Jumat, 26 November 2010

FPMIPA UPI "Kampus Tercinta"



Gedung JICA dari arah selatan (Pintu Masuk)

FPMIPA (Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) UPI merupakan salah satu kampus bergengsi di Bandung yang menghasilkan berbagai lulusan unggulan yang bisa bersaing di dunia kerja dan pendidikan. Gedung FPMIPA UPI merupakan hibah dari Jepang, oleh karena itu gedung ini biasa dikenal dengan sebutan gedung JICA.

(Gedung JICA dulu, sebelum penanaman pohon)
Pada Fakultas ini, terdapat 5 jurusan yaitu Pendidikan Biologi, Pendidikan Kimia, Matematika, Fisika dan Komputer. Setiap jurusan dibagi lagi menjadi 2 Program Studi yaitu Pendidikan dan Non-Pendidikan (non-dik). Namun, saat ini jurusan komputer sudah memiliki gedung sendiri dan keberadaannya di gedung JICA digantikan oleh jurusan baru yaitu IPSE. Jurusan IPSE merupakan penjurusan internasional yang baru dirintis di MIPA.
(Bagian Tengah gedung JICA)

Gedung JICA terdiri atas 5 tingkat bangunan. Bagian selatan merupakan pintu utama dari gedung JICA. Selain itu, di lantai atasnya terdiri atas ruangan para dosen dan pejabat kampus serta beberapa ruangan kelas yang biasa digunakan oleh semua mahasiswa. Bagian barat terdiri atas cafetaria upi di lantai 1, auditorium yang sering digunakan sebagai tempat seminar nasional dan internasional di lantai 2-3, dan 4-5 merupakan ruangan pengontrolan. Di bagian utara, lantai 1-2 merupakan deretan Laboratorium Biologi dan ruangan dosen. Tingkat 3-4 merupakan laboratorium Fisika dan tingkat 5 merupakan ruangan Laboratorium Kimia. Di bagian Timur, di lantai 1 terdapat musholla, perpustakaan, dan beberapa ruangan dosen matematika, di lantai 2-3 merupakan ruangan perkuliahan dan ruangan dosen tertentu. sedangkan di Lantai 4 adalah ruangan besar yang biasa digunakan untuk perkuliahan umum seperti mata kuliah Kimia umum, Fisika umum, Biologi umum dan Matematika dasar.
Kampus JICA merupakan gedung yang diadaptasi dari bangunan-bangunan Jepang. Baik dari bahan-bahan yang digunakan serta bentuk yang unik. Hal inilah yang membedakan gedung JICA dengan gedung-gedung fakultas lain di Universitas Pendidikan Indonesia. Prestasi yang dihasilkan para mahasiswa di FPMIPA UPI juga tidak kalah dengan beberapa kampus bergengsi lainnya di Bandung. Maka tidak aneh, jika gedung ini beserta para mahasiswanya yang pintar sangat populer di kalangan mahasiswa dan dosen se-UPI.
Saya merupakan mahasiswi jurusan Pendidikan Biologi tingkat akhir yang sedang disibukkan dengan berbagai rutinitas kuliah yang semakin padat dan tugas plus-plus, dan saya bangga bisa kuliah dan menimba ilmu di gedung ini. Thanks God..

Kunjungan Laboratorium Instrumen FPMIPA UPI


Sebenarnya ini merupakan salah satu tugas dari mata kuliah yang saya kontrak saat ini, semester 7 yaitu "Toksikologi". Walaupun penuh dengan ketidakjelasan alias GJ, kami mahasiswa biologi tetap ngelaksanain tugas yg diamanahin ma ibu dosen tercinta..

Tanpa arahan and bimbingan sebelumnya, sudah dianggap dewasa and bisa segalanya mereun nya'.. amieennndd.. emang kita segala bisa.. ^^,
Kegiatannya dimulai dari jam 10.00-12.00 Langsung ke lantai 5, karena tempatnya cuman beda lantai aj dengan biologi..
Ternyata, kami dibagi menjadi 2 kloter. kelompok 1-6 menjadi kloter 1 dari jam 10.00-11.00, and 7-12 kloter ke 2 dari jam 11.00-12.00. And, alhasil kelompok saya yg kloter ke-2. Ampuuun, nunggu lagi deh.. tau lah, mahasiswa semester akhir tu banyak tugas and be a super busy.. gayyyaaa gan.. tapi, sebagian kelompok saya juga ada yang masuk ke kloter 1. cuman numpang absen ceunah.. (gak bole ditiru nih yg kayak gni.. tp kalo lgi kepepet mah, gak apa2..)

kloter 1, lamaaaa banget beresnya.. ternyata c ibu yang ngejelasin all about alat instrumen yang biasa di gunakan orang biologi mengira kami cuma 1 kloter. Y ampuuun, kasian kami yg kloter ke-2. waktunya mepet, jam 1 ada kuliah lagi. setelah masuk, kami dipaparin tentang GCMS, SSA, GC dan MS. Sedangkan alat lainnya, seperti HPLC dan FTIR dijelasin ama temen yang sebelumnya. Waktunya gak akan cukup gan.. saya si tertariknya ke SSA aja soalnya alat ini sepertinya akan sering saya gunakan beberapa bulan ke depan.. alat penelitian.. ^^

Beres penjelasan alat-alat.. kirain teh cuman pengenalan doank, udah deh,, eh dari c ibu dosen ternyata disuruh buat laporannya.. Padahal tau sendiri kan saya juga tidak penjelasan mendetail tentang semua alat. Alhasil, searching lagi deh..

Ni dibawah ini Rangkuman laporan Saya.. ^^,
Mudah-mudahan bermanfaat,, Amien..

PENGAMATAN ALAT-ALAT LABORATORIUM INSTRUMEN KIMA

A. PELAKSANAAN KEGIATAN
Hari, Tanggal : Rabu, 03 November 2010
Waktu : 10.00-12.00
Tempat : Laboratorium Instrumen Kimia FPMIPA UPI

B. TUJUAN PRAKTIKUM
Mengetahui dan mempelajari cara kerja alat-alat di Laboratorium Instrumen.

C. LANDASAN TEORI
Laboratorium kimia merupakan kelengkapan sebuah program studi yang digunakan untuk meningkatkan ketrampilan penggunaan dan pemakaian bahan kimia maupun peralatan analisis (instrumentasi). Dalam penggunaan lanjut, laboratorium merupakan sarana untuk melaksanakan kegiatan penelitian ilmiah. Laboratorium kimia dengan segala kelengkapan peralatan dan bahan kimia merupakan tempat berpotensi menimbulkan bahaya kepada para penggunanya jika para pekerja di dalamnya tidak dibekali dengan pengetahuan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja,.
Laboratorium Instrumen digunakan untuk kegiatan praktikum kimia instrumen, kimia makanan, dan kimia pemisahan lanjut. Peralatan pendukung utama yang tersedia adalah HPLC, GC, GCMS, AAS, Spektrofotmeter UV/VIS, FTIR, COD/BOD, Turbidimeter, Centrifuge, Freeze dryer, dan oven/furnace, dan water demineralizer.
Selain kegiatan praktikum di atas, laboratorium instrumen juga melayani pengukuran yang diperlukan untuk kegiatan praktikum lain seperti praktikum kimia analisis lanjut, kimia analitik II, pengolahan air/limbah, kimia anorganik II, dan kimia organik/organik bahan alam.

D. HASIL PENGAMATAN
Pada praktikum kali ini, kami mahasiswa biologi Universitas Pendidikan Indonesia melakukan kegiatan kunjungan di Laboratorium Kimia Instrumen. Pada Laboratorium ini banyak terdapat alat-alat yang mendukung kegiatan praktikum di Biologi khususnya mata kuliah Toksikologi. Adapun alat-alat yang kami dapatkan yang tidak ada di Laboratorium Biologi adalah:
  1. GC merupakan alat atau suatu sistem yang dapat menganalsis sample berupa gas atau larutan yang dapat berubah menjadi gas pada tekanan dam temperatur tertentu. Prinsip dasarnya yaitu pemisahan komponen-komponen berdasarkan daya absorpsinya terhadap fasa diamnya. jadi yang namanya GC mempunyai dua fasa yaitu fas gerak (cariier gas) dan fasa diam.
  2. GC-MS merupakan pengembangan dari GC, cuma ditambah spektroskopi massa. dengan GC-MS senyawa2 yang sudah di pisahkan oleh GC dapat langsung dikethui dengan MS, melalui fragmen2nya. GCMS sangat baik untuk mengindetifikasikan senyawa2 fase nonpolar/titik leleh rendah. Pada GC-MS, adanya penambahan detector dari GC tsb. jadi kalu GC sudah menggunakan MS maka kita akan mengetahui senyawa-senyawa yang akan kita analysis berdasarkan dari berat komponen-komponen setiap peaknya berdasarkan mol weight nya juga dan kita kan tahu senyawa-senya yang telah kita injeksikan ke dalam GC tersebut senyawa apa.
  3. SSA. Spektrometri merupakan suatu metode analisis kuantitatif yang pengukurannya berdasarkan banyaknya radiasi yang dihasilkan atau yang diserap oleh spesi atom atau molekul analit. Salah satu bagian dari spektrometri ialah Spektrometri Serapan Atom (SSA), merupakan metode analisis unsur secara kuantitatif yang pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang gelombang.
  4. FTIR
  5. HPLC

Jumat, 12 November 2010

Tradisi Unik n Antik


Ini adalah saya, gadis desa tapi besar didaerah orang and alhamdulillah mendapat berbagai pengalaman sebagai pelajaran di dalam kehidupan. Inilah saya yang real.. Rumah khas di Lombok yang terbuat dari pagar dan beratapkan rumbia, tapi sekarang sudah tergantikan oleh genteng yang terbuat dari batu bata.

Suatu tradisi yang berasal dari nenek moyang. terkadang dianggap sebagai warisan budaya leluhur yang bernilai tinggi oleh beberapa orang tertentu. Namun, terkadang juga,, suatu tradisi dianggap kuno dan tidak modern, sehingga memperlambat modernisasi.
Di desa Kawo, Kecamatan Pujut Lombok Tengah, NTB, masih terdapat beberapa tradisi masyarakat setempat yang sampai sekarang terus dilakukan. Misalnya saja, budaya "begawe" yang merupakan syukuran atas pernikahan dari keluarga tertentu selama beberapa hari. "begawe" adalah semacam pemberitahuan ke khalayak umum atau masyarakat luas mengenai adanya suatu acara penting yang biasanya disertai dengan pesta dan makan-makan. Pernikahan di desa-desa biasanya terjadi setelah panen padi selesai yaitu sekali setahun. Begawe identik dengan makanan berupa daging yang dibumbui ala daerah tersebut, sayur ares (sayur yang bahan bakunya dari batang pisang), dan serebuk (sejenis gado-gado). Umumnya di acara ini, pada malam inti ada hiburan berupa nyanyian dari masyarakat setempat (biasanya Adip) dan ditonton oleh orang-orang setempat. Para muda mudi memanfaatkan acara ini untuk pertemuan dan mengobrol, selain itu bisa saja digunakan untuk mencari pasangan atau jodoh. Para pemudi yang datang menonton acara hiburan menggunakan sarung khas (bendang) yang mencirikan perempuan desa, sedangkan pemuda terkadang menggunakan pengikat kepala dan sarung khas daerah pula.


Rata TengahTradisi lama pada acara begawe, yang sudah mulai ditinggalkan adalah "ngumbuk". Sangat disayangkan sekali, tradisi ini sudah mulai punah di desa Kawo. Namun, ditempat lain, ada beberapa desa yang masih melakukan proses "ngumbuk". Ngumbuk dalam bahasa sasak memiliki pengertian yang luas. Namun, dalam hal ini penulis membatasinya pada ruang lingkup di satu desa saja, yaitu desa Kawo. Ngumbuk diartikan sebagai memberi suatu barang (sabun, makanan, dan minuman seperti sprite, coca cola dll) pada wanita yang disukai oleh pria yang dilakukan pada malam begawe. Ngumbuk merupakan pembuktian cinta pria tersebut pada wanita di khalayak umum. Istilah sekarang adalah proses mengatakan cinta. Pada saat pemberian barang, si cowo tidak langsung memberikan tetapi melalui perantara orang ketiga.
Terlalu banyak tradisi dan kebudayaan di desa ini yang belum diceritakan secara mendetail. Bagian diatas merupakan awal perkenalan mengenai desa yang merupakan tempat kelhiran saya ini.
Tradisi di atas menurut saya sebagai pemudi asli desa Kawo, sangat unik dan berbeda dari kebudayaan daerah luar yang pernah saya temui. Oleh karena itu, diperlukan suatu kesadaran untuk melestarikan dan mempromosikannya ke luar sebagai aset daerah. Selain itu, perlu ditekankan disini bahwa suatu tradisi jika dibarengi dengan kesadaran pribadi maka tidak akan menghalangi suatu perkembangan di desa tersebut, malah akan menambah nilai kekayaan desa.


(Masi Belajar menulis)
Mohon Kritikannya..

Jumat, 15 Oktober 2010

Proses Transkrip Pasca-Transkripsi

Pemotongan dan penyambungan RNA ( splicing )
Pada eukaryot banyak terdapat gen yang organisasinya tersusun atas akson dan intron, meskipun tidak semua gen eukaryot mempunyai intron. Pada awalnya, gen yang terdiri atas ekson dan intron yang ditranskipsi menghasilkan pre-mRNA (transkripsi primer, primary transcpt ) karena masih mengandung sekuensi intro. Pada tahapan selanjutnya intron akan dipotong dari pre-mRNA dan ekson-ekson yang ada selanjutnya disambung menjadi mRNA yang matang ( mature mRNA ). Proses pemotongan intron dan penyambungan kembali ekson-ekson disebut sebagai proses penyambungan RNA ( RNA splicing ). Transkripsi mRNA yang sudah matang inilah yang selanjutnya akan ditranslasi.
Proses splicing RNA adalah proses yang sangat akurat. Akurasi proses pemotong dan penyambungan ditentukan oleh suatu urutan nukleotida yang dikenal sebagai splicing signals. Sejauh ini nukleotida lestari yang ditemukan pada beberapa intron yang berbeda yang diketahui adalah dua nukleotida pada ujung intron, yaitu :
Ekson-GU..............AG-ekson

Selain urutan tersebut juga ada urutan kosensus pada bagian pertemuan antara ekson dan intron. Pada gen-gen yang ada dalam nukleus, urutan konsesusnya adalah sebagai berikut :

A64 G73 G100 U68 A68 A68 G84 U63...............Gpy74-87 n C65 A100 G100 n

Angka-angka menunjukkan persentase frekuensi nukleotida pada tiap posisi, jika angkanya 100 berarti basa tersebut selalu berada pada posisi tersebut. N dan py menyatakan nukleotida apa pun atau basa pirimidin yang mungkin ada pada posisi tersebut. Urutan nukleutida pada bagian pertemuan ekson-intron tersebut berbeda untuk gen tRNA dan gen struktural pada mitokondria dan kloroplas karena adanya perbedaan dalam hal mekanisme pemotongan-penyambungan RNA-nya. Pada gen-gen yang ada dalam nukleus hanya ada dalam urutan nukleotida lestari. (conserved ) yang pendek yaitu tactaac, yang terletak sekitar 30 pasangan basa di sebelah hulu dari sisi 3’ penyambungan. Residu adenine pada posisi keenam kotak tactaac adalah residu yang lestari dan mempunyai peranan sangat penting dalam proses pemotongan-penyambungan intron-ekson. Secara umum dapat disebut bahwa sekuens intron pada gen-gen dalam nukleus bersifat acak, kecuali sekuens dinukleutida gt dan ac serta kotak tactaac. Intron pada gen-gen dalam inti sel. Sekuens konsensus pada daerah perbatasan antara ekson-intron pada prekursor mRNA khamir telah diketahui dengan urutan sebagai berikut :

5’ – GUAUGU – intron - UACUAAC – pyAG – 3’

Dari beberapa penelitian diketahui bahwa sinyal untuk pemotongan intron dan penyambungan ekson ( splicing signals ) pada prekursor mRNA gen-gen pada nukleus sangat seragam, yaitu kedua basa intron pertama hampir selalu mengandung gu dan dua basa terakhir hampir selalu mengandung ag. Selain itu, keseluruhan sekuens konsensus sangat penting untuk pemotongan intron dan penyambungan ekson secara tepat. Mutasi pada sekuens konsensus dapat mengakibatkan splicing yang abdnormal. Sifat lestari ujung 5’ dan 3’ pada posisi pemotongan-penyambungan serta kotak tactaac menunjukan bahwa hal ini mempunyai fungsi sangat pen ting dalam ekspresi genetik. Mutasi pada bagian tersebut dapat menyebabkan perubahan fenotip pada banyak jasad eukaryot. Sebagai contoh, mutasi pada daerah ini seringkali bertanggung jawab dalam pemunculan penyakit menurun pada manusia, misalnya kelainan hemoglobin.
Penelitian menunjukan bahwa proses pemotongan intron dan transkrip RNA terdiri atas tiga tipe yang bebeda yaitu :
  1. Intron pada prekursor tRNA dipotong dengan menggunakan endonuklease secara tepat diikuti oleh reaksi ligasi ( penyambungan ) menggunakan enzim ligase.
  2. Intron pada beberapa prekursor rRNA dihilangkan dengan mekanisme auto katalitik melalui reaksi unik yang melibatkan molekul RNA itu sendiri dan tidak melibatkan aktivitas enzim.
  3. Intron pada pre-mRNA dipotong dengan mekanisme reaksi dua-langkah yang dilakukan oleh partikel ribonukleoprotein yang disebut spliceosome.
Mekanisme splicing prekursor mRNA inti sel
Proses splicing menghasilkan suatu struktur cabang yang disebut dengan lariat karena bentuknya seperti tali laso. Pada tahap pertama, gugus 2’-oh nukleotida adenine yang ada dalam intron menyerang ikatan fosfodiester yang menghubungkan ekson 1 dengan intron. Hal ini menyebabkan terputusnya ikatan ekson 1 dengan intron sehingga dihasilkan ekson 1 yang bebas dan struktur lariat yang merupakan gabungan antara intron dengan ekson 2. Struktur lariat tersebut mempunyai ujung 5’ gu yang berikatan dengan titik percabangan melalui ikatan fosfodiester antara intron dengan ekson 2, menghasilkan struktur intron berbentuk lariat dan ekson 1/ ekson 2 yang bersambungan. Penyambungan antara ekson 1 dan ekson 2 diperantai oleh gugus fosfat pada ujung 5’ ekson 2.
Penelitian pada khamir menunjukan bahwa spilicing berlangsung didalam suatu partikel berurutan 40s yang disebut sebagai spliceosome. Partikel tersebut mempunyai peranan sangat penting dalam splicing karena pre-mRNA yang mengalami mutasi A menjadi C.
Pada titik percabangan tidak dapat mengalami splicing. Hal itu disebabkan RNA semacam ini tidak mampu membuat struktur spliceosome. Selain partikel spliceosome, faktor lain juga berperan penting dalam splicing adalh molekul RNA berukuran kecil yang disebut small nuclear RNA ( snRNA ) yang berasosiasi dengan suatu protein membentuk kompleks small ribonuclear proteins ( snrnp, dibaca “ snurp “ ). Kompleks tersebut dapat dipasangkan dipisahkan dengan elektroforesis gel menghasilkan partikel-partikel individual yangb disebut u1, u2, u4, u5 dan u6.

Mekanisme splicing secara autokatalik
Mekanisme ini terjadi pada prekursor rRNA tanpa melibatkan enzim. Lebih jauh telah diketahui pula bahwa mekanisme semacam ini juga terjadi pada pemotongan intron prekursor rRNA, tRNA, mRNA yang ada pada mitokondria dan kloroplas banyak spesies, misalnya pemotongan intron gen 26s rRNA dan tetrahymena. Mekanisme splicing autokatalitik tidak memerlukan energi maupun enzim tetapi melibatkan reaksi transfer ikatan fosfoester tanpa ada ikatan yang hilang. Proses pemotongan intron secara autokatalitik dapat dibedakan menjadi dua yaitu pada gen-gen yang mengandung intron grup i dam intron grup ii.
Pada intro grup i ( misalnya 26s rrn pada tetrahymena ), proses splicing melibatkan penambahan nukleotida guanine pada ujung 5’ intron. Guanine tersebut adalah nukleotida yang berasal dari luar, bukan bagian integral intron seperti yang diamati pada splicing menggunakan spliceosome. Pada tahap pertama, nukleotida guanine menyerang nukleotida adenine pada ujung 5’ intron dan melepaskan ekson 1. Pada tahap kedua, ekson 1 menyerang ekson 2 sekaligus melakukan penyambungan ekson 1 dan ekson 2 serta melepaskan intron berbentuk linier. Selanjutnya, dengan proses yang berbeda, intron linier dipotong nukleotidanya sebanyak 19 nukleotida dari ujung 5’.

Mekanisme splicing precursor tRNA
Mekanisme splicing precursor tRNA pada sacchromyces cerevisiaemalaui du tahapan. Dalam tahapan pertama, enzim yang disebut splicing edonuklease (tRNA endonucleasse) yang terikat pada memberan nucleus melakukan dua pemotongan secra tepat pada kedua ujung intrn. Selanjutnya pada tahap ke dua suatu enzim yang disebut splicing ligase (RNA ligase) menyambung kedua bagian tRNA sehigga dihasilkan molekul tRNA yng sedah matang.
Beberapa mekanisme splicing yang dijelaskan adalah mekanisme cis splicing yaitu proses splicing yng melibatkan dua ekson atau lebih yang ada pada gen yang sma. Penelitian pada triphanosoma, protozoa yang memiliki alatgerak flagella, menunjukkan ada mekanisme splicing alteRNAtive yang disebut trans-splicing . Pada trans-splicing ekson-ekson yang digabungkan erasal dari gen yang sama, bahkan dapat berasal dari kromosom yang berbeda. Penelitian yang lebih lanjut pada jasad ini menunjukkan bahwa semua mRNA mempunyai 35 nukliotida awal (leader), disebut sebagai splicid leader(sl), tetapi gen-gen yang mengkode mRNA tersebut tidak mempunyai urutan komplementer ke 35 nukleotida awal. Gen yang mengkode sl tersebut diketahui berulang sekitar 200 kali pada genon tripanosoma. Gen tersebut hanya mengkode sl ditambah 100 nukleotida yang tersambung pada sl melalui skekuen splising. Consensus pada ujung 5’. Dengan demikian gen mini tersebut tersusun ekson sl yang pendek dan ujung 5’ suatu intron.

Poliadenilasi mRNA
Transkrip mRNA pada eukariot juga mengalami pemprosesan dalam bentuk penambahan polia (ranntai amp). Pada ujung 3’ sepanjang kurang lebih 200-250 nukletida. Penambahan polia semacam ini tidak terjadi pada rRNA maupun tRNA. Rantai polia tersebut ditambahkan pasca transkripsi karena tidak ada bagia gen yang mengkode rangkaian a atau t semacam ini. Penambahan tersebut dilakukan dengan menggunakan aktivitas enzim poli(a) polimease yang ada di dalam nucleus. Sebagai besar mRNA mengandung polia kecuali mRNA histon.
Penambahan polia pada ujung 3’ meningkatkan stabilitas mRNA sehingga mRNA memiliki umur yang leih panjang dibandingkan mRNA yang tidak memiliki polia. Selain itu juga ada bukti yang mununjukkan bahwa keberadaan poli a meningkatkan efisies=nsi translasi mRNA semacam itu. Diketahui ada suatu protein, yaitupoli(a) bindng protein i., yang menenpel pada polia sehingga meningkatkan eisiensi translasi. Bukti lain juga menegaskan bahwa mRNA yang mempunyai polia, mempunyai kemungkinan yang lebih tinggi untuk mengikat ribosom sehingga dapat meningkatkan efisiensi translasi dibndingkan mRNA yang tidak mengalami poliadenilasi. Poliadenilasi dlakukan pada prekusor mRNA bahkan sebulum terjadi termnasi transkripsi. Hal tersebut dlakukan dengan cra memoton prekusor mRNA pada bagian yang nantinya akan menjadi bagian mRNA yang matang, kemudian dilanjutkan dengan penambhan polia paa ujung 3’ yang terbuka. Bagian mRNA yang isentesis setelah poliadenilasi selanjutnya akan didegradasi.
Tempat dilakukannya poliadenilasi dicirikan oleh suatu sinyal poliadenilasi pada gen mamalia. Sinyal tersebut terdri aas rankaian nukleotida aataaa yang diikuti oleh sekitas 20 tida yang kaya kakn residu gt serta diikuti oleh motif yang kaya akan t. Transkrip mRNA pada tanaman dan khamir juga mengalami poliadenilasi tetapi sinya poliadenilasinya berbeda dari yang ada pada mamalia karena ada variase pada sekuens aataaa. Pada khamir jarang sekali ada moif aataaa yang ditemukan.
Penambahan tudung (cap) pada mRNA
Pada mRNA eukariot mengalami meilasi (penambahan gugus metal) yang sebagian besar terakumulasi pada ujung 5’ mRNA. Struktur ini kemudian dikenal sebagai tudung mRNA (mRNA cap). Pada perkembangan selanjutnya, tudung mRNA tersebut merupakan molekul 7 metilguanosin (m7g). Tudug mRNA tersebut disintesis dalam beberapa tahap. Pertama, enzim RNA triposphatase memotong gugus fosfat pada ujung pre-mRNA, kemudian nzim guanilil transferase menambahkan gnp. Selanjutnya, enzim metal transferase melakukan metilasi tudung guanosin pada n7 dan gugus 2’-o metal pada nukleotida pada ujung tudung tersebut. Proses penambahan tudung tersebut berlagsung pada tahapan awal transkripsi sebulum transkrip mencapai panjang 30 nukleotida.
Tudung mRNA memiliki empat macam fungsi yaitu :
  1. melindungi mRNA dari degradasi,
  2. meningkatkan efisiensi translasi mRNA,
  3. meningkatkn pengangkutan mRNA dari nucleus ke sitoplasme,
  4. meningkatkan efisiensi proses splicing mRNA.
Tudung m7g berikatan dengan mRNA melalui ikatan trifosfat dan hal ini diperkirakan untuk melindungi mRNA dari serangan RNAse yang tidak dapat memotong ikatan triphosphat. Tudung tersebut juga meningkatkan efisiensi translasi karena ribosom dapat mengakses mRNA melalui suatu protein yang menempel pada tudung. Dengan demikian, jika tida ada tudung, maka proein yang melekat pada tudung tidak dapat menempel. Hal itu akhirnya mengurangi kemungkinan ribosom untuk menempel dan melakukan translasi.

Pemrosesan rRNA dan tRNA
Molekul rRNA yang dihasilkan pada prokariot maupun eukariot pada awlnya berupa prekosor yang erukuran leih anjang dari molekul yang matang. Sebagai contoh, pada mamalia, dihasilkan prekuso rRNA yang berukuran 45s yang sesungguhnya terdiri atas ukurang yang lebih kecil yaitu 28 s, 18s, dan 5,8s. Nukleotida diantara unit-unit kecil tersebut harus dipotong (diproses) untuk menghasilkan unit-unit fungsional yang lebih kecil. Perlu diperhaikan bahwa pemrosesan prekusor rRNA yang dimaksud disini buknlah splicing, karena splicing adalah proses pemotongan intron yang ada di dalam struktur inteRNAl transkrip dan diikuti oleh penyambungan ekson. Pada pemrosesan prekusor rRNA semacam ini idak ada penyambungan kembali molekulmolekul rRNA yang sudah dipotong karena masing-masing unit yang dihailkan adalah unit independen.
Selain rRNA, molekul tRNA juga disintesis juga disintesis dalam dibentuk prekusor. Pada prokariot, prekusor tersebut dapat terdiri atas satu tRNA atau lebih, atau kadang bercampur dengan rRNA. Untuk memotong prekusor yang terdiri atas lebih dari satu tRNA atau campuran tRNA danrRNA pada prokariot diperlukan aktifitas enzim RNAse iii. Setelah dipotong , tRNA masih mengandung beberapa nukleotida pada ujung 5’ maupun 3’. Demikian pla pada eukariot, ujung5’ dan 3’ pada prekusor tRNA mengandung beberapa nukleotida. Nukleotida tambahan yang ada pada ujung 5 ‘ pada prekusor tRNA prokariot maupun eukariot akan dipotong oleh enzim RNAse p, sedangkan ujung 3’nya akan diproses dengan enzim RNAse d., RNAse bn, RNAse t, RNAse ph, RNAse ii, dan polinukleotida osforilase (PNPase).

Penyuntingan RNA
Selain fenomena trans-splicing, pada tripanosoma juga terdapat mekanisme pasca transkripsi lain yang aneh yang disebut sebagai penyuntingan RNA (RNA editing). Pada perkembangan selanjutnya diketahi bahwa sekuen mRNA sitokrom oksidase ii (coii) pada tripanosoma ternyata tidak sesuai dengan sekuens gen yang mengkodenya. Sekuens mRNA coii diketahui mengandung 4 nukleotida yang tidak terdapat pada gen coii yang ada di dalam kinetoplast (semacam mitokondria yang mengandung dua dna lingkar yang terikat bersama menjadi struktur catanane). Ketiadaan keempat nukleotida tersebut pada gen coii nampaknya dapat menyebabkan terjadinya mutasi pergeseran pola baca (framehift) yang dapat menyebabkan gen menjadi tidak ktif. Meskipun demikian, mRNA yang dihasilkan ternyata mengandung empat nukleotida tersebut sehingga tidak terjadi pergeseran pola baca. Rob banne berkesimpulan bahwa mRNA tripanosoma tersebut dikopi dari suatu gen yang tidak lengkap, disebut sebgai cryptogene, kemudian disun ting lagi dengan menambahkan empat nukleotida yang kesemuanya adalah urdine.
Penelitian-penelitian berikutnya membuktian bahwa penyuntingan mRNA memang fenomena umum pada tripanosoma. Bahkan, beberapa mRNA isunting secara sangat ekstensif, misalnya sukuens mRNA coii trypanosoma brucei sepanjang 731 nukleotiga mengandung 407 uridine (u) yang ditambahkan melalui proses penyuntingan. Selain penambahan, penyuntingan pada mRNA coii juga menghilangkan 19 uridine yang dikod. Fenomena penyuntingan tersebut diketahui selalu terjadi pada ujung 3’ dn tidak ada pada ujung 5’ dengan orientasi 3’ ke 5’. Penyuntingan tersebut diketahui dilakukan oleh suatu molekul RNA yang disebut sebagai guide RNA (gRNA). Molekul gRNA tersebut berhibidisasi dengan baigian mRNA yang tidak di edit dn menyediakan nukleotida a dan g sebagai cetakan untuk penggabungan nukleotida u yang tidak ada pada mRNA. Kadang-kadang gRNA tidak mempunyai a atau g yang dapat berpasangan dengan u pada mRNA sehingga nukleotida tersebut dihilangkan menggunakan enzim eksoniklease.

Note : semoga mudah dimengerti.. Amiend.. ^^

Rabu, 06 Oktober 2010

Perbandingan Adaptasi Tumbuhan Mesofit, Hidrofit, Xerofit dan Halofit

Adaptasi morfologi adalah penyesuaian bentuk tubuh, struktur tubuh atau alat-alat tubuh organisme terhadap lingkungannya. Perubahan atau adaptasi morfologi merupakan salah satu bentuk adaptasi yang mudah diamati karena merupakan perubahan bentuk luar. Berdasarkan kemampuan penyerapan air, tumbuhan dibedakan menjadi tumbuhan xerofit, hidrofit, higrofit, halofit dan mesofit.
Xeroflt, yaitu tumbuhan yang menyesuaikan diri dengan lingkungan yang kering, contohnya kaktus. Cara adaptasi xerofit. antara lain mempunyai daun berukuran kecil atau bahkan tidak berdaun (mengalami modifikasi menjadi duri), batang dilapisi lapisan lilin yang tebal, dan berakar panjang sehingga berjangkauan sangat luas.
Hidrofit, yaitu tumbuhan yang mempunyai kemampuan dan menyesuaikan diri untuk hidup pada lingkungan berair, contohnya Eicchornia crassipes , teratai. Cara adaptasi hidrofit, antara lain berdaun lebar dan tipis, serta mempunyai banyak stomata.
Higrofit, yaitu tumbuhan yang menyesuaikan diri dengan lingkungan lembap, contohnya tumbuhan paku dan lumut.
Halofit, yaitu golongan tumbuhan yang mempunyai kemampuan untuk hidup di lingkungan dengan kadar garam tinggi. Ex : Bakau, Nipah.
Mesofit yaitu golongan tumbuhan yang mempunyai kemampuan untuk hidup di lingkungan yang cukup air. Ex : Coffea, Coklat.
Tumbuhan Xerofit
Tumbuhan Xerofit yaitu tumbuhan yang hidup pada daerah yang kekurangan air/minim air. Contohnya Kurma dan Kaktus. Daun kecil berbentuk duri untuk mengurangi penguapan. Batang sukulen yang kaya akan air. Lapisan kutikula tebal untuk mengurangi penguapan. Berakar serabut yang sangat panjang untuk mencari air dan hara mineral di dalam tanah. Kloroplas hanya pada bagian tepi sel, bagian tengah berisi air . terdapat empulur, kotreks dan epidermis yang tebal. Tipe stomata parasitik.
Tumbuhan Hidrofit
Tumbuhan hidrofit merupakan tumbuhan yang hidupnya berada di dalam air. Adaptasi strukturalnya terkait dengan kandungan air yang tinggi dan kekurangan ketersediaan oksigen. Dikategorikan dalam 3 hal, yaitu : tumbuhan melayang, tumbuhan terapung, tumbuhan tenggelam.
Adapun beberapa faktor yang mendorong tanaman hidrofit mengalami adaptasi khusus terhadap habitatnya adalah kelebihan air dan medium kurang menunjang terhadap pertumbuhan tanaman.
Tumbuhan hidrofit melakukan beberapa adaptasi khusus, yaitu:
  1. Reduksi jaringan pelindung (epidermis), epidermis beralih fungsi bukan sebagai pelindung tetapi berfungsi untuk penyerapan gas dan nutrient langsung karena dinding selulosa dan kutikulanya tipis. tidak punya stomata (tumbuhan hidrofit tenggelam), pertukaran gas langsung melalui dinding sel.
  2. Reduksi jaringan penguat (sklerenkim), Memiliki sedikit atau bahkan tidak mempunyai jar. Skerenkim. Air memberi kekuatan dan melindungi tumbuhan dari kerusakan.
  3. Reduksi jaringan pengangkut, xilem memperlihatkan pereduksian yang paling besar dan floem berkembang cukup baik.
  4. Reduksi jaringan penyerap. sistem akar kurang berkembang dan bulu akar serta tudung akar tidak ada.
  5. Terdapat pengembangan ruang-ruang udara yang spesial (aerenkim). Terdapat pada daun dan batang hidrofit, menyediakan atmosfir internal bagi tumbuhan, memberikan pelampung bagi tumbuhan untuk mengapung , menyimpan udara oksigen dan karbondioksida.
Ciri-ciri tumbuhan Hidrofit jika dilihat dari morfologinya adalah memiliki batang yang berongga, umumnya struktur batang lunak, akar tidak berkembang dan tidak memiliki tudung akardan terdapat stomata dalam jumlah yang sedikit. Ciri anatominya adalah memiliki lebih dari satu aerenkim, tidak memiliki kutikula dan adanya lakuna yang besar dan banyak.
Tumbuhan Halofit
Tumbuhan halofit merupakan tumbuhan pantai yang hidup pada kondisi selalu tergenang ataupun terkadang tergenang air laut. Tumbuhan ini hidup pada kondisi kadar salinitas air laut yang tinggi. Oleh karena itu, tumbuhan pantai umumnya memiliki adaptasi yang unik terhadap kondisi lingkungan tersebut.
Adapun bentuk adaptasinya adalah memiliki jaringan aerenkim dengan ruang antar sel yang besar dan jaringan pembuluh tersebar. Flora mangrove menyerap air tetapi mencegah masuknya garam, melalui saringan (ultra filter) yang terdapat pada akar . Flora mangrove menyerap air dengan salinitas tinggi kemudian mengekskresikan garam dengan kelenjar garam yang terdapat pada daun.
Tumbuhan mesofit
Tumbuhan mesofit merupakan tumbuhan yang hidup di lingkungan yang kandungan airnya, kandungan kelembaban dan temperatur yang cukup. Hidup di habitat dengan tanah yang beraerasi baik. Bentuk adaptasi pada tumbuhan mesofit umumnya sangat sederhana karena lingkungan tempat tumbuhnya sudah cocok untuk pertumbuhannya. Dilihat dari akar, tumbuhan mesofit memiliki akar yang berkembang dengan baik, pada monokotil memiliki serabut akar dan pada dikotil memiliki akar sekunder. Pada batang umumnya padat dan tumbuh cabang. Sedangkan pada daun, tumbuhan mesofit umumnya berwarna hijau dan berkembang dengan baik. Memiliki kutikula dan terdapat stomata di bawah permukaan daun. Memiliki bentuk yang bervariasi.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa :
  1. Tumbuhan Hidrofit yang mampu hidup di air beradapatasi dengan daun yang lebar dan tipis, memiliki stomata yang banyak, yaitu di bagian permukaan atas lebih banyak dibandingkan dengan bagian permukaan bawah daun, terdapat jaringan aerenkim yang besar dan lebar.
  2. Tumbuhan Xerofit yaitu tumbuhan yang mampu hidup di tanah yang kering (kekurangan air) beradaptasi dengan cara daun bermodifikasi menjadi duri, memiliki akar yang lebih panjang daripada tinggi tumbuhan, terdapat stomtata yang sangat sedikit pada bagian bawah epidermis batang, terdapat lapisan kutikula yang sangat tebal untuk mengurangi penguapan.
  3. Tumbuhan Mesofit yaitu tumbuhan yang mampu hidup dengan kondisi air yang cukup memiliki adaptasi kutikula yang tidak tebal, stomata tipe phaneropor. Mampu hidup di daerah yang tidak terlalu kering dan tidak terlalu basah tetapi di tempat lembab. Akar umumnya tidak melebihi panjang tumbuhan.
  4. Tumbuhan Halofit yaitu tumbuhan yang mampu pada kondisi kadar garam yang tinggi (salinitas) beradaptasi dengan cara membentuk kelenjar garam yang terdapat pada daun, memiliki jaringan aerenkim dengan ruang antar sel yang besar dan jaringan pembuluh tersebar.

Jika ada yang kurang, mohon dikritik.. ^^

Senin, 04 Oktober 2010

Transkripsi DNA

Transkripsi dalam genetika adalah pembuatan RNA dengan menyalin sebagian berkas DNA. Transkripsi adalah bagian dari rangkaian ekspresi genetik. Pengertian asli "transkripsi" adalah alih aksara atau penyalinan. Di sini, yang dimaksud adalah mengubah "teks" DNA menjadi RNA. Sebenarnya, yang berubah hanyalah basa nitrogen timina di DNA yang pada RNA digantikan oleh urasil.
Transkripsi merupakan tahapan penting dalam sintesis protein atau ekspresi gen. Proses transkripsi terjadi pada nukleus (prokaryotik: nukleoid) di mana DNA diterjemahkan menjadi kode-kode dalam bentuk basa nitrogen membentuk rantai RNA yang bersifat single strain. Namun, pada rantai RNA yang terbentuk basa Timin digantikan dengan basa Urasil. Pada prokaryotik, rantai RNA langsung ditranslasikan sebelum transkripsi selesai. Sedangkan pada eukaryotik, rantai di bawah menuju sitoplasma (ribosom) untuk ditranslasi menjadi produk gen. Pembentukan RNA pada proses transkripsi melibatkan enzim RNA polymerase.
Transkripsi berlangsung di dalam inti sel atau di dalam matriks mitokondria dan plastida. Transkripsi dapat dipicu oleh rangsangan dari luar maupun tanpa rangsangan. Pada proses tanpa rangsangan, transkripsi berlangsung terus-menerus (gen-gennya disebut gen konstitutif atau "gen pengurus rumah", house-keeping genes). Sementara itu, gen yang memerlukan rangsangan biasanya gen yang hanya diproduksi sewaktu-waktu; gennya disebut gen regulatorik karena biasanya mengatur mekanisme khusus. Rangsangan akan mengaktifkan bagian promoter inti, segmen gen yang berfungsi sebagai pencerap RNA polimerase yang terletak di bagian hulu bagian yang akan disalin (disebut transcription unit), tidak jauh dari ujung 5' gen. Promoter inti terdiri dari kotak TATA, kotak CCAAT dan kotak GC.
Sebelum RNA polimerase dapat terikat pada promoter inti, faktor transkripsi TFIID akan membentuk kompleks dengan kotak TATA. Inhibitor dapat mengikat pada kompleks TFIID-TATA dan mencegah terjadinya kompleks dengan faktor transkripsi lain, namun hal ini dapat dicegah dengan TFIIA yang membentuk kompleks DA-TATA. Setelah itu TFIIB dan TFIIF akan turut terikat membentuk kompleks DABF-TATA. Setelah itu RNA polimerase akan mengikat pada DABF-TATA, dan disusul dengan TFIIE, TFIIH dan TFIIJ.
Kompleks tersebut terjadi pada bagian kotak TATA yang terletak sekitar 10-25 pasangan basa di bagian hulu (upstream) dari kodon mulai (AUG). Adanya faktor transkripsi ini akan menarik enzim RNA polimerase mendekat ke DNA dan kemudian menempatkan diri pada tempat yang sesuai dengan kodon mulai (TAC pada berkas DNA). Berkas DNA yang ditempel oleh RNA polimerase disebut sebagai berkas templat, sementara berkas pasangannya disebut sebagai berkas kode (karena memiliki urutan basa yang sama dengan RNA yang dibuat). Pada awal transkripsi, enzim guaniltransferase menambahkan gugus m7Gppp pada ujung 5' untai pre-mRNA. Sejumlah ATP diperlukan untuk membuat RNA polimerase mulai bergerak dari ujung 3' (ujung karboksil) berkas templat ke arah ujung 5' (ujung amino). pre-mRNA yang terbentuk dengan demikian berarah 5' → 3'. Pergerakan RNA polimerase akan berhenti apabila ia menemui urutan basa yang sesuai dengan kodon berhenti, dan deret AAUAAA akan ditambahkan pada pangkal 3' pre-mRNA. Setelah proses selesai, RNA polimerase akan lepas dari DNA, sedangkan pre-mRNA akan teriris sekitar 20 bp dari deret AAUAAA dan sebuah enzim, poli(A) polimerase akan menambahkan deret antara 150 - 200 adenosina untuk membentuk pre-mRNA yang lengkap yang disebut mRNA primer.
Tergantung intensitasnya, dalam satu berkas transcription unit sejumlah RNA polimerase dapat bekerja secara simultan. Intensitas transkripsi ditentukan oleh keadaan di sejumlah bagian tertentu pada DNA. Ada bagian yang disebut suppressor yang menekan intensitas, dan ada yang disebut enhancer yang memperkuatnya.

Hasil Transkripsi DNA
Hasil transkripsi adalah berkas RNA yang masih "mentah" yang disebut mRNA primer. Di dalamnya terdapat fragmen berkas untuk protein yang mengatur dan membantu sintesis protein (translasi) selain fragmen untuk dilanjutkan dalam translasi sendiri, ditambah dengan bagian yang nantinya akan dipotong (intron). Berkas RNA ini selanjutnya akan mengalami proses yang disebut sebagai proses pascatranskripsi (post-transcriptional process).

Transkripsi pada Eukaryotik
Secara umum mekanisme transkripsi eukaryotik serupa dengan transkripsi pada prokaryotik. Di mana proses transkripsi diawali (diinisiasi) oleh proses penempelan faktor-faktor transkripsi dan kompleks enzim RNA polymerase pada daerah promoter. Namun demikian, pada eukryotik RNA polymerase tidak menempel secara langsung pada DNA di daerah promoter, melainkan melalui perantaraan protein-protein lain yang disebut faktor transkripsi (transcription factor, TF). Faktor transkripsi dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:
  1. faktor transkripsi umum, mengarahkan RNA polymerase ke promoter dan menghasilkan transkripsi pada aras dasar (basal level).
  2. faktor transkripsi khusus, pengaturan transkripsi yang lebih spesifik untuk suatu gen.
Setelah faktor-faktor transkripsi umum dan RNA polymerase menempel pada promoter, selanjutnya akan terjadi pembentukan kompleks promoter terbuka (open promoter complex). Transkripsi dimulai pada titik aawal transkripsi (RNA initiation, RIS) yang terletak beberapa nukleotida sebelum urutan kodon awal ATG.
Selain itu, pada eukaryotic terdapat tiga kelas gen, yaitu gen kelas I, kelas II, dan kelas II yang masing-masing dikatalisis oleh RNA polymerase dan faktro transkripsi yang berbeda. Dalam penjelasan proses transkripsi eukaryotic ini, hanya akan menjelaskan proses transkripsi pada gen II.
Proses transkripsi pada eukaryotic terdiri atas 3 tahapan, yaitu inisiasi, elongasi dan terminasi.
Inisiasi Transkripsi
Transkripsi gen kelas II dilakukan oleh RNA polymerase II yang dibantu oleh beberapa faktro transkripsi umum.
  • membentuk kompleks pra-inisiasi yang akan segera mengawali trasnkripsi jika ada nukleotida.
  • Pembentukan kompleks prainisiasi yaitu penyusunan kompleks transkripsi umum (TFIIA, TFIIB, TFIID, TFIIE, TFIIF, TFIIH, dan TFIIJI) dan RNA polymerase II pada daerah promoter. Faktor transkripsi umum akan menempel secara bertahap sebagai berikut:
  1. TFIID menempel pada bagian kotak TATA pada promoter yang dibantu oleh faktor TFIIA sehingga membentuk kompleks DA.
  2. Penempelan TFIIB
  3. TFIIF menempel dan diikuti oleh penempelan RNA polymerase II.
  4. Faktor TFIIE akan menempel diikuti oleh TFIIH dan TFIIJ. Dari penempelan diatas terbentuklah kompleks prainisiasi yakni kompleks DABPoIFEH. Dengan demikian, RNA polymerase II pada eukaryotic tidak menempel secara langsung pada DNA, melainkan melalui perantaraan faktor transkripsi.
  • Proses pengenalan promoter diarahkan oleh ikatan TFIID dengan kotak TATA, sedangkan TFIIA meningkatkan daya ikat TFIID dengan kotak TATA.
  • RNA polymerase dan TFIIH menutupi daerah promoter mulai dari posisi -34 sampai +17.
  • TBP, TFIIB, TFIIF dan RNA polymerase II, membentuk kompleks inisiasi sehingga terjadi pembukaan DNA secara local dan pembentukan ikatan fosfodiester pertama.
  • TFIIE dan TFIIH melakukan proses pelepasan dari promoter dengan dikatalisis oleh DNA helikase sehingga DNA pada daerah promoter terbuka. Di mana DNA dipuntir pada daerah hilir dari bagian yang berikatan dengan faktor transkripsi yang lain dan membentuk gelembung transkripsi. Transkripsi dimulai dan bergerak ke arah hilir sepanjang 10-12 nukleotida.
  • Fosforilasi RNA polymerase II oleh faktor TFIIH menjadi bentuk IIO, menyebabkan ikatan antara CTD dengan TBP menjadi lemah, sehingga terjadi perubahan konformasi kompleks inisiasi menjadi bentuk yang siap melakukan pemanjangan transkrip.
Elongasi Transkripsi
Pada dasarnya, proses pemanjangan transkripsi pada eukaryotic sama pada prokaryotic, namun terdapat hal-hal spesifik yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
  1. Pemanjangan dilakukan oleh RNA polymerase dengan distimulasi oleh faktor TFIIS dan TFIIF.
  2. Aktivitas RNA polymerase dalam proses transkripsi tidak selalu dalam keadaan tetap , kadang-kadang terjadi jeda pada suatu daerah yang disebut sisi jeda (pausing site). TFIIS berperan dalam mengurangi waktu jeda proses transkripsi pada sisi DNA yang cukup panjang, sedangkan TFIIF mengurangi waktu jeda pada daerah DNA yang acak.
  3. Proses pemanjangan transkrip akan berjalan sampai RNA polymerase II mencapai daerah terminator.
Terminasi Transkripsi
Terminasi transkripsi dapat terjadi karena adanya aktivitas fosfatase yang spesifik untuk CTD sehingga mengembalikan RNA polymerase II menjadi bentuk yang tidak dapat mengalami fosforilasi. Dalam keadaan tidak mengalami fosforilasi, RNA polymerase II dapat digunakan lagi dalam proses transkripsi berikutnya (RNA polymerase cycling). Dalam hal ini berbeda pada prokaryotic karena pada eukaryotik tidak ada struktur stem loop pada proses terminasi.

Transkripsi pada Prokaryotik
Proses transkripsi pada prokaryotik terdiri atas 3 tahapan utama, yaitu inisiasi, elongasi dan terminasi.
Inisiasi Transkripsi
Terdapat empat langkah inisiasi pada transkripsi yaitu:
  1. Pembentukan kompleks promoter tertutup, yaitu RNA polymerase holoenzim menempel pada DNA bagian promoter suatu gen. Dalam hal ini subunit s yang menempel pada RNA Polimerase berperanan dalam menemukan bagian promoter suatu gen. Pada awal penempelan, RNA polymerase masih belum terikat secara kuat dan struktur promoter masih dalam keadaan tertutup (closed promoter complex).
  2. Pembentukan kompleks promoter terbuka, RNA polymerase terikat secara kuat dan ikatan hydrogen molekul DNA pada bagian promoter mulai terbuka membentuk struktur terbuka (open promoter complex). Struktur khas promoter biasanya berupa suatu kelompok ikatan hydrogen antara kedua untaian DNA pada posisi -35 dan -10. Sedangkan bagian DNA yang terbuka setelah RNA polymerase menempel biasanya terjadi pada daerah sekitar -9 dan +3 sehingga menjadi struktur untai tunggal.
  3. Penggabungan beberapa nukleotida awal (10 nukleotida). Bagian DNA yang berikatan dengan RNA polymerase membentuk suatu struktur gelembung transkripsi (transcription bubble) sepanjang kurang lebih 17 pasang basa. Setelah struktur promoter terbuka secara stabil, maka selanjutnya RNA polymerase melakukan proses inisiasi transkripsi dengan menggunakan urutan DNA cetakan sebagai panduannya. Dalam proses transkripsi, nukleotida RNA digabungkan sehingga membentuk transkrip RNA. Nukleotida pertama yang digabungkan hampir selalu berupa molekul purin.
  4. Perubahan konformasi RNA polymerase karena subunit s dilepaskan dari kompleks holoenzim. Setelah RNA polymerase menempel pada promoter, subunit s melepaskan diri dari struktur holoenzim. Pelepasan subunit s biasanya terjadi setelah terbentuk molekul RNA sepanjang 8 – 9 nukleotida. RNA polymerase inti yang sudah menempel pada promoter akan tetap terikat kuat pada DNA sehingga tidak lepas. Selanjutnya subunit s dapat bergabung dengan RNA polymerase yang lain untuk melakukan proses inisiasi transkripsi selanjutnya.
Elongasi Transkripsi
  1. Pada bagian gelembung transkripsi, basa-basa molekul RNA membentuk hybrid dengan DNA cetakan sepanjang kurang lebih 12 nukleotida. Hybrid RNA-DNA ini bersifat sementara sebab setelah RNA polimerasenya berjalan, maka hidrid tersebut akan terlepas dan bagian DNA yang terbuka tersebut akhirnya akan menutup lagi. RNA polymerase akan berjalan membaca DNA cetakan untuk melakukan proses pemanjangan untaian RNA. Lalu pemanjangan maksimum molekul transkrip RNA berkisar antara 30 sampai 60 nukleotida perdetik, meskipun laju rata-ratanya dapat lebih rendah dari nilai ini. Secara umum, berdasarkan atas nilai laju semacam ini, sutu gen yang mengkode protein akan disalin menjadi RBA dalam waktu sekitar satu menit. Meskipun demikian, laju pemanjangan transkrip dapat menjadi sangat rendah jika RNA polymerase melewati sisi jeda yang biasanya mengandung banyak basa GC.
  2. Dalam pemanjangan transkrip, nukleotida ditambahkan secara kovalen pada ujung 3’ molekul RNA yang baru terbentuk. Nukleotida RNA yang ditambahkan tersebut bersifat komplementer dengan nukleotida pada untaian DNA cetakan. Ada dua hipotesis yang diajukan mengenai perubahan topologi DNA dalam proses pemanjangan transkripsi, yaitu: 1) Enzim RNA polymerase bergerak melingkari untaian DNA sepanjang perjalanannya, 2) Enzim RNA yang terbentuk tidak mengalami pelintiran, tetapi untaian DNA yang ditranskripsi harus mengalami puntiran.
  3. Dalam proses pemanjangan transkripsi RNA, terjadi pembentukan ikatan fosfodiester antara nukleotida RNA yang satu dengan nukleotida yang berikutnya dan ditentukan oleh keberadaan subunit b pada RNA polymerase. Transkripsi berakhir ketika RNA polymerase mencapai ujung gen (terminator).
Terminasi Transkripsi
Terdapat dua macam terminator transkripsi pada Prokaryotik, yaitu:
  1. Terminator yang tidak tergantung pada protein rho (rho-dependent terminator). Dilakukan tanpa harus melibatkan suatu protein khusus, melainkan ditentukan oleh adanya suatu urutan nukleotida tertentu pada bagian terminator. Sinyal yang akan mengakhiri transkripsi dengan mekanisme semacam ini ditentukan oleh daerah yang mengandung banyak urutan GC yang dapat membentuk struktur batang dan lengkung (steam and loop) pada RNA dengan panjang 20 basa di sebelah hulu dari ujung 3’-OH dan diikuti oleh rangkaian 4-8 residu uridin berurutan. Struktur batang lengkung tersebut menyebabkan RNA polymerase berhenti dan merusak bagian 5’ dari hybrid RNA-DNA. Bagian sisa hybrid RNA-DNA tersebut berupa urutan oligo (rU) yang tidak cukup stabil berpasangan dengan dA. Akibatnya ujung 3’ hybrid tersebut akan terlepas sehingga transkripsi berakhir. Selanjutnya, pita DNA cetakan yang sudah tidak berikatan atau membentuk hibrid dengan RNA segera menempel kembali pada pita DNA komplemennya. RNA polimerase inti pun akhirnya terlepas dari DNA.
  2. Terminator yang tergantung pada protein rho (rho-independent terminator). Pengakhiran transkripsi yang memerlukan faktor rho hanya terjadi pada daerah jeda yang terletak pada jarak tertentu dari promoter, maka daerah itu tidak dapat berfungsi sebagai daerah pengakhiran transkripsi. Terminator yang bergantung pada rho terdiri atas suatu urutan berulang-balik yang dapat membentuk lengkungan (loop), tetapi tidak ada rangkaian basa T seperti pada daerah terminator yang tidak melibatkan faktor rho. Faktor rho diduga ikut terikat pada transkrip dan mengikuti pergerakan RNA polymerase sampai akhirnya RNA polymerase berhenti pada daerah terminator yaitu sesaat setelah menyinstesis lengkungan RNA. Selanjutnya, faktor rho menyebabkan distabiliasi ikatan RNA-DNA sehingga transkrip RNA terlepas dari DNA cetakan.


Mudah2n tulisan ini bermmanfaat.. Amien.

Selasa, 05 Januari 2010

Peri Kehidupan
Lamtoro (Leucaena leucocephala)
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Botani Phanerogamae
Rata Penuh

Disusun oleh :
Nunung Haerani
0708802

Biologi Basic Science
Jurusan Pendidikan Biologi
Fakultas Matematika dan IPA
Universitas Pendidikan Indonesia
2009

Peri Kehidupan
Lamtoro (Leucaena leucocephala)

Nunung Haerani
0708802





KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya, penulis mampu menyelesaikan tugas perikehidupan tentang “Lamtoro atau Leucaena leucocephala” pada mata kuliah Botani Phanerogamae. Tanaman lamtoro ini merupakan salah satu spesies tumbuhan tinggi.
Selesainya penyusunan buku ini tidak luput dari sumbangsih dari berbagai pihak terkait, oleh karena itu penulis ucapkan banyak terima kasih kepada ;
a. Tim dosen Botani Phanerogamae 2009 atas bimbingan dan arahan yang diberikan.
b. Nadhir ersa sani, inspirasiku.
c. Keluarga ku di Lombok, Ibu, k’nanik, k’betal, dan k’aip, terima kasih atas motivasi dan dukungannya.
d. Teman-teman yang turut berpartisipasi atas diselesaikannya buku perikehidupan ini.
Penulis menyadari, penyusunan buku ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan buku ini di masa mendatang.





DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Permasalahan
1.3. Tujuan
BAB II. PERKENALAN DENGAN LAMTORO
2.1. Taksonomi
2.2. Morfologi dan Anatomi
2.3 Kandungan Kimia
2.4. Distribusi
BAB III. PEMBUDIDAYAAN DAN PEMELIHARAAN LAMTORO
3.1 Pemilihan bibit
3.2 Penyemaian
3.2.1. Penyemaian di tanah
3.2.2. Penyemaian di kotak dengan media pasir
3.2.3. Penyemaian pada kantong plastic (polybag)
BAB IV. HASIL PENGAMATAN
4.1 Hasil pengamatan perkecambahan
4.2. Hasil pengamatan terhadap tumbuhan dewasa
BAB V. PEMBAHASAN
BAB VI. PEMANFAATAN LAMTORO
6.1. Lamtoro sebagai obat
6.1.1. Kencing Manis
6.1.2. Cacingan, Bengkak, Radang ginjal
6.1.3. Bisul, Patah tulang, Luka, Insomnia
6.1.4. Meluruhkan Haid
6.1.5. Meningkatkan gairah seks
6.2. Lamtoro sebagai pakan ternak
6.3. Lamtoro sebagai makanan manusia
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN













BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) semakin digiatkan. Berbagai kompetensi, keterampilan dan kecekatan semakin didahulukan dalam persaingan arus globalisasi. Para dosen pun menginginkan para mahasiswanya memiliki bekal yang cukup baik. Oleh karena itu,

1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas, didapatkan berbagai permasalahan yaitu :
a. Apakah tanaman lamtoro itu? Bagaiman taksonomi, morfologi dan atonomi serta ciri-cirinya?
b. Bagaimana penanaman dan pemeliharaannya, dari pemilihan bibit sampai penyemaian?
c. Bagaimanakah hasil pengamatan pada saat perkecambahan dan tumbuhan dewasa?
d. Apakah manfaat dari tanaman lamtoro tersebut?

1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan buku ini adalah salah satunya sebagai tambahan ilmu pengetahuan yang sudah ada tentang lamtoro baik dari segi pengetahuan tanaman, cara perbanyakan bahkan manfaat yang bisa digunakan oleh para pembaca. Selain itu, berikut tujuan-tujuan khusus dari penulisan buku ini, yaitu :
a. Memenuhi salah satu tugas wajib mahasiswa/mahasiswi dari mata kuliah Botani Phanerogamae, BIOLOGI UPI.
b. Memberikan kontribusi pada perkembangan ilmu pengetahuan.
c. Sebagai referensi dan bacaan kepada masyarakat umum, dan para mahasiswa khususnya.






BAB II. PENGENALAN LAMTORO

Leucaena leucocephala (Lamtoro) sepanjang sejarahnya mempunyai beberapa nama botani, yaitu Leucaena glauca dan Leucaena latisiliqua. Spesies ini tersebar secara luas di Mexico dan Amerika Tengah pada tahun 1520 saat datangnya orang Spanyol ke negara tersebut. Baru pada akhir abad ke 20 lebih menyebar luas sampai ke Filipina, dari sini penggunaan sebagai peneduh tanaman perkebunan, kayu bakar dan hijauan pakan ternak makin meluas. Sebelum tahun 1950-an hanya satu varietas yang dikenal yaitu varietas “common” dari subspecies leucocephala. Kemudian muncul nama-nama untuk tanaman ini seperti varietas Hawaii (tipe shrubby) yang sebetulnya tidak berasal dari Hawaii, Peru (tipe low branching) tidak berasal dari Peru, Salvador (tipe arboreal) yang juga tidak berasal dari Salvador. Varietas Cunningham yang telah banyak dikenal dibudidayakan di Indonesia berasal dari Australia, hasil persilangan antara tipe varietas Salvador dengan tipe varietas Peru. Taksonomi Leucaena yang ada sebelumnya sangat membingungkan dan menyesatkan sehingga menghambat dalam pemanfaatannya, perbaikan genetik, dan konservasinya.
Selama 2 abad yang didalam literatur tumbuhan dilaporkan ada 51 species tetapi yang valid/yang diakui hanya 10 species (L. leucocephala, L. pulverulenta, L. diversifolia, L. lanceolata, L. collinsii, L. esculenta, L. macrophylla, L. retusa, L. shannoni dan L. trichodes) sedang yang sisanya diragukan merupakan species lain, dan diduga merupakan nama lain dari yang Leucaena yang sudah ada.
Beberapa spesies baru yang ditemukan belum dilakukan deskripsi dan beberapa yang belum terdiskripsi telah digunakan untuk pemuliaan dan perbaikan genetiknya. Colin Hughes dari Oxford Forestry Institute (OFI) melakukan revisi taxonomi Leucaena. Dari penelitian mengenai taxonomi Leucaena menyimpulkan bahwa Leucaena terdiri dari 22 species dengan 6 intraspecific taxa (subspecies dan varietas).
Di Indonesia tidak banyak spesies Leucaena yang di budidayakan secara luas, yang paling umum adalah L. leucocephala dan varietasnya seperti L. leucocephala var. K28 atau yang dikenal dengan Lamtoro Gung, jenis ini tidak tahan terhadap kutu loncat, kemudian L. diversifolia mulai dibudidayakan, adalah jenis yang relatif lebih tahan terhadap kutu loncat, dapat tumbuh lebih baik dibanding L. leucocephala pada kelerengan yang makin terjal. Sehingga pada tahun 80-an telah dicoba dilakukan okulasi antara L. leucocephala x L. diversifolia kedua jenis Leucaena tersebut di Ciawi, tujuannya untuk mendapatkan tanaman yang tahan kutu loncat. Walaupun keberhasilan okulasi tersebut sangat tinggi, etapi tanaman hasil okulasi yang tahan kutu lont relatif rendah mungkin masih ada pengaruh dari batang bawah. Hibrid Leucaena yang telah dikenal lainnya adalah KX2 hasil persilangan L. leucocephala x L. pallida, KX3 dari hasil persilangan antara L. leucocephala dengan L. diversifolia Kelebihan dari hibrid ini antara lain adalah tahan kutu loncat, produksi lebih tinggi dibanding L. leucocephala. Tetapi kebanyakan Leucaena hibrid produksi bijinya kurang/sedikit. Leucaena KX2 hibrid, generasi berikutnya akan mengalami segregasi bila ditanam menggunakan biji, sehingga disarankan menggunakan bahan vegetatif untuk perbanyakannya.
2.1. Taksonomi Ilmiah

Kerajaan: Plantae

Divisi: Magnoliophyta

Kelas: Magnoliopsida

Sub kelas: Rosidae
Ordo: Fabales

Famili: Fabaceae

Upafamili: Mimosoideae

Genus: Leucaena

Spesies: L. leucocephala
Nama Lokal: Petai cina,
Lamtoro,
Peuteuy selong,
Kalandingan.

2.2. Morfologi dan Anatomi
Pohon atau perdu, tinggi hingga 20m. Meski kebanyakan hanya sekitar 10m. Percabangan rendah, banyak, dengan pepagan kecoklatan atau keabu-abuan, berbintil-bintil dan berlentisel. Ranting-ranting bulat torak, dengan ujung yang berambut rapat.
Daun majemuk menyirip rangkap, sirip 3-10 pasang, kebanyakan dengan kelenjar pada poros daun tepat sebelum pangkal sirip terbawah, daun penumpu kecil, segitiga. Anak daun tiap sirip 5-20 pasang, berhadapan, bentuk garis memanjang dengan ujung runcing dan pangkal miring (tidak sama), permukaannya berambut halus dan tepinya berjumbai.
Bunga majemuk berupa bongkol (perbungaan capitulum) bertangkai panjang yang berkumpul dalam malai berisi 2-6 bongko l, tiap-tiap bongkol tersusun dari 100-180 kuntum bunga, membentuk bola berwarna putih atau kekuningan berdiameter 12-21 mm, di atas tangkai sepanjang 2-5 cm. Bunga kecil-kecil, berbilangan 5, tabung kelopak bentuk lonceng bergigi pendek, lk 3 mm; mahkota bentuk solet, lk. 5 mm, lepas-lepas. Benangsari 10 helai, lk 1 cm, lepas-lepas.
Buah polong bentuk pita lurus, pipih dan tipis, 14-26 cm × 1.5-2 cm, dengan sekat-sekat di antara biji, hijau dan akhirnya coklat kering jika masak, memecah sendiri sepanjang kampuhnya. Berisi 15-30 biji yang terletak melintang dalam polongan, bundar telur terbalik, coklat tua mengkilap, 6-10 mm × 3-4.5 mm.

2.3 Kandungan Kimia
Biji dari buah polongan lamtoro ini yang sudah tua untuk setiap 100 gram memiliki nilai kandungan kimia berupa :

Nama Zat Jumlah
Kalori 148 Kalori
Fosfor 59 gram
Hidrat Arang 26,2 gram
Protein 10,6 gram
Zat Besi 2,2 gram
Lemak 0,5 gram
Kalsium 155 mili gram
Vitamin C 20 miligram
Vitamin B1 0,23 miligram
Vitamin A 416 SI

2.4. Asal Usul dan Distribusi
Tanah asli lamtoro adalah Meksiko dan Amerika Tengah, di mana tanaman ini tumbuh menyebar luas. Penjajah Spanyol membawa biji-bijinya dari sana ke Filipina di akhir abad XVI, dan dari tempat ini mulailah lamtoro menyebar luas ke pelbagai bagian dunia. Ditanam sebagai peneduh tanaman kopi, penghasil kayu bakar, serta sumber pakan ternak yang lekas tumbuh.
Lamtoro mudah beradaptasi, dan segera saja tanaman ini menjadi liar di berbagai daerah tropis di Asia dan Afrika termasuk pula di Indonesia. Ada tiga anak jenis (subspesies) nya, yakni:
• Leucaena leucocephala ialah anak jenis yang disebar luaskan oleh bangsa Spanyol di atas. Di Jawa dikenal sebagai lamtoro atau petai cina ‘lokal’, berbatang pendek sekitar 5 m tingginya dan pucuk rantingnya berambut lebat.
• Glabrata sp dikenal sebagai lamtoro gung, tanaman ini berukuran besar segala-galanya (pohon, daun, bunga, buah) dibandingkan anak jenis yang pertama. Lamtoro gung baru menyebar luas di dunia dalam beberapa dekade terakhir. Serta,
• Ixtahuacana sp, yang menyebar terbatas di Meksiko dan Guatemala.
Lamtoro menyukai iklim tropis yang hangat (suhu harian 25-30°C); ketinggian di atas 1000 m dpl. dapat menghambat pertumbuhannya. Tanaman ini cukup tahan kekeringan, tumbuh baik di wilayah dengan kisaran curah hujan antara 650-3.000 mm (optimal 800-1.500 mm) pertahun. Akan tetapi termasuk tidak tahan penggenangan.











BAB III
PENANAMAN DAN PEMELIHARAAN

Menanam Lamtoro ini cukup mudah. Suku polong-polongan ini dapat tumbuh subur di daerah ketinggian 1-1500 m dpl. Tanaman ini juga tidak terkait dengan musim karena dapat tumbuh pada segala musim asalkan masih berkisar pada suhu 25-30 o C. Tanaman lamtoro mudah diperbanyak dengan biji dan dengan pemindahan anakan. Saking mudahnya tumbuh, di banyak tempat lamtoro seringkali merajalela menjadi gulma. Tanaman ini pun mudah trubus, setelah dipangkas, ditebang atau dibakar, tunas-tunasnya akan tumbuh kembali dalam jumlah banyak.
Tidak banyak hama yang menyerang tanaman ini, akan tetapi lamtoro teristimewa rentan terhadap serangan hama kutu loncat (Heteropsylla cubana). Serangan hama ini di Indonesia di akhir tahun 1980an, telah mengakibatkan habisnya jenis lamtoro ‘lokal’ di banyak tempat.
Secara biologis, ada 2 cara tanaman lamtoro/petai cina dikembangbiakkan yaitu secara generative dan vegetative. Akan tetapi, apabila dikembangkan melalui cara vegetative yaitu dengan cangkok dan stek, akan banyak mengalami berbagai kegagalan.
Cara generative yaitu dengan menumbuhkan biji yang merupakan salah satiu cara paling umum untuk mengembangkan tanaman yang melakukan penyerbukan sendiri dan silang. Bijinya disebarkan di salah satu medium, lalu disiram dengan air secukupnya, kemudian dijaga kelembaban tanahnya, dan terakhir dipupuk dengan pupuk organik.
Perkembangbiakan ini merupakan salah satu metode yang paling praktis dan mudah untuk mendapatkan bibit tanaman dalam jumlah yang cukup besar.
Pengembangan dengan biji tersebut mempunyai keuntungan, antara lain :
a. Pohonnya kuat karena mempunyai susunan akar yang baik.
b. Tidak mudah mengalami stagnasi akibat kekeringan karena memiliki akar yang dalam.

3.1. PEMILIHAN BIBIT
Biji lamtoro yang akan dijadikan benih harus dipilih dari lamtoro yang berasal dari tanaman yang induknya tumbuh dengan baik, buahnya lebat, dan berukuran panjang sehingga jumlah biji yang terkandung di tiap buah lamtoro itu banyak dan ukuran bijinya besar (bibit unggul). Biji harus sehat atau tidak cacat dan berasal dari buah lamtoro yang benar-benar sudah tua.
Cara memilih biji-biji yang akan digunakan menjadi benih yaitu 1/3(sepertiga) polong paling atas tidak digunakan, karena akan menghasilkan pohon yang masa berbuahnya lambat.

3.2. PENYEMAIAN
Biji harus disemaikan terlebih dahulu sebelumditanam di lapangan sehingga dapat diseleksi daya pertumbuhannya (germination capacity). Cara penyemaian dapat dilakukan dengan 3 perlakuan, yaitu dengan penyemaian di tanah, penyemaian di kotak berisi media pasir dan terakhir pada kantong plastic (polybag).
3.2.1. Penyemaian di tanah
Terlebih dahulu, pilihlah tanah yang gambut untuk dibuat tempat persemaian dengan ukuran lebar sekitar 1m (secukupnya) dan panjangnya disesuaikan dengan kebutuhan. Tempat penyemaian ini harus mendapatkan sinar matahari yang cukup terutama pagi hari dan siang hari.
Tanah persemaian ini diolah dengan kedalaman 10 cm dan dibuat bedengan (tempat khusus persemaian) sedemikian rupa sehingga air tidak menggenangi persemaian. Sebelum biji disemaikan, tanah persemaian dipercikkan secukupnya air sehingga tanah tersebut tidak mengalami erosi namun cukup basah. Selanjutnya, bibit-bibit lamtoro diletakkan dengan cara dibenamkan ke dalam tanah sedemikian rupa sehingga biji lamtoro tersebut rata dengan tanah persemaian dengan jarak antar biji lamtoro sekitar 1x1 cm.
Tanah persemaian dijaga agar tetap agak basah namun jangan sampai tergenangi air, sebab biji petai mudah membusuk. Setelah kurang dari 6-7 hari maka biji akan mulai bekecambah. Gulma-gulma pengganggu pertumbuhan dihilangkan.
Setelah bibit lamtoro pada persemaian telah berdaun satu, maka selanjutnya dipindahkan dengan hati-hati ke pot yang sudah dipersiapkan sebelumnya yaitu pot yang telah berisi media tanah.
3.2.2. Penyemaian di kotak dengan media pasir
Alat yang digunakan sebagai tempat persemaian biji dapat menggunakan kotak dari papan kayu. Isilah kotak dengan pasir yang ketebalannya sudah ditentukan yaitu sekitar 10 cm kemudian disirami air secukupnya sampai basah namun tidak tergenang. Agar tidak tergenag oleh air, maka dasar kotak harus diberi lubang sehingga air dapat mengalir keluar kotak.
Kemudian biji-biji lamtoro tersebut di semaikan ke dalam pasir sedemikian rupa sehinngga permukaan biji rata dengan permukaan pasir. Usahakan jarak antara biji satu dengan biji yang lainnya sekitar 1x1 cm. usahakan agar proses persemaian ini terkena sinar matahari dan dijaga media pasir tersebut agar tetap agak basah.
Setelah biji lamtoro berkecambah, dan memiliki 1 daun kemudian secara hati-hati dipindahkan ke pot atau kantong plastic yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Selanjutnya, diperlakukan seperti biasa.
3.2.3. Penyemaian pada kantong plastic (Polybag)
Penyemaian dapat pula dilakukan pada polybag (kantong plastic) berukuran diameter 20 cm, tinggi 20-30 cm, dan tebalnya sekitar 0,08-0,12 mm. kantong plastic tersebut kemudian diisi dengan media berupa tanah subur yang gembur yang telah dicampur dengan pupuk kandang (kotoran kelinci) dengan perbandingan 1:1. Bagian bawah dari kantong plastic tersebut kemudian dilubangi untuk jalan keluarnya air siraman, sehingga media tumbuh jangan selalu tergenang air siraman. Namun, tetap dijaga selalu agak basah. Tempat penyemaian ini harus terkena sinar matahari.
Kemudian, letakkan biji lamtoro dengan cara membenamkan biji dalam medium tumbuh sedemikian rupa sehingga permukaan biji rata dengan permukaan media tumbuh. Tiap kantong plastic hanya diisi 2 biji lamtoro. Pelihara dan amati sampai biji berkecambah dan kemudian jika tanaman lamtoro tersebut sudah mencapai ketinggian 20 cm sudah siap dipindahkan atau ditanam ke lapangan dan sebagainya.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN

4.1. HASIL PENGAMATAN PERKECAMBAHAN
Mulai Penanaman
Tanggal : 19 April 2009
Hari : Minggu
Tempat : Asrama Basic Science, Bandung.

Perlakuan :
- Perkecambahan dilakukan selama kurang lebih 2 bulan, yaitu mulai tanggal 19 April 2009 sampai dengan tanggal 5 bulan juni 2009.
- Penyemaian dan penanaman


Hari Ke- Keterangan
1 - Biji berwarna cokelat tua dan masih keras
6 - Biji mengembang dan kulit biji berubah warna menjadi cokelat kemudaan.
10 - Kecambah mulai tumbuh sepanjang 0,6 cm dari permukaan tanah.
- Warna kulit kecambah agak cokelat muda.
12 - Tinggi kecambah 2 cm dari permukaan tanah.
- Kulit biji mulai terkelupas sebagian.
15 - Tinggi kecambah 4,5 cm dari permukaan tanah.
- Kulit biji terkelupas seluruhnya.
18 - Tinggi kecambah 7 cm dari permukaan tanah.
- Mulai tumbuh pucuk daun.
- Kotiledon masih ada dan berwarna kehijauan.
21 - Tinggi kecambah 10 cm.
- Daun pertama sudah tumbuh.
24 - Tinggi kecambah/tanaman 10 cm dari permukaan tanah.
- Muncul daun kedua dan daun pertama bertambah besar.
27 - Tinggi tanaman 14 cm dari permukaan tanah.
- Daun ketiga dan keempat sudah mulai tumbuh.
- Kotiledon menyusut
30 - Tinggi tanaman 14 cm dari permukaan tanah.
- Daun kelima dan keenam mulai tumbuh.
33 - Tinggi tanaman 15 cm dari permukaan tanah.
- Daun ketujuh dan kedelapan mulai tumbuh.
- Kotiledon menguning dan menyusut.
36 - Tinggi tanaman 16 cm.
- Daun kesembilan dan kesepuluh mulai tumbuh.
- Kotiledon lepas.
39 - Tinggi tanaman 17 cm dari permukaan tanah.
- Daun seterusnya tumbuh sampai terbentuk tanaman kecil.
42 - Tinggi tanaman 20 cm dari permukaan tanah.
- Terbentuk tanaman kecil
Dst - Seperti tumbuhan dewasa.


4.2. HASIL PENGAMATAN TERHADAP TUMBUHAN DEWASA

Kriteria Family Mimosaceae

Habitat Darat
Habitus Pohon
Pola Percabangan Simpodial
Jenis Daun Majemuk
Duduk Daun Berseling
Pertulangan Daun Brachidodromous
Perbungaan Majemuk dalam perbungaan kapitulum.
Jenis Kelamin Biseksual
Calix/Corolla Bersatu
Stamen Bagian dasar bersatu
Pistillum (Karpel) Stigma bersatu
Ovarium Superum
Simetri Bunga Actinomorph
Kelamin Tumbuhan Monoecus
Perlekatan Karpel Syncarp
Jenis Buah Tunggal polongan
Tipe Plasenta Marginalis
Umur tumbuhan Beberapa tahun





BAB V
PEMBAHASAN

Penanaman lamtoro atau petai cina yang dilakukan yang berasal dari biji, karena tanaman ini tidak dapat ditanam dengan pemotongan batang atau stek (Suprayitno, Lamtoro gung dan Manfaatnya). Media tanam berupa tanah yangditempatkan pada pot kecil. Tanah yang dipakai sebagai media, diambil langsung dari lokasi tanah yang sudah tercampur dengan pupuk alami yaitu kotoran kelinci yang mambuat tanah tersebut gembur dan subur.
Sebelum proses penyemaian, dilakukan pemilihan biji. Biji lamtoro yang dipilih harus dari buah lamtoro tanaman induk yang baik, buahnya lebat, kering di pohon dan mempunyai ketuaan yang sempurna. Buah yang sudah keringdi pohon tersebut diambil dan dijemur bersama dengan kulit buahnya. Buah yang sudah dijemur sampai benar-benar kering kemudian diambil bijinya. Setelah biji-biji bibit tersedia maka dilakukan penyemaian bibit dengan cara langsung menanamnya pada tanah yangberukuran cukup luas (30x30 cm2)c sampai terbentuk kecambah dengan berbagai ukuran daun. Setelah terbentuk kecambah kira-kira 5 cm, penanaman dipindahkan ke dalam pot kecil.
Selama proses penyemaian oksigen, air, suhu, dan cahaya yang cukup sehingga penyemaian dilakukan di tempat yang cukup cahya dan disiram dua kali sehari. Air merupakan factor yang paling penting, karena biji berada dalam keadaan dormansi.






BAB VI. PEMANFAATAN LAMTORO

Sejak lama lamtoro telah dimanfaatkan sebagai pohon peneduh, pencegah erosi, sumber kayu bakar dan pakan ternak. Di tanah-tanah yang cukup subur, lamtoro tumbuh dengan cepat dan dapat mencapai ukuran dewasanya (tinggi 13-18 m) dalam waktu 3 sampai 5 tahun. Tegakan yang padat (lebih dari 5000 pohon/ha) mampu menghasilkan riap kayu sebesar 20 hingga 60 m³ perhektare pertahun. Pohon yang ditanam sendirian dapat tumbuh mencapai gemang 50 cm.
Lamtoro adalah salah satu jenis polong-polongan serbaguna yang paling banyak ditanam dalam pola pertanaman campuran (wanatani). Pohon ini sering ditanam dalam jalur-jalur berjarak 3-10 m, di antara larikan-larikan tanaman pokok. Kegunaan lainnya adalah sebagai pagar hidup, sekat api, penahan angin, jalur hijau, rambatan hidup bagi tanaman-tanaman yang melilit seperti lada, panili, markisa dan gadung, serta pohon penaung di perkebunan kopi dan kakao.
Di hutan-hutan tanaman jati yang dikelola Perhutani di Jawa, lamtoro kerap ditanam sebagai tanaman sela untuk mengendalikan hanyutan tanah (erosi) dan meningkatkan kesuburan tanah. Perakaran lamtoro memiliki nodul-nodul akar tempat mengikat nitrogen.
Berikut pemanfaatan berbagai organ dari tanaman lamtoro, yaitu :
a. Kayu
Lamtoro terutama disukai sebagai penghasil kayu api. Kayu lamtoro memiliki nilai kalori sebesar 19.250 kJ/kg, terbakar dengan lambat serta menghasilkan sedikit asap dan abu. Arang kayu lamtoro berkualitas sangat baik, dengan nilai kalori 48.400 kJ/kg.
Kayunya termasuk padat untuk ukuran pohon yang lekas tumbuh (kepadatan 500-600 kg/m³) dan kadar air kayu basah antara 30-50%, bergantung pada umurnya. Lamtoro cukup mudah dikeringkan dengan hasil yang baik, dan mudah dikerjakan. Sayangnya kayu ini jarang yang memiliki ukuran besar; batang bebas cabang umumnya pendek dan banyak mata kayu, karena pohon ini banyak bercabang-cabang. Kayu terasnya berwarna coklat kemerahan atau keemasan, bertekstur sedang, cukup keras dan kuat sebagai kayu perkakas, mebel, tiang atau penutup lantai. Kayu lamtoro tidak tahan serangan rayap dan agak lekas membusuk apabila digunakan di luar ruangan, akan tetapi mudah menyerap bahan pengawet.
Lamtoro juga merupakan penghasil pulp (bubur kayu) yang baik, yang cocok untuk produksi kertas atau rayon. Kayunya menghasilkan 50-52% pulp, dengan kadar lignin rendah dan serat kayu sepanjang 1,1-1,3 mm. Kualitas kertas yang didapat termasuk baik.
Lamtoro diketahui menghasilkan zat penyamak dan zat pewarna merah, coklat dan hitam dari pepagan (kulit batang), daun, dan polongnya. Sejenis resin atau gum juga dihasilkan dari batang yang terluka atau yang kena penyakit, terutama dari persilangan L. leucocephala × L. esculenta. Gum ini memiliki kualitas yang baik, serupa dengan gum arab.
b. Daun
Daun lamtoro (L. leucocephala) memiliki berbagai manfaat yang sangat berguna. Khususnya sebagai pakan ternak yang akan dijelaskan secara mendetail di bagian bawah. Selain itu, daun ini juga dikonsumsi oleh manusia sebagai makanan dan lalapan.
c. Akar
Leucaena spp mempunyai kemampuan seperti tanaman leguminosa lain, yaitu akarnya dapat mengikat nitrogen gas bila bersimbiosa dengan bakteri tanah rhizobium, jadi asosiasi ini merupakan asosiasi yang menguntungkan baik untuk tanaman maupun untuk bakterianya. Seperti telah diketahui bahwa komposisi gas yang berada di atmosfer didominasi oleh gas nitrogen (N2), namun nitrogen dalam bentuk gas ini tidak dapat digunakan oleh tanaman, sehingga harus diubah dulu dalam bentuk nitrat, yang tersedia untuk tanaman. Unsur nitrogen yang dapat digunakan oleh tanaman adalah ammonium atau nitrat. Asosiasi tanaman leguminosa dengan bakteri tanah rhizobia akan merubah N2 menjadi bentuk nitrat. Sehingga asosiasi ini akan menyediakan unsur nitrogen yang dibutuhkan bagi tanaman secara ramah lingkungan. Kondisi tanah tropis yang mengandung total nitrogen dan nitrogen yang tersedia rendah padahal tanaman didaerah ini membutuhkan unsur nitrogen lebih banyak untuk produksi yang optimum, maka biasanya pemupukan dengan pupuk kimia adalah salah satu cara untuk mengoreksi kondisi tersebut.
Tetapi ketergantungan pada pupuk kimia menjadi tidak sustainable, karena (1) berkurang keuntungan dan harga pupuk yang mengakibatkan tidak ekonomis dan mahal, (2) recovery pupuk N didalam tanaman sangat rendah sekitar 40-60% dan di dalam produk hewan berkisar 10-20 %, sisanya berada di lingkungan sekitarnya dan berpotensi sebagai pollutan dan nitrat yang tidak digunakan tanaman tersebut dapat mencemari aliran air, air tanah dan emisi gas nitrogen oksida hasil denitrifikasi salah satu penyumbang efek rumah kaca atau Green house effects.
Tidak semua Rhizobium/Bradyrhizobium dapat membentuk bintil akar dengan semua tanaman leguminosa, ini mengindikasikan bahwa asosiasi/simbiose tersebut mempunyai kespesifikan. Spesifisitas ini diatur oleh faktor yang disebabkan oleh tanaman maupun bakteria. Sejumlah senyawa yang diduga menentukan kecocokan suatu asosiasi, seperti lectin, yaitu protein khusus yang terikat dengan gula dan flavonoid yang dikeluarkan oleh akar tanaman dan permukaan sel bakteria yang tersusun dari polisacharrida. Dalam aspek kebutuhan akan Rhizobium, Leucaena leucocephala berada dalam grup yang spesifik artinya tanaman ini dapat membentuk asosiasi yang efektif dengan Rhizobium dalam mengikat N2 udara dengan variasi strain yang tidak luas dan sebagian species sangat spesifik.
Hibrid L.diversifolia x L. leucocephala yang ditanam pada tanah asam memberikan respon positif terhadap inokulasi Rhizobium, yaitu dengan meningkatnya produksi tanaman bila dikombinasikan dengan VAM maka produksi akan lebih baik. Leucaena KX2 hibrid termasuk yang spesifik dalam kebutuhannya akan Rhizobium. L leucocephala cv Tarramba dan Leucaena Hibrid KX2 yang ditanam pada tanah dari berbagai lokasi di Indonesia memberikan respon inokulasi yang berbeda. Leucaena hibrid KX2 lebih memberikan respon positif terhadap inokulasi dengan meningkatnya produksi dibanding L. leucocephala cv. Tarramba, baik itu ditanah asam (Ciawi, Bogor) maupun tanah yang basa dan berkapur (Tanah dari Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat).
Kelihatannya ada spesifisitas kebutuhan akan Rhizobium pada leucaena hasil hibridisasi. Sehingga perlu dilakukan seleksi Rhizobium lebih lanjut untuk beberapa “leucaena yang kurang dikenal”. Isolasi Rhizobium alam dari berbagai tanah di Indonesia telah dilakukan. Isolat-isolat ini perlu dilakukan uji selanjutnya sebelum di gunakan oleh pengguna. Jumlah N2 yang diikat oleh asosiasi makrosimbion dan mikrosimbion tergantung dari faktor lingkungan (temperatur, kelembaban, nutrisi, pH maupun faktor biotik (kesesuaian antara bakteri dan tanaman, adanya mikroba lain). LEMKINE dan LESUEUR (1998) melaporkan adanya interaksi yang signifikan antara strain Rhizobium dan species Leucaena species yang kurang dikenal. Strain LDK4 yang diisolasi dari L. diversifolia menghasilkan produksi tanaman dan bintil akar paling tinggi dibanding strain yang diisolasi dari C. calothyrsus maupun Prosopis juliflora bila diinokulasikan pada leucaena yang kurang dikenal.

6.1. Lamtoro sebagai obat
Berdasarkan penelitian Prof Hembing Wijayakusuma, dijelaskan bahwasannya lamtoro dapat menyembuhkan beberapa penyakit, seperti diabetes, susah tidur, radang ginjal, disentri, meningkatkan gairah seksualitas, cacingan, peluruh haid, herpes zoster, luka terpukul, bisul, eksim, patah tulang, tertusuk kayu atau bambu, dan pembengkakan. Dalam hal ini, tanaman lamtoro tidak hanya bermanfaat pada bijinya saja (seperti yang banyak diketahui oleh orang awam), namun semua bagian tanaman ini sangat berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit-penyakit tersebut. Penggunaan secara tepat akan berdampak pada percepatan kesembuhan penyakit ini, begitupun sebaliknya.
Pada bagian akar lamtoro pun memiliki khasiat yang tak kalah hebatnya dengan bagian biji. Di salah satu bagian tanaman ini, seringkali dimanfaatkan orang sebagai obat peluruh haid. Metode pengobatan yang relatif tradisional ini menawarkan berbagai kelebihan yang tidak dimiliki oleh metode pengobatan modern. Manakala obat modern mengandung efek samping dari unsur kimiawi buatan yang sangat kuat, maka dari tanaman lamtoro ini efek samping masih rendah karena bersifat alami dan belum tersentuh unsur buatan manusia.
Tanaman lamtoro dapat dimanfaatkan untuk obat-obatan. Manfat-manfaat tanaman lamtoro diantaranya adalah sebagai obat cacing, peluruh kencing, patah tulang, luka terpukul, susah tidur (insomnia), bengkak (oedem), radang ginjal, dan kencing manis. Akar tanaman lamtoro ini pun dapat dimanfaatkan sebagai peluruh haid.
6.1.1. Kencing Manis
Untuk menyembuhkan penyakit diabetes, seduh satu sendok teh bubuk biji tanaman lamtoro dengan ½ cangkir air panas. Minum hasil seduhan saat masih hangat, setengah jam sebelum makan sebanyak 2-3 kali sehari.
6.1.2. Cacingan, Bengkak (Oedem) dan Radang ginjal
Rebus atau seduh 3-5 gram serbuk biji tanaman lamtoro kering dengan 1 cangkir air panas, lalu minum air rebusan atau seduhannya. Lakukan pengobatan tiga kali sehari dengan dosis yang sama.
6.1.3. Bisul, Patah tulang, Abses paru, Luka terpukul, Susah tidur karena gelisah (Insomnia)
Rebus 10 gram seluruh bagian tanaman lamtoro dengan 3 gelas air sampai tersisa 1 gelas. Minum sekaligus satu kali sehari saat hangat.
6.1.4. Meluruhkan Haid
Rebus segenggam akar tanaman lamtoro dengan 3 gelas air sampai tersisa satu gelas. Minum air rebusan dua kali sehari masing-masing 1 gelas.
6.1.5. Meningkatkan gairah seks
Kocok 1 sendok bubuk biji tanaman lamtoro, 1 sendok bubuk lada hitam, 2 butir kuning telur ayam kampung mentah dan 1 sendok madu sampai rata. Minum campuran tersebut sekaligus satu hari.
Sebelum digunakan untuk resep-resep di atas, harap biji dikeringkan dan ditumbuk menjadi serbuk lalu disimpan.

6.2. Lamtoro sebagai pakan ternak
Daun-daun dan ranting muda lamtoro merupakan pakan ternak dan sumber protein yang baik, khususnya bagi ruminansia. Daun-daun ini memiliki tingkat ketercernaan 60 hingga 70% pada ruminansia, tertinggi di antara jenis-jenis polong-polongan dan hijauan pakan ternak tropis lainnya. Lamtoro yang ditanam cukup rapat dan dikelola dengan baik dapat menghasilkan hijauan dalam jumlah yang tinggi. Namun pertanaman campuran lamtoro (jarak tanam 5-8 m) dengan rumput yang ditanam di antaranya, akan memberikan hasil paling ekonomis. Disamping mensuplai protein juga mineral kecuali sodium dan iodine, asam amino. Kandungan serat kasar rendah, adanya kandungan tannin yang dapat meningkatkan protein by-pass. Ternak sapi dan kambing menghasilkan pertambahan bobot yang baik dengan komposisi hijauan pakan berupa campuran rumput dan 20—30% lamtoro. Meskipun semua ternak menyukai lamtoro, akan tetapi kandungan yang tinggi dari mimosin dapat menyebabkan kerontokan rambut pada ternak non-ruminansia. Mimosin, sejenis asam amino, terkandung pada daun-daun dan biji lamtoro hingga sebesar 4% berat kering Problem adanya mimosine yang dianggap sebagai anti-nutrisi telah dapat diatasi. Sehingga mimosine tidak dipertimbangkan lagi sebagai faktor anti-nutrisi lagi. Bakteri rumen (Synergistes jonesii) dapat mendetoksifikasi mimosine. Pada ruminansia, mimosin ini diuraikan di dalam lambungnya oleh sejenis bakteria, Synergistes jonesii. Pemanasan dan pemberian garam besi-belerang pun dapat mengurangi toksisitas mimosin. Tetapi untuk ternak unggas masih merupakan faktor anti-nutrisi. Mimosine ini dapat dihilangkan dari leucaena segar dengan merendam dalam air panas. Leucaena dapat digunakan sebagai pakan suplemen untuk pakan yang terdiri dari rumput dan limbah pertanian, yang akan meningkatkan intake dan memperbaiki pencernaan.

6.3. Lamtoro sebagai makanan manusia
Lamtoro yang memiliki nama latin Leucaena glauca merupakan jenis tanaman yang mudah kita temui di sekitar lingkungan kita. Biji hijau mungilnya sering digunakan sebagai bahan pelengkap untuk membuat makanan. Salah satunya adalah botok. Kombinasi dari campuran kelapa parut, tahu, tempe, kemangi, ikan teri, dan lamtoro ini menyajikan sebuah cita rasa masakan asli Indonesia yang lezat dan bergizi.
Di Jawa, pucuk dan polong yang muda biasa dilalap mentah. Biji-bijinya yang tua disangrai sebagai pengganti kopi, dengan bau harum yang lebih keras dari kopi. Biji-biji yang sudah cukup tua, tetapi belum menghitam, biasa digunakan sebagai campuran pecal dan botok.



KESIMPULAN

Dari hasil pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman lamtoro atau petai cina dapat diambil kesimpulan bahwa tanaman lamtoro dapat tumbuh dengan baik melalui biji (perkembangbiakan generative). Biji mulai berkecambah pada hari ke 6-8. Perkecambahannya agak lama karena tanaman ini merupakan tanaman tahunan. Pada proses penyemaian dan penanaman diperlukan beberapa kondisi lingkungan atau tempat tumbuh yang cukup baik agar proses pertumbuhan sesuai yang diinginkan, seperti tersedianya air yang cukup, sinar matahari dan oksigen yang cukup serta ditunjang dengan unsure-unsur hara dari tanah yang memadai.
Tanaman lamtoro merupakan salah satu tanaman yang cukup dikenal oleh masyarakat secara luas. Lamtoro memiliki beberapa manfaat diantaranya sebagai tanaman hias, tanaman pelindung, makanan ternak bahkan sebagai obat. Oleh karena itu, tanaman ini perlu untuk dibudidayakan dan dijaga kelestariannya.





Hasil Pengamatan Pisces di Seaworld

HASIL PENGAMATAN PISCES LAUT DALAM DAN LAINNYA

NO

GAMBAR

TAKSONOMI

DESKRIPSI

1

Phylum

Subphylum

Infraphylum

Superkelas

Kelas

Ordo

Family

Genus

Spesies

: Chordata

: Craniata

:Gnathostomata

: Pisces

: Actinopterygii

: Perciformes

: Gempylidae

: Gempylus

: Gempylus serpens



Ciri Khasnya adalah memiliki tubuh yang panjang dengan mulut tajam panjang.

2

Phylum

Subphylum

Infraphylum

Superkelas

Kelas

Ordo

Family

Genus

Spesies

: Chordata

: Craniata

:Gnathostomata

: Pisces

: Actinopterygii

:Scorpaeniformes

: Peristediidae

: Peristedion

: Satyrichthys welchi

Cirri khasnya adalah tubuh meruncing dan memipih dorso ventral, sirip 2 di bagian samping tubuh.

3

Phylum

Subphylum

Infraphylum

Superkelas

Kelas

Ordo

Family

Genus

Spesies

: Chordata

: Craniata

:Gnathostomata

: Pisces

: Actinopterygii

: Ophidiiformes

: Ophidiidae

: Lamprogrammus

: Lamprogrammus niger

Ciri Khasnya adalah

4

Phylum

Subphylum

Infraphylum

Superkelas

Kelas

Ordo

Family

Genus

Spesies

: Chordata

: Craniata

:Gnathostomata

: Pisces

: Elasmobranchii

: Squaliformes

: Squalidae

: Squalus

: Squalus megalops

Ciri Khasnya adalah

5

Phylum

Subphylum

Infraphylum

Superkelas

Kelas

Ordo

Family

Genus

Spesies

: Chordata

: Craniata

:Gnathostomata

: Pisces

: Actinopterygii

: Zeiformes

:Gramicolepididae

: Gramicolepis

: Grammicolepis brachiuscula

Ciri Khasnya adalah

6

Phylum

Subphylum

Infraphylum

Superkelas

Kelas

Ordo

Family

Genus

Spesies

: Chordata

: Craniata

:Gnathostomata

: Pisces

:

:

: Trachichthyidae

:

: Hoplostethus sp

Ciri Khasnya adalah

7

Phylum

Subphylum

Infraphylum

Superkelas

Kelas

Ordo

Family

Genus

Spesies

: Chordata

: Craniata

:Gnathostomata

: Pisces

: Actinopterygii

: Zeiformes

: Zeidae

: Zenopsis

: Zenopsis nebulosus

Ciri Khasnya adalah

8

Phylum

Subphylum

Infraphylum

Superkelas

Kelas

Ordo

Family

Genus

Spesies

: Chordata

: Craniata

:Gnathostomata

: Pisces

: Actinopterygii

: Beryciformes

: Berycidae

: Beryx

: Beryx splendens

Ciri Khasnya adalah

9

Phylum

Subphylum

Infraphylum

Superkelas

Kelas

Ordo

Family

Genus

Spesies

: Chordata

: Craniata

:Gnathostomata

: Pisces

:

:

:

:

: Deretmoides pauciradiatus

Ciri Khasnya adalah

10

Phylum

Subphylum

Infraphylum

Superkelas

Kelas

Ordo

Family

Genus

Spesies

: Chordata

: Craniata

: Gnathostomata

: Pisces

: Actinopterygii

: Gadiformes

: Macrouridae

: Squalogadus

: Squalogadus modificatus

Ciri Khasnya adalah

11

Phylum

Subphylum

Infraphylum

Superkelas

Kelas

Ordo

Family

Genus

Spesies

: Chordata

: Craniata

:Gnathostomata

: Pisces

: Actinopterygii

: Beryciformes

: Trachichthyidae

: Hoplostethus

: Hoplostethus crassispinus

Ciri Khasnya adalah

12

Phylum

Subphylum

Infraphylum

Superkelas

Kelas

Ordo

Family

Genus

Spesies

: Chordata

: Craniata

:Gnathostomata

: Pisces

:Actinopterygii

:Gadiformes

: Macrouridae

: Gadomus

: G. coletti


13

Phylum

Subphylum

Infraphylum

Superkelas

Kelas

Ordo

Family

Genus

Spesies

: Chordata

: Craniata

:Gnathostomata

: Pisces

: Actinopterygii

: Osmeriformes

: Alepocephalidae

:Alepocephalus

: Alepocephalus australis

Ciri Khasnya adalah

14

Phylum

Subphylum

Infraphylum

Superkelas

Kelas

Ordo

Family

Genus

Spesies

: Chordata

: Craniata

:Gnathostomata

: Pisces

: Actinopterygii

:Scorpaeniformes

: Scorpaenidae

: Pterois

: Pterois volitans

Ciri Khasnya adalah memiliki sirip seperti duri, panjang dan sepertisayap.

15

Ikan buntal duren

Phylum

Subphylum

Infraphylum

Superkelas

Kelas

Ordo

Family

Genus

Spesies

: Chordata

: Craniata

:Gnathostomata

: Pisces

:Actinoptrygii

: Tetraodontiformes

: Tetraodontidae

: Tetraodon

: Diodon liturosus

Ciri Khasnya adalah

16

Phylum

Subphylum

Infraphylum

Superkelas

Kelas

Ordo

Family

Genus

Spesies

: Chordata

: Craniata

:Gnathostomata

: Pisces

: Actinoptrygii

: Tetraodontiformes

:Tetraodontidae

: Tetraodon

: Arothron manilensis

Cirri khasnya adalah memiliki warna tubuh bercorak khas belang-belang kea rah lateral.

17

Phylum

Subphylum

Infraphylum

Superkelas

Kelas

Ordo

Family

Genus

Spesies

: Chordata

: Craniata

:Gnathostomata

: Pisces

: Actinopterygii

: Syngnathiformes

: Syngnathidae

: Phycodurus

: P. eques

Ciri Khasnya adalah jantan yang melahirkan. warnanya akan semakin indah, yaitu kemerahan dengan bintik-bintik kuning dengan strip garis-garis biru keunguan.

18

Phylum

Subphylum

Infraphylum

Superkelas

Kelas

Ordo

Family

Genus

Spesies

: Chordata

: Craniata

:Gnathostomata

: Pisces

: Chondrichthyes

: Rajiformes

: Rhinobatidae

: Rhinobatos

: Rhynobates typus


19

Phylum

Subphylum

Infraphylum

Superkelas

Kelas

Ordo

Family

Genus

Spesies

: Chordata

: Craniata

:Gnathostomata

: Pisces

: Sarcopterygii

: Coelacanthiformes

: Latimeriidae

: Latimeria

: Latimeria menadoensis


20

Phylum

Subphylum

Infraphylum

Superkelas

Kelas

Ordo

Family

Genus

Spesies

: Chordata

: Craniata

:Gnathostomata

: Pisces

: Actinopterygii

: Perciformes

: Rachycentridae

: Rachycentron

: Rachycentron canadum

cobia have elongate fusiform (spindle shaped) bodies and broad, flattened heads.

21

Phylum

Subphylum

Infraphylum

Superkelas

Kelas

Ordo

Family

Genus

Spesies

: Chordata

: Craniata

:Gnathostomata

: Pisces

: Actinopterygii

: Scorpaeniformes

: Synanceiidae

: Synanceia

: Synanceia horrida


22

Kakap Merah

Phylum

Subphylum

Infraphylum

Superkelas

Kelas

Ordo

Family

Genus

Spesies

: Chordata

: Craniata

:Gnathostomata

: Pisces

: Actinopterygii

: Percomorphi

: Lutjanidae

: Lutjanus

: Lutjanus gibbus