigmen mata pada lalat buah Drosophla melanogaster, menghitung nilai Rf pada setiap pigmen, menyimpulkan berdasarkan hasil kromatografi tersebut pigmen-pigmen yang termasuk ke dalam drosopterin dan kelompok ommokrom, dan membandingkan pigmen-pigmen yang terdapat pada mutan dengan pigmen pada lalat yang normal.

DAFTAR PUSTAKA
Ashburner, Michael. 2002. Drosophila normal and Mutans. http://www.gen.cam.ac.uk/Research/ashburner. diakses tanggal 11 November 2009.
Ashburner, Michael. 1989. Drosophila, A Laboratory Handbook. USA : Coldspring Harbor Laboratory Press.
Dirk rieger et al. 2007. Eye mutans of Drosophila melanogaster and Chromatograph, http://intl jbr.sagepub.com/cgi/content/abstract/22/5/387, diakses pada 12 September 2008
Hartwell,L.H, Hood, L.,Goldberg,.,Reynolds, Silver, Veres. 2004. Genetics From Genes To Genoms second edition. New Delhi: McGraw-Hill Publishing Company LTD.
Lindsley, Dan. 1992. The Genome of Drosophila melanogaster. California: Academic Press Inc,.
Shorrocks, B. 1972. Drosophila. London: Ginn & Company Limited.
Salsani, Maria. 2007. Mengenal jenis-jenis mutan pada lalat buah berdasarkan jenis mata. Bandung : Jurusan Biologi Universitas Padjdjaran.
Strickberger, Monroe, W. 1962. Experiments in Genetics with Drosophila. London: John Wiley and Sons, inc.
Suryo. 2008. Genetika Strata 1. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Wheeler, MR. 1981. The Drosophilidae: a taxonomic overview. In: The genetics and biology of Drosophila (Ashburner M, Carson HL and Thompson JN Jr, eds). New York: Academic Press.

Kamis, 22 Oktober 2009

kelangsungan hidup organisme

KELANGSUNGAN HIDUP ORGANISME
MATERI 4 KELAS IX
ADAPTASI
 Merupakan proses penyesuaian diri makhluk hidup dengan keadaan lingkungan sekitarnya.
 Masing-masing individu mempunyai cara yang berbeda dalam penyesuaian diri dengan lingkungannya, ada yang mengalami perubahan bentuk tubuh (adapatasi Morfologi), ada yang mengalami perubahan proses metabolisme tubuh (adaptasi Fisiologi) dan ada juga yang mengalami perubahan sikap dan tingkah laku (adaptasi tingkah laku).
 Adapatasi akan dilakukan oleh makhluk hidup bila keadaan lingkungan sekitarnya membahayakan atau tidak menguntungkan bagi dirinya, sehingga perlu untuk menyelamatkan atau mempertahankan kehidupannya.
Macam adaptasi :
1. Adaptasi MORFOLOGI
 Merupakan proses penyesuaian diri makhluk hidup yang memperlihatkan perubahan bentuk dan struktur tubuh.
 Pada Hewan
 Ciri adaptasi hewan darat :
1. Kulit tebal dengan lapisan zat tanduk.
2. Anggota gerak tubuh disesuaikan dengan habitat.
3. Pada daerah tertentu seperti gurun pasir, mempunyai kantung air seperti pada Unta.

 Ciri adaptasi hewan air :
1. Tubuhnya berbentuk torpedo (stream line).
2. Permukaan tubuh licin karena berlendir.
3. Anggota gerak tubuh berupa sirip.


a. Perubahan bentuk paruh burung. Biasanya berdasarkan pada makanannya, seperti :
• Paruh bentuk sisir, bagian atas agak melengkung pada Pelican, Flamingo untuk menyaring makanan yang berupa algae, udang kecil dan rumput laut.
• Paruh bentuk kecil, runcing dan panjang pada Kolibri untuk menghisap madu.
• Paruh bentuk pendek dan kuat pada Nuri, Pipit, Kakatua, Gelatik untuk memakan biji-bijian.
• Paruh bentuk pendek, besar, kuku dan kuat pada Elang, Rajawali untuk mengoyak mangsanya.
• Paruh bentuk pipih pada Itik, Bebek untuk mengambil makanan yang diperairan (ikan atau udang kecil, algae).
• Paruh bentuk pahat pada Pelatuk untuk memahat batang pohon yang telah lapuk.

b. Perubahan bentuk kaki/cakar burung. Biasanya berdasarkan pada habitat dan cara hidupnya, seperti :
• Kaki pencekram dengan cakar bentuk yang kuat, tajam dan pendek pada Elang, Rajawali, burung Hantu untuk mencengkram mangsanya.
• Kaki perenang dengan selaput renang pada Itik, Bebek, Angsa , Pelikan untuk mendayung saat berenang di air.
• Kaki yang kuat pada Kasuari untuk berlari atau berjalan.
• Kaki pemanjat dengan dua jari kearah depan dan dua jari kearah belakang pada Pelatuk untuk memanjat pohon.
• Kaki burung petengger dengan jari yang panjang dan semua jari terletak pada satu bidang datar. Dijumpai pada Kutilang, Kenari, Poksai, Finch, Wambi untuk hinggap diranting-ranting pohon.

c. Perubahan tipe mulut pada Insect/serangga. Biasanya berdasarkan pada makanannya, seperti :
• Tipe mulut menggigit dan mengunyah pada Belalang, Jangkrik.
• Tipe mulut menusuk dan menghisap pada Nyamuk.
• Tipe mulut menghisap pada Kupu-kupu.
• Tipe mulut menghisap dan menjilat pada Lebah madu dan Lalat.

d. Perubahan gigi hewan. Biasanya berdasarkan pada makanannya, seperti :
• Gigi taring (dens caninus) besar dan runcing pada hewan Carnivora untuk menagkap dan mengoyak daging.
• Gigi geraham depan (dens premolare) dan geraham belakang (dens molare) berbentuk lebar dan datar. Dijumpai pada hewan memamah biak (hewan Ruminansia) untuk mengunyah, menggilas dan menghaluskan rumput/daun-daunan.

 Pada Tumbuhan
a. Tumbuhan Xerofit yaitu tumbuhan yang hidup apad aderah yang kekurangan air/minim air. Contohnya Kurma dan Kaktus. Kaktus memilki ciri adaptasi :
• Batang yang lunak kaya akan air untuk mencukupi kebutuhan air.
• Lapisan lilin/kutikula pada batang yang tebal untuk mengurangi penguapan.
• Akar serabut yang panjang untuk mencari air dan hara mineral.
• Daun yang kecil berbentuk duri untuk mengurangi penguapan.

b. Tumbuhan Hidrofit yaitu tumbuhan yang hidup pada perairan atau daerah yang kaya akan air. Contohnya Teratai, Eceng Gondok (Eicchornia crassipes), Kangkung, Paku air (Azolla pinata) dengan cirri adapatasi :
• Daun yang lebar, tipis dan banyak stomata untuk mempercepat penguapan.
• Akar serabut dan tangkai yang berongga yang kaya akan Oksigen sehingga memungkinkan untuk mengapung.

c. Tumbuhan Higrofit yaitu tumbuhan yang hidup di daerah yang lembab atau kadar air yang sedang/basah. Contohnya adalah Golongan Bryophyta (Lumut) dan Pterydophyta (Paku), Talas/Keladi dengan ciri adaptasi :
• Daun lebar dan tipis untuk mempercepat penguapan.
• Memiliki stomata lebih banyak dari golongan Xerofit.
• Memiliki lapisan lilin/kutikula yang tipis.
• Sering melakukan gutasi (yaitu penetesan pada ujung daun melalui celah pada tepi daun yang disebut hidatoda/gutatoda).

d. Tumbuhan darat. Biasanya termasuk tumbuhan dataran rendah dan dataran tinggi yang meliputi tumbuhan tingkat tinggi. Ciri adaptasi :
• Daun kecil dan tebal.
• Stomata sedikit.
• Kulit luar yang tebal.

2. Adaptasi FISIOLOGI
 Merupakan proses penyesuaian diri makhluk hidup terhadap lingkungan sekitarnya yang memperlihatkan perubahan sistem metabolisme dalam tubuhnya.
 Pada Manusia
a. Jumlah sel darah merah (s.d.m) pada manusia yang tinggal di dataran tinggi akan lebih banyak bila dibandingkan dengan yang tinggal didataran rendah.
b. Fungsi retina yang dapat menyesuaikan diri dengan banyaknya impuls cahaya yang masuk.

 Pada Hewan
a. Enzim selulose pada hewan herbivore (memamahbiak/Rumaninansia) yang dapat mengubah zat selulosa pada makananya.
b. Enzim selulase pada cacing Teredo navalis yang digunakan untuk melumatkan kayu.
c. Ikan air laut dan ikan air tawar
Ikan air laut Ciri adaptasi Ikan air tawar
Sedikit Pengeluaran urine Banyak
Pekat Urine yang diekskresikan Encer
Banyak Minum air Sedikit
Lebih rendah dari pada air laut Tekanan osmosis sel tubuh ikan Lebih tinggi dari pada air tawar
Lebih tebal Dinding sel tubuh Laebih tipis
d. Resistensi serangga. Hal ini disebabkan penyemprotan insektisida yang terus menerus sehingga membuat organ tubuh serangga menjadi kebal terhadap zat tersebut.
e. Ketajaman indera pada hewan-hewan tertentu. Seperti indera penglihatan pada burung Hantu, indera pendengaran pada Kelelawar dan indera penciuman pada Anjing.
f. Kelenjar kapur pada cacing untuk menetralisir keasaman pada makanannya.

 Pada Tumbuhan
a. Zat alelopati yaitu zat yang dapat menghambat pertumbuhan organisme/individu yang berada disekitarnya. Dikeluarkan pada beberapa tumbuhan tertentu sperti fungsi penghasil antibiotic Penisilin yaitu Peniciullium sp. Penicillium sp akan mengeluarkan zat penisilin yang dapat membuat individu disekitarnya menjadi mati.

3. Adaptasi FISIOLOGI
 Merupakan proses penyesuaian diri makhluk hidup terhadap lingkungannya dengan cara memperlihatkan tingkah laku.
 Pada Hewan
a. Anak rayap yang baru lahir akan menjilati dubur rayap dewasa guna mendapatkan Protozooa jenis Flagellata (hewan ini kaaya akan enzim selulose) untuk mencerna kayu.
b. Mimikri yaitu perubahan warna kulit hewan yang disesuaikand engan warna lingkungan sekitarnya. Terjadi pada Bunglon.
c. Autotomi yaitu proses pemutusan bagian tubuh hewan guna mempertahankan kehidupannya. Terjadi pada Cecak atau Tokek.
d. Eksdisi yaitu proses pengelupasan kulit pada hewan tertentu untuk kelangsungan hidupnya. Terjadi pada Ular dan Udang.
e. Penggulungan tubuh bila keadaan membahayakan bagi hewan tertentu. Terjadi pada Keluwing.
f. Pengeluaran tinta pada Cumi-cumi untuk penyelamatan diri.
g. Kerbau yang berkubang di dalam lumpur untuk menyamakan suhu pada tubuhnya dengan lingkungan sekitar.
h. Munculnya ikan Paus ke permukaan air untuk menghirup Oksigen setiap 30 menit sekali.
i. Migrasi pada class Aves untuk mencari makanan dan pada ikan Salmon untuk melakukan reproduksi (bertelur) di daerah air tawar.
j. Hibernasi yaitu masa istirahat dan menghemat energy pada musim dingin. Terjadi pada Ular, Kelelewar, Marmut, Landak.
k. Estivasi yaitu masa istirahat dan menghemat energy pada musim kemarau. Terjadi pada Katak/Rana sp.

 Pada Tumbuhan
a. Pengguguran daun pada musim kemarau yang panjang, berguna untuk mengurangi penguapan . Terjadi pada tumbuhan Jati, Flamboyan dan Akasia.
b. Pengatupan daun pada Putri Malu/Mimmosa pudica bila ada impuls berupa sentuhan.
c. Pengatupan daun pada siang hari yang terik, untuk mengurangi penguapan. Daun akan terlihat layu tetapi tidak mati.
d. Penggulungan daun pada siang hari. Terjadi pada tumbuhan jagung/Zea mays.

Perilaku adaptif
1. Perilaku MAKAN yaitu perilaku yang diperlihatkan oleh individu/organisme dalam memperoleh makanannya. Contohnya :
a. Ngengat dengan belalai yang panjangnya 25 cm, karena ia mendapatkan makanan dari bunga anggrek tropis yang memiliki panjang nectar 25 cm.
b. Mimikri agresif yaitu mengembangakan alat pemikat dengan meniru bentuk mangsa dari pemangsa lain. Terjadi pada Anglerfish/Lophius americanus.

2. Perilaku MEMPERTAHANKAN DIRI yaitu perilaku yang diperlihatkan oleh individu untuk mempertahan keselamatan diri dari musuh atau keadaan yang berbahaya. Contohnya :
a. Melarikan diri pada Siggung dengan mengeluarkan bau yang menyengat dari kelenjar bau.
b. Kamuflase pada Ngengat yang memiliki bintik mata pada sayapnya.
c. Mimikri pada Bunglon.
d. Menggunakan senjata bertahan pada Landak dengan duri pada tubuhnya.
3. Perilaku BERTAHAN HIDUP PADA LINGKUNGAN FISIK yaitu perilaku yang diperlihatkan oleh individu untuk bertahan hidup pada kondisi fisik yang berubah dengan cepat. Contohnya :
a. Lebah madu pekerja memukulkan sayapnya untuk mengipasi sarang saat suhu tinggi.
b. Lebah madu pekerja mencari air untuk menyejukkan sarang.
c. Lebah akan menggetarkan sayapnya untuk menghangatkansaranag pada musim dingin.

4. Perilaku REPRODUKTIF yaitu perilaku yang diperlihatkan individu untuk memperoleh keturunannya. Contohnya :
a. Burung merak/Pavo sp jantan akan mengepakkan sayapnya untuk menarik perhatian merak betina.
b. Hewan Rusa, Antelope jantan yang berkelahi untuk memperoleh yang betina.
c. Katak/Rana sp jantan yang menyanyi saat musim kawin tiba untuk menarik perhatian yang katak betina.
d. Hewanyang mengeluarkan bau menyengat pada hewan jantan untuk menarik perhatian hewan betina.

Faktor yang menentukan adaptasi
1. Individu daratan
a. Persediaan air tanah, seperti :
 Adaptasi tumbuhan di lingkungan sedikit air dengan mengurangi penguapan, menyediakan cadangan air.
 Adaptasi tumbuhan di lingkungan lembab dengan memiliki daun lebar dan tipis, banyak stomata dan gutasi.

b. Kisaran suhu, seperti :
 Memiliki bulu tebakdan banyak lemak untuk suhu dingin.
 Hibernasi dan estivasi.
 Berkubang dilumpur.
 Burung mandi untuk mengatur suhu tubuh.

c. Keadaan tanah
 Jenis tanah akan menentukan jenis tumbuhan dan hewan yang mendominasi suatu daerah.
Macam lingkungan darat :
• Daerah GURUN
Ciri tumbuhan :
Akarnya panjan dan dalam.
Daun kecil atau tak berdaun.
Batang memiliki jaringan spons untuk menyimpan air.
Kulit luar pada daun tebal.
Jumlah stomata sedikit.

Ciri hewan :Bertubuh kecil.Hidup dalam lubang.
Ex : Tikus gurun, Kelinci gurun, Ular.

• Daerah HUTAN BASAH
Ciri Tumbuhan :Berkayu.Berdaun lebat.Jenisnya beragam.Ex : Meranti, Rotan, Kamper.
Ciri hewan :
Ex : Babi hutan, Macam tutul, Kera, Rusa.

• Daerah HUTAN GUGUR
Ciri tumbuhan :
Menggugurkan daunnya pada musim gugur.

• Daerah TUNDRA
 Ciri Tumbuhan :
 Didominasi oleh Lumut

 Ciri hewan :
 Ex : Jenis burung, Angsa, Pinguin dan Reindier.

• Daerah TAIGA
 Ciri tumbuhan :
 Ex : Pinus, Cemara

 Ciri hewan :
 Ex : Beruang hitam, Moose (Rusa kutub), Beaver (hewan pengerat).

• Daerah SABANA/PADANG RUMPUT
 Ciri tumbuhan :
 Ex : Rumput

 Ciri hewan :
 Ex : Bison, Zebra, Kuda, Domba, Singa dn Belalang.

2. Individu Perairan
a. Salinitas/kadar garam perairan
 Masing-masing perairan memiliki salinitas yang berbeda,seperti di air tawar salinitasnya adalah 0,06% sedangkan air laut salinitasnya 3,5 %.
 Salinitas akan mempengaruhi perbedaan tebal-tipisnya lapisan kulit, tingkah laku, susunan atau fungsi organ tubuh organisme perairan.

b. Kedalaman air
 Semakin dalam suatu perairan makasemakin besar/tinggi pula tekanan yang terjadi.
 Mempengaruhi intensitas cahaya yang diperoleh individu.Semakin dalam maka semakin sedikit cahaya yang diperoleh.
 Ex :
• Ikan Pari dengan tubuh pipih dan lebar.
• Ikan Cucut dengan tubuh langsing.
• Gurat sisi/linea lateralis pada tubu ikan.
• Gelembung udara pada tubuh ikan untuk dapat turun dan naik pada perairan.

c. Intensitas cahaya
 Semakin keruh dan dalam suatu perairan maka intensitas cahaya yang masuk semakin sedikit/rendah.
 Mempengaruhi suhu air dan aderajat fotosintesis. Dibagi menjadi 3 daerah yaitu daerah fotik, daerah perbatasan (remang-remang), daerah afotik. Semakin kearah daerah afotik makam intensitas cahaya yang masuk perairan akan semakin berkurang. Hal ini akan mempengaruhi organisme yang hidup di dalamnya.

d. Kadar Oksigen
 Daerah permukaan kadar oksigenlebih banyak dibandingkan dengan daerah di bawahnya.
 Semakin keruh suatu perairan maka kadar oksigen semakin berkurang/rendah.
 Ciri adaptasinya adalah :
• Perluasan labirin.
• Munculnya ikan ke permukaan
• Tubuh ikan ramping dan berlendir.
• Tumbuhan Algae banyak memiliki kantung/gelembung udara untuk mengapung.
• Tumbuhan air banyak memiliki rongga udara pada batang untuk mengapung. Pada Teratai, Kangkung, Eceng Gondok dll.

SELEKSI ALAM
 Merupakan proses penyeleksian secara alamiah oleh lingkungan sekitar (alam) untuk memilah-milah individu yang memiliki sifat yang sesuai dan meleyapkan sifat-sifat yang tidak sesuai dari suati populasi. Sehingga bila makhluk hidup tidak mampu beradaptasi dengan baik maka akan terseleksi dengan sendirinya oleh alam. Alam akan mempertahankan individu dengan sifat yang baik yang mampu bertahan hidup pada lingkungan sekitar.

 Lingkungan mempunyai peran yang sangat penting dalam peristiwa seleksi alam. Sehingga hasil dari seleksi alam ini adalah individu baru yang berbeda dengan individu asal/induk.

 Seleksi alam terjadi karena adanya faktor-faktor pembatas yang terdapat di alam seperti factor makanan, perubahan lingkungan, predator, tempat tinggal, mendapatkan pasangan dll. Kesemua factor-faktor pembatas tersebut terdapat di alam, sehingga dengan demikian alam sendirilah yang menyeleksi individu.

 Charles Darwin, Bapak Evolusi, adalah seorang scientis yang mengemukakan teori Evolusi yang dikenal dengan teori seleksi alam pada tahun 1859. Teori seleksi alam mengatakan :
1. “Species yang hidup sekarang ini berasal dari species-species yang hidup pada masa silam”.
2. “Evolusi terjadi karena adanya seleksi alam”.

 Seleksi alam terdiri dari 2 tahapan yaitu proses adaptasi dan evolusi (yaitu proses terbentuknya individu/species baru yang terjdi secara perlahan-lahan dan dalam jangka waktu yang lama).

 Contoh Seleksi Alam :
1. Jerapah yang bervariasi lehernya karena adanya factor pembatas berupa factor makanan maka munculah Jerapah berleher panjang yang merupakan persilangana dari Jerapah berleher pendek dan berleher panjang.

2. Burung Finch (Pipit) yang bermigrasi dari Ekuador, Amerika Selatan menuju Kepulauan Galapagos. Hal ini juga terjadi karena adanya factor pembatas berupa factor makanan. Dari burung Finch dengan paruh pendek, pemakan biji-bijian, akan beradaptasi dengan lingkungan yang baru serta makanan yang tersedia sehingga munculah burung Finch dengan berbagai macam paruh tergantung dari jenis makananya. Dengan demikian species yang muncul di kemudian hari berbeda dengan species pertama kali yang datang di kepulauan Galapagos.

3. Kupu-kupu Biston betularia, dengan sayap berwarna putih berbintik-bintik pada awalnya lebih banyak dibandingkan dengan Biston betularia dengan sayap hitam. Pada saat terjadinya revolusi industry di Inggris, jumlah Biston betularia bersayap putih bintik-bintik semakin berkurang dan migrasi ke daerah pedesaan. Sedangkan Biston betularia bersayap hitam tetap bertahan. Untuk yang bersayap putih bintik-bintik lama kelamaan akan tersingkirkan atau terseleksi sehingga tinggalah yang bersayap hitam. Biston betularia bersayap hitam tetap bertahan karena warna sayapnya yang tersamar dengan warna jelaga, sedangkan yang bersayap putih bintik-bintik akan cepat tertangkap oleh predator. Biston betularia bersayap putih bintik-bintik tetap dapat hidup di pedesaan karena mereka hidup di pohon-pohon dan tersamarkan dengan warna lumut kerak (Lichenes) dengan jumlah yang semakin berkurang.

 Contoh individu yang hampir punah dewasa ini :
1. Rhinoceros sondaicus/badak bercula satu (Javanese Rhinoceros), merupakan Mammalia darat, herbivore. Banyak dijumpai di hutan Ujung Kulon, Banten dan jumlahnya tinggal 60 ekor (sampai 2008). Dilindungi oleh pemerintah dan dikembangkan di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten.
2. Rhinoceros sumatraensis/badak Sumatra (Sumatranese Rhinoceros), merupakan Mammalia darat, herbivore. Dilindungi oleh Pemerintah dan banyak di jumpai di Taman Nasional Kerinci-Seblat, Sumatra Barat dan Jambi dan Taman Nasional Gunung Leuser, Aceh dan Sumatra Utara, dengan jumlah 700 ekor (sampai 2008).
3. Leucopsar rothschildi/Jalak Bali (Balinese Starling), merupakan Aves pemakan hewan dan tumbuhan. Dikenal dengan suara dan bulu yang indah. Dilindungi oleh pemerintah dan banyak di jumpai di Bali Bird Park, Gianyar – Bali serta Taman Nasional Bali Barat, Bali.
4. Varanus commodoensisi/Komodo (Komodo Dragon), merupakan Reptilia tertua yang masih ada, memiliki kulit yang keras bersisik kecil. Kepala lancip, runcing serta rahang yang kuat dan lidah panjang dengang ujung bercabang. Panjangnya mencapai 200 -400 cm. Dilindungi oleh pemerintah dn banyak dijumpai di Taman Nasional Komodo, Pulau Komodo-Nusa Tenggara Timur (NTT).
5. Santalum album/Pohon cendana (Yellow sandal wood), merupakan tumbuhan berkayu yang khas dengan bau yang berasal dari getahnya.
6. Rafflesia arnoldi/Bunga Rafflesia (Rafflesia Flower), merupakan bunga yang mengeluarkan bau yang khas menyengat tidak sedap, yang berguna untuk menarik serangga. Dilindungi oleh pemerintah dan banyak di jumpai di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, lampung dan Bengkulu.
7. Diospyros celbiea/Pohon Ebony (Ebony Tree), merupakan tumbuhan berkayu hitam dengan tinggi mencapai 7 – 10 meter. Dimanfaatkan untuk hiasan, ukiran, mebel, patung kayu. Dilindungi oleh pemerintaha dan banyaka di jumpai di Pulau Sulawesi.

REPRODUKSI ORGANISME (TUMBUHAN DAN HEWAN)
Merupakan kemampuan makhluk hidup untuk menghasilkan individu baru yang memiliki sifat yang sama dengan induknya.
Tingkat reproduksi yaitu kemampuan suatu organisme dalam menghasilkan keturunan.
Semakin tinggi tingkat organisme maka semakin semakin rendah tingkat reproduksinya, dan jumlah keturunan yang dihasilkan sedikit. Sedangkan waktu yang diperlukan dalam menghasilkan keturunan tersebut relative lama.
Semakin rendah tingkat organisme maka semakin tinggi tingkat reproduksinya dan jumlah keturunan yang dihasilkan banyak. Sedangkan waktu yang diperlukan dalam menghasilkan keturunan tersebut relative cepat.
Viabilitas yaitu kemampuan makhluk hidup untuk mempertahankan sifat-sifat yang baik dalam dirinya.
Nidasi atau gestasi yaitu masa kehamilan pada makhluk hidup. Lama waktunya tergantung dari tingkatan makhluk itu sendiri.

Reproduksi Hewan
Dibedakan menjadi 2 yaitu vegetative (asexual/tidk kawin) dan generative (sexual/kawin).
 Reproduksi vegetative dapat dengan cara :
a. Membelah diri/Biner terjadi pada Amoeba sp dan Paramaecium sp.
b. Spora terjadi pada Plasmodium sp.
c. Tunas terjadi pada Hydra sp dan Saccharomyces sp.
d. Fragmentasi terjadi pada Cacing/vermes.
e. Parthenogenesis terjadi pada lebah madu.

 Reproduksi generative dapat dengan cara :
a. Konjugasi yaitu persatuan dua gamet yang belum jelas jenis kelamin. Ex : Spirogyra sp
b. Isogamy yaitu persatuan dua macam gamet yang memiliki bentuk dan ukuran yang sama. Ex : Ulotrix sp
c. Anisogamy yaitu persatuan dua macam gamet yang berbeda ukuran dan bentuknya. Ukuran gamet jantan lebih kecil dari pada gamet betina. Ex : Vertebrata.
d. Fertilisasi pada makhluk hidup tingkat tinggi. Ex : Kucing, Anjing, domba, Kuda, dll.

Reproduksi tumbuhan
 Reproduksi vegetative dapat dengan cara :
a. Alamiah :
• Stolon/geragih pada Arbei ,Pegaga, Rumput teki, Stroberi.
• Tunas pada Musa paradisiaca/pisang, tebu, bamboo.
• Rhizome/akar tinggal pada familia Zingiberaceae (jahe-jahean) seperti lengkuas, jahe, kunyit, kencur.
• Tunas adventif pada Cocor bebek, kersen/sery,kesemek, cemara .
• Umbi akar pada wortel, singkong, dahlia.
• Umbi batang/tuber pada kentang dan ubi jalar.
• Umbi lapis/bulbus pada bawang merah dan bawang Bombay.
• Spora pada Fungi.

b. Buatan :
• Mencangkok pada rambutan, mangga/Mangifera indica, durian/Durio zibethinus dll.
• Merunduk pada stroberi
• Menempel (okulasi) pada tumbuhan tingkat tinggi dan berkambium seperti jambu biji/Psidium guajava.
• Menyambung (mengenten/kopulasi) pada tumbuhan tingkat tinggi dan berkambium seperti mangga.
• Stek batang pada singkong.
• Stek daun pada Daun Begonia sp
• Cloning

 Reproduksi generative dapat denga cara :
a. Polinasi/penyerbukann merupakan peristiwa sampainya serbuksari pada tujuannya (kepala putik untuk Angiospermae dan tetes penyeburkan/bakal biji untuk Gymnospermae).

 Macam polinasi dengan perantara :
1. Anemogami yaitu polinasi dengan perantara angin, terjadi pada rumput, tebu, alang-alang. Biasanya pada tumbuhan dengan cirri :
• Bunga tidak bermahkota.
• Serbuk sari bergantungan, banyak dan ringan.
• Kepala putik besar.

2. Zoidogami yaitu polinasi dengan perantara hewan, macamnya :
• Entomogami dengan serangga. Bunga biasanya memiliki mahkota dengan warna menyolok, mempunyai bau yang khas dan ada kelenjar nectar.
• Ornithogami dengan burung/Aves. Biasanya bunga memiliki kelenjar nectar.
• Kiropteropgami dengan kelelawar. Biasanya pada bunga yang mekar malam hari.
• Malakogami dengan Mollusca. Biasanya pada tumbuhan air.

3. Hidrogami yaitu polinasi dengan bantuan air. Biasanya pada tumbuhan air. Ex : Hydrilla verticillata.
4. Anthropogami yaitu polinasi dengan bantuan manusia (disengaja oleh manusia). Ex : Vanili.

 Berdasarkan asal serbuk sari maka polinasi dibedakan menjadi :
1. Autogami yaitu polinasi yang terjadi pada satu bunga dari satu pohon.
2. Kleistogami yaitu persarian sendiri yang terjadi pada saat bunga belum mekar.
3. Geitonogami yaitu polinasi yangterjadi sendiri pada dua buah bunga yang berbeda tetapi masih dalam satu pohon.
4. Alogami yaitu polinasi yang terjadi pada serbuk sari yang berasal dari individu lain (pohon lain) yang masih sama varietasnya.
5. Bastar yaitu polinasi yang terjadi pada serbuk sari yang berasal dari individu lain yang berbeda varietasnya.

b. Fertilisasi merupakan proses persatuan/peleburan antara gamet betina (sel ovum) dengan gamet jantan (sel sperma). Macamnya :
1. Pembuahan tunggal, biasanya terjadi pada tumbuhan Gymnospermae. Ex : Pinus merkusii, Cemara lantana, Gnetum gnemon, Cycas rumphii.

2. Pembuahan ganda biasanya terjadi pada tumbuhan Angiospremae yaitu Dikotil dan Monokotil.






Rabu, 03 Juni 2009

Embriologi Hewan (Spermatogenesis)

LAPORAN EMBRIOLOGI HEWAN (II)

SPERMATOGENESIS

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Embriologi Hewan

Diajukan oleh:

NUNUNG HAERANI (0708802)

PRODI BIOLOGI C

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2008

APUSAN SPERMA SAPI DAN DOMBA

A. WAKTU PELAKSANAAN

Hari, Tanggal : Senin, 16 Februari 2009

Waktu : 13.00 – selesai

Tempat : Laboratorium Struktur hewan, FPMIPA UPI

B. LANDASAN TEORI

Spermatozoid atau sel sperma atau spermatozoa (berasal dari Bahasa Yunani Kuno yang berarti benih dan makhluk hidup) adalah sel dari sistem reproduksi jantan. Sel sperma akan membentuk zigot. Zigot adalah sebuah sel dengan kromosom lengkap yang akan berkembang menjadi embrio. Peran aktif spermatozoon sebagai gamet jantan sehingga penting pada keberhasilan munculnya individu baru oleh karena itu di dalam reproduksi sering diperlukan adanya standar kualitas spermatozoa. Analisis sperma yang dimaksud meliputi pemeriksaan jumlah milt yang dapat distriping dari seekor ikan jantan masak kelamin, kekentalan sperma, warna, bau, jumlah spermatozoa mati, motilitas (bila mungkin kemampuan gerak per menit) dan morfologi (ukuran dan bentuk kepala, ukuran ekor, berbagai penyimpangan, ada tidaknya akrosoma).

Sperma adalah sel yang diproduksi oleh organ kelamin jantan dan bertugas membawa informasi genetik jantan ke sel telur dalam tubuh betina. Spermatozoa berbeda dari telur yang merupakan sel terbesar dalam tubuh organisme adalah gamet jantan yang sangat kecil ukurannya dan mungkin terkecil. Spermatozoa secara struktur telah teradaptasi untuk melaksanakan dua fungsi utamanya yaitu menghantarkan satu set gen haploidnya ke telur dan mengaktifkan program perkembangan dalam sel telur .

Secara struktur spermatozoa dicirikan sebagai sel yang “terperas”, sangat sedikit sekali kandungan sitoplasmanya. Spermatozoa memiliki organel-organel yang sangat sedikit dibandingkan sel lainnya. Spermatozoa tidak memiliki ribosom, retikulum endoplasmik dan golgi. Sebaliknya spermatozoa memiliki banyak sekali mitokondria yang letaknya sangat strategis untuk pengefisiensian energi yang diperlukan. Secara struktur ada dua bagian yaitu kepala dan ekor

Kepala spermatozoa bentuknya bervariasi. Isinya adalah inti (di dalamnya terkandung material genetik) haploid yang berupa kantong berisi sekresi-sekresi enzim hidrolitik. Spermatozoa yang kontak dengan telur, isi akrosomnya dikeluarkan secara eksositosis yang disebut dengan reaksi akrosom.

Ekor sperma terdiri atas tiga bagian yaitu middle piece, principal piece dan end piece. Ekor ini berfungsi untuk pergerakan menuju sel telur. Ekor yang motil itu pada pusatnya sama seperti flagellum memiliki struktur axoneme yang terdiri atas mikrotubul pusat dikelilingi oleh Sembilan doblet mikrotubul yang berjarak sama satu dengan yang lainnya. Daya yang dihasilkan mesin ini memutar ekor bagaikan baling-baling dan memungkinkan sperma meluncur dengan cepat. Keberadan mesin pendorong ini tentunya membutuhkan bahan bakar yang paling produktif yaitu gula fruktosa yang telah tersedia dalam bentuk cairan yang melingkupi sperma.

C. TUJUAN

1. Untuk mengamati berbagai macam bentuk sperma dari berbagai jenis hewan.

2. Membuat preparat segar apusan sperma.

3. Mengamati bentuk sel-sel pada tiap tahap perkembangannya sehingga sel tersebut dapat berfungsi sebagai sel kelamin jantan (sperma).

D. ALAT DAN BAHAN

1. Alat :

· Mikroskop

· Kaca arloji

· Objek glas

· Cover glas

· Pipet

· Silet bedah

· Lumpang alu

2. Bahan

· Testis sapi dan domba

· Larutan salin

· Formalin 2%

· Larutan eosin

· Aquades

· Alkohol 70%

· Entelan

E. CARA KERJA

1. Ambil testis dari hewan yang sudah ditentukan

2. Bersihkan selaput dari testis kemudian ambil bagian epididimisnya

3. Epididimis dipotong kecil-kecil kemudian digerus/ditumbuk.

4. Pada saat penggerusan, ditambahkan larutan salin secukupnya

5. Campuran tersebut kemudian didiamkan selama 10 menit sampai terbentuk suspensi sperma.

6. Ambil larutan bagian atas, kemudian tambahkan formalin 2% sebanyak 10 tetes

7. Diamkan selama 10 menit, kemudian apus pada objek glas.

8. Keringkan dengan larutan alkohol 70% secara menyeluruh pada permukaan.

9. Setelah kering, warnai dengan larutan eosin.

10. Keringkan dan entel

11. Amati di bawah mikroskop.

F. HASIL PENGAMATAN

Berikut hasil pengamatan kami di bawah mikroskop cahaya, sperma nampak tidak terlalu jelas. Sehingga perbedaannya pun tidak terlihat jelas pula.

1. Sperma sapi

F:\sperma\SANY0136.JPG

F:\sperma\SANY0128.JPG

2. Sperma domba

F:\sperma\DSC05472.JPG

G. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini, yang akan diamati adalah bagaimana bentuk sperma pada masing-masing hewan yang berbeda dan struktur tubulus seminiferus serta gamet. Sperma merupakan sel kelamin yang dihasilkan oleh organ kelamin jantan. Proses pembentukan sperma dikenal dengan istilah spermatogenesis. Disebut juga tahap proliferasi atau perbanyakan. Tempat produksi sperma dinamakan tubulus seminiferus, dan pematangannya dilakukan di epididimis. Sedangkan, dalam hal penyimpanan sperma, organ yang berperan adalah vas deferens.

Untuk mengamati preparat segar spermatozoa , dilakukan penggerusan pada epididimis sapi dan domba. Kemudian, diamati di bawah mikroskop secara teliti dengan bantuan penjelasan dari dosen. Satu spermatozoa terdiri atas kepala dan ekor. Kepala sebagai penerobos jalan menuju dan masuk ke dalam ovum, dan membawa bahan genetis yang akan diwariskan kepada anak cucu. Ekor untuk pergerakan menuju tempat pembuahan dan untuk mendorong kepala menerobos selaput ovum (corona radiata).

Dalam kepala terdapat inti dan akrosom. Inti mengandung bahan genetis, dan akrosom mengandung berbagai enzym (Hyaluronidase, kemotrypsin, dan lysin) yang bersifat proteolitik yang berfungsi menghancurkan pelindung ovum / corona radiata dan lendir penghalang saluran kelamin betina.

Ekor berporoskan flagellum. Flagellum ini memiliki rangka dasar, disebut axonem yang dibentuk oleh 9 duplet dan 2 singlet mikrotubul. Ekor mengandung sentriol (sepasang), mitokondria dan serat fibrosa.

Spermatozoa pada sapi dan domba memiliki bentuk yang berbeda. Hal ini jelas terlihat pada bentuk kepalanya.

H. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan berbagai referensi yang ada, kami dapat menarik kesimpulan, yaitu :

1. Sperma merupakan sel kelamin dari organ kelamin jantan.

2. Sperma terdiri atas kepala, leher dan ekor.

3. Sperma pada berbagai jenis hewan berbeda bentuknya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.[ONLINE] : http://syl4r.blogspot.com/2009/01/analisis-sperma.html

Machmudin, Dadang dan tim. 2008. Embriologi Hewan. Bandung : Biologi FPMIPA UPI

Yatim, Wildan. 1994. Reproduksi dan Embryologi untuk Mahasiswa Biologi dan Kedokteran. Bandung : Tarsito



Embriologi Hewan (Siklus Estrus)

LAPORAN EMBRIOLOGI HEWAN (II)

SIKLUS ESTRUS

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Embriologi Hewan

Diajukan oleh:

NUNUNG HAERANI (0708802)

PRODI BIOLOGI C

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2008

APUSAN VAGINA PADA MENCIT

A. WAKTU PELAKSANAAN

Hari, Tanggal : Senin, 23 Februari 2009.

Waktu : 13. 00 - selesai

Tempat : Lab Stuktur Hewan, FPMIPA UPI.

B. LANDASAN TEORI

Sistem reproduksi memiliki 4 dasar yaitu untuk menghasikan sel telur yang membawa setengah dari sifat genetik keturunan, untuk menyediakan tempat pembuahan selama pemberian nutrisi dan perkembangan fetus dan untuk mekanisme kelahiran. Lokasi sistem reproduksi terletak paralel diatas rektum. Sistem reproduksi dalam terdiri dari ovari, oviduct, dan uterus (Shearer, 2008).

Ovari merupakan organ reproduki yang penting. Terdapat dua ovari yaitu sebelah kanan dan kiri. Besarnya sekitar 1,5 inci dengan tebal sekitar 1 inci dan terletak di dalam suatu membran seperti kantungn ovarian bursa. Ovari bertanggung jawab pada sekresi hormon estrogen dan progesterone dan produksi telur yang baik untuk dibuahi. Telur-telur mulai matang di ovari dalam suatu cairan berisi folikel. Pertumbuhan folikel diatur oleh hormon pituitary, yaitu Follicle Stimulating Hormone (FSH). Selanjutnya sel yang mana dibatasi oleh folikel dan dikelilingi sel telur akan mensekresikan estrogen untuk merespon jumlah hormone pituitary hormone lainnya meningkat yaitu Luteinizing Hormone (LH). Jumlah estrogen mencapai maksimum pada saat fase standing heat. Diikuti dengan meningginya LH pada telur yang dilepaskan dari folikel dan ovulasi yang terjadi (Shearer, 2008).

Oviduct merupakan tabung panjang yang menghubungkan ovari dengan uterus. Di ujung terdekat ovari, oviduct dilebarkan ke dalam infundibulum. Selama fase estrus, posisi infundibulum mengelilingi ovari untuk menjaga sel telur yang terovulasi di dalam oviduct. Oleh karena itu, di dalam oviduct, sel telur berjalan ke arah uterus (Shearer, 2008).

Uterus berbentuk Y terdiri dari kanan dan kiri yang terhuung pada oviduct. Jalan dai kedua tanduknya membentuk tubuh uterus. Uterus berfungsi untuk membawa sel sperma menuju oviduct dan membawa nutrisi dan menyediakan tempat untuk perkembangan janin. Pada anak sapi dinding muskular uterus mempunyai kemampuan untuk ekspulsi pada janin (Shearer, 2008).

Saluran terdepan sistem pembiakan betina berada di antara vestibule genitalia luar dan servix. Dinding terdiri dari tiga lapis yaitu mukosa, otot polos, dan jaringan ikat. Lapisan mukosa terdiri dari epitel dan lamina propria. Sel epitel beberapa lapis dan terluar menggepeng. Dalam keadaan normal, lapisan epitel ini tak menanduk pada Primata, tetapi menanduk pada rodentia ( mencit ). Pada rodentia sel-sel epitel menanduk (kornifikasi) ini dijumpai pada waktu dilakukan apusan vagina.

Dalam vagina tak ada kelenjar, yang membasahi berasal dari lendir cervix. Hanya di vestibule genitalia luar terdapat kelenjar. Lamina propria kaya akan pembuluh darah, ketika rangsangan sex waktu coitus terjadi, darah ini sumber cairan yang membasahi vagina. Lapisan otot terdiri dari berkas yang melingkar dan memanjang serta dekat lubang ke luar, ada sedikit otot lurik berupa cincin.

Cairan dalam vagina itu asam, meski asalnya di cervix basa. Ini karena fermentasi bakteri terhadap glikogen dalam lendir cervix itu. Karena Ph-nya yang rendah ini maka rongga vagina tidak menguntungkan bagi semen.

Mencit (mus musculus) tergolong hewan mamalia yang sering digunakan pada percobaan-percobaan di laboratorium Embriologi, pada percobaan yang memerlukan proses perkawinan perlu diketahui saat yang tepat waktu mengawinkan agar pembuahan (fertilisasi) berhasil. Mencit dewasa yang siap kawin berumur 6-8 minggu. Pada binatang betina yang memiliki siklus estrus (mencit, kucing, anjing, marmot, babi, dsb). Waktu yang tepat mengawinkan yaitu pada salah satu fase siklus estrus (fase birahi/estrus). Fase estrus merupakan suatu fase yang di tandai dengan adanya rasa ingin membiak (berahi) yang datang secara berkala bagi betinanya.

Pada fase ini, seluruh bagian sistem reproduksi mengalami perubahan berkala. Prinsipnya, menyesuaikan diri dengan daur yang dialami alat kelamin primer, yaitu ovarium. Pada suatu ketika dalam fase itu, ovarium menghasilkan banyak estrogen, dan ini mempengaruhi saluran serta kelenjar sekunder. Pada saat menjelang ovulasi, lapisan mukosa vagina jadi menebal dan di bagian lumen terdapat banyak glikogen. Penebalan epitel lapisan mukosa vagina itu disertai pula dengan proses penandukan (kornifikasi), lalu mengelupas dan jatuh pada lumen. Dalam analisa usapan vagina ditemukannya sel-sel epitel yang menanduk sebagai indikator pula akan ovulasi.

Menjelang ovulasi, leukosit semakin banyak menerobos lamina propria terus ke lumen. Belum jelas apakah leukosit ini berperan sebagai perintang arus semen atau justru sebagai pelindung dari bakteri. Pada fase lutein, berhubung dengan naiknya kadar progesteron sifatnya ialah menekan pertumbuhan epitel. Karena itu, lapisan mukosa jadi tipis dan lapisan menanduk hilang.

Menurut Papanicolaou (1945), usapan vagina ditambah dengan usapan cervix dan endometrium dapat menunjukkan waktu ovulasi secara persis sekaligus juga untuk diagnosa lainnya. Hal ini dilakukan pada rodentia yaitu mencit salah satunya.

Siklus estrus adalah waktu antara periode estrus. Betina memiliki waktu sekitar 25-40 hari pada estrus pertama. Mencit merupakan poliestrus dan ovulasi terjadi secara spontan.durasi siklus estrus 4-5 hari dan fase estrus sendiri membutuhkan waktu. Tahapan pada siklus estrus dapat dilihat pada vulva. Fase-fase pada siklus estrus diantaranya adalah estrus, metestrus, diestrus, dan proestrus. Periode-periode tersebut terjadi dalam satu siklus dan serangkaian, kecuali pada saat fase anestrus yang terjadi pada saat musim kawin (Nongae, 2008).

Fase proestrus dimulai dengan regresi corpus luteum dan berhentinya progesteron dan memperluas untuk memulai estrus. Pada fase ini terjadi pertumbuhan folikel yang sangat cepat. Akhir periode ini adalah efek estrogen pada sistem saluran dan gejala perilaku perkembangan estrus yang dapat diamati (Nongae, 2008). Menurut Shearer (2008), fase proestrus berlangsung sekitar 2-3 hari dan dicirikan dengan pertumbuhan folikel dan produksi estrogen. Peningkatan jumlah estrogen menyebabkan pemasokan darah ke sistem reproduksi untuk meningkatkan pembengkakan sistem dalam. Kelenjar cervix dan vagina dirangsang untuk meningkatkan aktifitas sekretori membangun muatan vagina yang tebal.

Fase estrus merupakan periode waktu ketika betina reseptif terhadap jantan dan akan melakukan perkawinan. Ovulasi berhubungan dengan fase estrus, yaitu setelah selesai fase estrus (Nongae, 2008). Pada fase ini estrogen bertindak terhadap sistem saraf pusat. Selama fase ini sapi menjadi sangat kurang istirahat yang kemungkinan dapat kehilangan dalam memperoduksi susu selama fase ini berlangsung. Pasokan darah ke dalam sistem reproduksi meningkat dan sekresi kelenjar dirangsang dengan membangun viscid mucus yang dapat diamati pada vulva. Kira-kira setelah 14-18 jam, fase estrus mulai berhenti. Selanjutnya betina tidak mengalami ovulasi hingga setelah fase estrus (Shearer, 2008).

Fase metestrus diawali dengan penghentian fase estrus Umumnya pada fase ini merupakan fase terbentuknya corpus luteum sehingga ovulasi terjadi selama fase ini. Selain itu pada fase ini juga terjadi peristiwa dikenal sebagai metestrus bleeding (Nongae, 2008).

Fase diestrus merupakan fase corpus luteum bekerja secara optimal. Pada sapi hal ini di mulai ketika konsentrasi progresteron darah meningkat dapat dideteksi dan diakhiri dengan regresi corpus luteum. Fase ini disebut juga fase persiapan uterus untuk kehamilan (Nongae, 2008). Fase ini merupakan fase yang terpanjang di dalam siklus estrus. Terjadinya kehamilan atau tidak, CL akan berkembang dengan sendirinya menjadi organ yang fungsional yang menhasilkan sejumlah progesterone. Jika telur yang dibuahi mencapai uterus, maka CL akan dijaga dari kehamilan. Jika telur yang tidak dibuahi sampai ke uterus maka CL akan berfungsi hanya beberapa hari setelah itu maka CL akan meluruh dan akan masuk siklus estrus yang baru (Shearer, 2008).

Ciri- ciri lain dari siklus estrus pada mencit adalah pada fase diestrus, vagina terbuka kecil dan jaringan berwarna ungu kebiruan dan sangat lembut. Pada fase proestrus, jaringan vagina berwarna pink kemerahan dan lembut. Pada fase estrus, vagina mirip dengan pada saat fase proestrus, namun jaringannya berwarna pink lebih terang dan agak kasar. Pada fase metestrus 1, jaringan vagina kering dan pucat. Pada metestrus II, vagina mirip metestrus 1 namun biobir vagina edematous (Hill, 2006).

Regulasi pada siklus estrus melibatkan interaksi resiprokal antara hormon reproduksi dari hypothalamus, anterior pituitry, dan sel-sel telur. Interaksi antara uterus dengan sel-sel telur juga penting. PGF2 dari uterus merupakan luteolysin alami yang menyebabkan regresi corpus luteum dan penghentian produksi progesteron (Nongae, 2008).

Progesteron memiliki peranan dominan dalam meregulasi siklus estrus. Selama fase diestrus corpus luteum yang bekerja dengan optimal, konsentrasi progesteron yang tinggi menghambat pelepasann FSH dan LH melalui kontorl umpan balik negatif dari hypothalamus dan anterior pituitary. Progesteron juga menghambat perilaku estrus. Diharapkan pada kondisi kehamilan , konsentrasi progesterone yang tinggi menghambat pelepasan hormon gonadotropin sebaik menghambat perilaku estrus penigkatan kecil pada LH yang terjadi selama fase diestrus merupakan faktor untuk mempertahankan fungsi corpus luteum. Pada pertengahan fase diestrus meningkatkan pertumbuhan folikel dan estrogen, yang dididahului dengan menigkatnya FSH, yang sebenarnya merupakan perubahan kecil jika dibandingkan pada perubahan yang terjadi selama fase estrus. Jika betina tidak mengalami kehamilan selama fase awal estrus, PGF2 akan dilepaskan dari uterus dan dibawa menuju ovari (Nongae, 2008).

Panjang siklus estrus pada mencit betina antara 4-5 hari. Siklus estrus terbagi atas 4 fase yaitu pro estrus, estrus, meta estrus, dan di estrus. Setiap fase estrus dapat diketahui dengan membuat preparat apusan vagina. Ciri-ciri pengenal pada setiap fase sebagai berikut :

1. Pro-estrus

§ Bentuk sel epitel bulat dan berinti.

§ Leukosit tidak ada atau sedikit.

2. Estrus

§ Sel epitel menanduk sangat banyak

§ Sel epitel dengan inti berdegenerasi

3. Meso-estrus

§ Sel epitel menanduk sedikit

§ Leukosit banyak

4. Di-estrus

§ Sel epitel yang berinti sedikit

§ Leukositnya banyak

§ Terdapat mucus/lendir.

Terdapat macam-macam bentuk sel pada apusan vagina yang dapat dibedakan dengan memperhatikan ciri-ciri sebagai berikut ;

1. Sel epitel

Bentuk bulat, lonjong atau poligon, sitoplasmanya banyak dengan inti terletak di tengah.

2. Sel epitel menanduk (kornifikasi)

Sel yang paling besar pada apusan vagina, bentuk selnya pipih dengan tepi tidak rata dan tidak berinti

3. Sel leukosit

Ukuran selnya kecildan bentuk nukleus polimorfi

Pada hewan primata termasuk manusia siklus reproduksi tidak disebut siklus estrus tapi dinamakan siklus menstruasi. Pada hewan yang mengalami siklus estrus, maka perubahan struktur tidak hanya pada organ vagina tetapi juga pada organ ovarium atau uterus. Oleh karena itu, pada organ-organ itu terdapat siklus vagina, siklus etsrus, dan siklus ovarium yang saling berhubungan. Disamping itu pula, siklus estrus diatur oleh hormon-hormon gonadotropin, estrogen, dan progestoron.

C. TUJUAN

1. Membedakan kondisi dan warna vagina pada berbagai fase siklus estrus.

2. Membuat preparat apusan vagina.

3. Membedakan sel epitel, epitel bertanduk dan sel leukosit pada apusan vagina.

4. Menentukan fase-fase siklus estrus berdasarkan data pengamatan.

D. ALAT DAN BAHAN

1. Alat :

· Mikroskop

· Kaca arloji

· Objek glas

· Cover glas

· Pipet

2. Bahan

· Mencit betina umur 6 minggu

· Larutan NaCl 0,9 %

· Larutan metilen blue

· Entelan

E. CARA KERJA

1. Ambil seekor mencit, kemudian pegang dengan tangan kiri, ibu dan telunjuk jari memegang tengkuknya atau leher dorsal.

2. Dengan jari tengah, jari manis, dan kelingking memegang badan dan ekor.

3. Bagian vaginadisemprotkan NaCl 0,9% menggunakan pipet yang tumpul, kemudian dihisap 3 sampai 4 kali dengan hati-hati dan perlahan-lahan.

4. Cairan pada pipet dari hasil penyemprotan/pengisapan berwarna keruh, kemudian teteskan pada objek glas 1 sampai 2 tetes. Biarkan sampai kering.

5. Tetesi dengan larutan pewarna metilen blue 1%. Biarkan 5 sampai 10 menit.

6. Amati dibawah mikroskop. Bila zat warna berlebih, bilas dengan air dengan cara meneteskan air.

7. Tutup dengan glas penutup (entel).

F. HASIL PENGAMATAN

Pada praktikum apusan vagina mencit, pengamatan dibawah mikroskop cahaya tidak terlihat jelas. Tetapi, bisa dibedakan berdasarkan teori dan penjelasan dosen. Berikut foto yang kami ambil dari pengamatan :

1. Fase proestrus

Rounded Rectangle: leukosit

2. Fase estrus

Rounded Rectangle: Sel kornifikasi

3. Fase mesoestrus / met-estrus

4. Fase diestrus

G. PEMBAHASAN

Praktikum kali ini adalah mengamati fase-fase pembiakan (estrus) pada hewan mammalia, mencit salah satunya. Mencit yang digunakan adalah mencit betina yang dewasa yang siap kawin (pembiakan/berahi) yaitu berumur 6 minggu. Fase pembiakan atau berahi ini datang secara rutin pada hewan betina yang dikenal dengan daur atau siklus estrus.

Banyak hewan yang mengalami daur estrus sekali setahun, disebut Monoestrus. Terdapat pada hewan rusa, kijang, harimau, serigala, kucing hutan, dsbnya. Ada pula yang memiliki daur beberapakali setahun disebut Polyestrus. Terdapat pada hewan Rodentia (mencit) dan hewan yang sudah turun temurun dipiara yaitu kucing dan anjing.

Mencit memiliki masa estrus selama 4-5 hari. Siklus estrus, terutama yang polyestrus dapat dibedakan menjadi 4 fase yaitu Proestrus, Estrus, Met-estrus dan Di-estrus.

Proestrus ialah periode pertama pertumbuhan folikel dan dihasilkannya banyak estrogen. Estrogen ini merangsang pertumbuhan seluler pada alat kelamin tambahan, terutama pada vagina dan uterus. Fase ini ditandai dengan banyaknya sel epitel yang bulat dan berinti. Selain itu, pada fase ini juga terdapat sedikit sel kornifikasi dan leukosit.

Estrus merupakan klimaks fase folikel. Pada fase inilah, betina siap menerima jantan dan pada saat ini pula terjadi ovulasi (kecuali pada hewan yang memerlukan rangsangan sexuil lebih dulu untuk terjadinya ovulasi). Waktu ini betina jadi berahi atau panas. Pada apusan vagina mencit, fase ini ditandai dengan adanya sel kornifikasi atau sel epitel menanduk yang sangat banyak. Sel epitel dengan inti berdegenerasi.

Meso-estrus atau met-estrus adalah perpanjangan dari fase estrus. Pada apusan vagina, fase ini ditandai dengan jumlah sel leukosit yang paling banyak dibandingkan dengan jumlah sel yang lain. Disini, juga ditemukan sel kornifikasi.

Terakhir adalah fase Di-estrus, yaitu suatu fase istirahat dan tenang. Fase ini ditandai dengan jumlah leukosit, sel epitel menanduk sedikit. Ciri khas dari fase ini adalah terdapat mucus atau lendir.

H. KESIMPULAN

Berdasarkan pengamatan dan referensi yang kami dapatkan, kami dapat menyimpulkan bahwa :

1. Untuk mengetahui perkembangan fase estrus adalah dengan tekhnik apusan vagina (smear vagina).

2. Mencit memiliki 4 fase pembiakan (estrus) yaitu proestrus, estrus, meso-estrus dan di-estrus.

3. Proestrus ditandai dengan sel epitel berinti dengan jumlah yang banyak.

4. Estrus merupakan fase ovulasi yang ditandai dengan adanya sel kornifikasi (sel epitel menanduk) yang sangat banyak dan sel leukosit serta epitel berinti berjumlah sedikit.

5. Meso-estrus di tandai dengan adanya sel leukosit yang banyak.

6. Di-estrus memiliki ciri khas yaitu terdapat mucus atau lendir.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. [online] : http://syl4r.blogspot.com/2009/01/analisis-estrus.html

Machmudin, Dadang dan tim. 2008. Embriologi Hewan. Bandung : Biologi FPMIPA UPI

Nongae. 2008. Estrus Cycle. http://nongae.gsnu.ac.kr/~cspark/teaching/chap5.html. Tanggal akses 10 Mei 2008

Shearer, J. K. 2008. Reproductive Anatomy and Physiology of Dairy Cattle. Florida : University Of Florida.

Yatim, Wildan. 1994. Reproduksi dan Embryologi untuk Mahasiswa Biologi dan Kedokteran. Bandung : Tarsito