FPMIPA (Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) UPI merupakan salah satu kampus bergengsi di Bandung yang menghasilkan berbagai lulusan unggulan yang bisa bersaing di dunia kerja dan pendidikan. Gedung FPMIPA UPI merupakan hibah dari Jepang, oleh karena itu gedung ini biasa dikenal dengan sebutan gedung JICA.
Semua keluh kesah, materi kuliah, semua yang terkait dengan hidup saya.. Nunung Haerani :) Inilah hidup saya, dan saya bangga menjadi bagian dari sistem ini..
Jumat, 26 November 2010
FPMIPA UPI "Kampus Tercinta"
FPMIPA (Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) UPI merupakan salah satu kampus bergengsi di Bandung yang menghasilkan berbagai lulusan unggulan yang bisa bersaing di dunia kerja dan pendidikan. Gedung FPMIPA UPI merupakan hibah dari Jepang, oleh karena itu gedung ini biasa dikenal dengan sebutan gedung JICA.
Kunjungan Laboratorium Instrumen FPMIPA UPI
Tanpa arahan and bimbingan sebelumnya, sudah dianggap dewasa and bisa segalanya mereun nya'.. amieennndd.. emang kita segala bisa.. ^^,
Kegiatannya dimulai dari jam 10.00-12.00 Langsung ke lantai 5, karena tempatnya cuman beda lantai aj dengan biologi..
Ternyata, kami dibagi menjadi 2 kloter. kelompok 1-6 menjadi kloter 1 dari jam 10.00-11.00, and 7-12 kloter ke 2 dari jam 11.00-12.00. And, alhasil kelompok saya yg kloter ke-2. Ampuuun, nunggu lagi deh.. tau lah, mahasiswa semester akhir tu banyak tugas and be a super busy.. gayyyaaa gan.. tapi, sebagian kelompok saya juga ada yang masuk ke kloter 1. cuman numpang absen ceunah.. (gak bole ditiru nih yg kayak gni.. tp kalo lgi kepepet mah, gak apa2..)
kloter 1, lamaaaa banget beresnya.. ternyata c ibu yang ngejelasin all about alat instrumen yang biasa di gunakan orang biologi mengira kami cuma 1 kloter. Y ampuuun, kasian kami yg kloter ke-2. waktunya mepet, jam 1 ada kuliah lagi. setelah masuk, kami dipaparin tentang GCMS, SSA, GC dan MS. Sedangkan alat lainnya, seperti HPLC dan FTIR dijelasin ama temen yang sebelumnya. Waktunya gak akan cukup gan.. saya si tertariknya ke SSA aja soalnya alat ini sepertinya akan sering saya gunakan beberapa bulan ke depan.. alat penelitian.. ^^
Beres penjelasan alat-alat.. kirain teh cuman pengenalan doank, udah deh,, eh dari c ibu dosen ternyata disuruh buat laporannya.. Padahal tau sendiri kan saya juga tidak penjelasan mendetail tentang semua alat. Alhasil, searching lagi deh..
Ni dibawah ini Rangkuman laporan Saya.. ^^,
Mudah-mudahan bermanfaat,, Amien..
Hari, Tanggal : Rabu, 03 November 2010
Waktu : 10.00-12.00
Tempat : Laboratorium Instrumen Kimia FPMIPA UPI
B. TUJUAN PRAKTIKUM
Mengetahui dan mempelajari cara kerja alat-alat di Laboratorium Instrumen.
C. LANDASAN TEORI
Laboratorium Instrumen digunakan untuk kegiatan praktikum kimia instrumen, kimia makanan, dan kimia pemisahan lanjut. Peralatan pendukung utama yang tersedia adalah HPLC, GC, GCMS, AAS, Spektrofotmeter UV/VIS, FTIR, COD/BOD, Turbidimeter, Centrifuge, Freeze dryer, dan oven/furnace, dan water demineralizer.
Selain kegiatan praktikum di atas, laboratorium instrumen juga melayani pengukuran yang diperlukan untuk kegiatan praktikum lain seperti praktikum kimia analisis lanjut, kimia analitik II, pengolahan air/limbah, kimia anorganik II, dan kimia organik/organik bahan alam.
D. HASIL PENGAMATAN
Pada praktikum kali ini, kami mahasiswa biologi Universitas Pendidikan Indonesia melakukan kegiatan kunjungan di Laboratorium Kimia Instrumen. Pada Laboratorium ini banyak terdapat alat-alat yang mendukung kegiatan praktikum di Biologi khususnya mata kuliah Toksikologi. Adapun alat-alat yang kami dapatkan yang tidak ada di Laboratorium Biologi adalah:
- GC merupakan alat atau suatu sistem yang dapat menganalsis sample berupa gas atau larutan yang dapat berubah menjadi gas pada tekanan dam temperatur tertentu. Prinsip dasarnya yaitu pemisahan komponen-komponen berdasarkan daya absorpsinya terhadap fasa diamnya. jadi yang namanya GC mempunyai dua fasa yaitu fas gerak (cariier gas) dan fasa diam.
- GC-MS merupakan pengembangan dari GC, cuma ditambah spektroskopi massa. dengan GC-MS senyawa2 yang sudah di pisahkan oleh GC dapat langsung dikethui dengan MS, melalui fragmen2nya. GCMS sangat baik untuk mengindetifikasikan senyawa2 fase nonpolar/titik leleh rendah. Pada GC-MS, adanya penambahan detector dari GC tsb. jadi kalu GC sudah menggunakan MS maka kita akan mengetahui senyawa-senyawa yang akan kita analysis berdasarkan dari berat komponen-komponen setiap peaknya berdasarkan mol weight nya juga dan kita kan tahu senyawa-senya yang telah kita injeksikan ke dalam GC tersebut senyawa apa.
- SSA. Spektrometri merupakan suatu metode analisis kuantitatif yang pengukurannya berdasarkan banyaknya radiasi yang dihasilkan atau yang diserap oleh spesi atom atau molekul analit. Salah satu bagian dari spektrometri ialah Spektrometri Serapan Atom (SSA), merupakan metode analisis unsur secara kuantitatif yang pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang gelombang.
- FTIR
- HPLC
Jumat, 12 November 2010
Tradisi Unik n Antik
Terlalu banyak tradisi dan kebudayaan di desa ini yang belum diceritakan secara mendetail. Bagian diatas merupakan awal perkenalan mengenai desa yang merupakan tempat kelhiran saya ini.
Tradisi di atas menurut saya sebagai pemudi asli desa Kawo, sangat unik dan berbeda dari kebudayaan daerah luar yang pernah saya temui. Oleh karena itu, diperlukan suatu kesadaran untuk melestarikan dan mempromosikannya ke luar sebagai aset daerah. Selain itu, perlu ditekankan disini bahwa suatu tradisi jika dibarengi dengan kesadaran pribadi maka tidak akan menghalangi suatu perkembangan di desa tersebut, malah akan menambah nilai kekayaan desa.
(Masi Belajar menulis)
Mohon Kritikannya..
Jumat, 15 Oktober 2010
Proses Transkrip Pasca-Transkripsi
5’ – GUAUGU – intron - UACUAAC – pyAG – 3’
- Intron pada prekursor tRNA dipotong dengan menggunakan endonuklease secara tepat diikuti oleh reaksi ligasi ( penyambungan ) menggunakan enzim ligase.
- Intron pada beberapa prekursor rRNA dihilangkan dengan mekanisme auto katalitik melalui reaksi unik yang melibatkan molekul RNA itu sendiri dan tidak melibatkan aktivitas enzim.
- Intron pada pre-mRNA dipotong dengan mekanisme reaksi dua-langkah yang dilakukan oleh partikel ribonukleoprotein yang disebut spliceosome.
- melindungi mRNA dari degradasi,
- meningkatkan efisiensi translasi mRNA,
- meningkatkn pengangkutan mRNA dari nucleus ke sitoplasme,
- meningkatkan efisiensi proses splicing mRNA.
Note : semoga mudah dimengerti.. Amiend.. ^^
Rabu, 06 Oktober 2010
Perbandingan Adaptasi Tumbuhan Mesofit, Hidrofit, Xerofit dan Halofit
Xeroflt, yaitu tumbuhan yang menyesuaikan diri dengan lingkungan yang kering, contohnya kaktus. Cara adaptasi xerofit. antara lain mempunyai daun berukuran kecil atau bahkan tidak berdaun (mengalami modifikasi menjadi duri), batang dilapisi lapisan lilin yang tebal, dan berakar panjang sehingga berjangkauan sangat luas.
Hidrofit, yaitu tumbuhan yang mempunyai kemampuan dan menyesuaikan diri untuk hidup pada lingkungan berair, contohnya Eicchornia crassipes , teratai. Cara adaptasi hidrofit, antara lain berdaun lebar dan tipis, serta mempunyai banyak stomata.
Higrofit, yaitu tumbuhan yang menyesuaikan diri dengan lingkungan lembap, contohnya tumbuhan paku dan lumut.
Halofit, yaitu golongan tumbuhan yang mempunyai kemampuan untuk hidup di lingkungan dengan kadar garam tinggi. Ex : Bakau, Nipah.
Mesofit yaitu golongan tumbuhan yang mempunyai kemampuan untuk hidup di lingkungan yang cukup air. Ex : Coffea, Coklat.
Adapun beberapa faktor yang mendorong tanaman hidrofit mengalami adaptasi khusus terhadap habitatnya adalah kelebihan air dan medium kurang menunjang terhadap pertumbuhan tanaman.
Tumbuhan hidrofit melakukan beberapa adaptasi khusus, yaitu:
- Reduksi jaringan pelindung (epidermis), epidermis beralih fungsi bukan sebagai pelindung tetapi berfungsi untuk penyerapan gas dan nutrient langsung karena dinding selulosa dan kutikulanya tipis. tidak punya stomata (tumbuhan hidrofit tenggelam), pertukaran gas langsung melalui dinding sel.
- Reduksi jaringan penguat (sklerenkim), Memiliki sedikit atau bahkan tidak mempunyai jar. Skerenkim. Air memberi kekuatan dan melindungi tumbuhan dari kerusakan.
- Reduksi jaringan pengangkut, xilem memperlihatkan pereduksian yang paling besar dan floem berkembang cukup baik.
- Reduksi jaringan penyerap. sistem akar kurang berkembang dan bulu akar serta tudung akar tidak ada.
- Terdapat pengembangan ruang-ruang udara yang spesial (aerenkim). Terdapat pada daun dan batang hidrofit, menyediakan atmosfir internal bagi tumbuhan, memberikan pelampung bagi tumbuhan untuk mengapung , menyimpan udara oksigen dan karbondioksida.
Adapun bentuk adaptasinya adalah memiliki jaringan aerenkim dengan ruang antar sel yang besar dan jaringan pembuluh tersebar. Flora mangrove menyerap air tetapi mencegah masuknya garam, melalui saringan (ultra filter) yang terdapat pada akar . Flora mangrove menyerap air dengan salinitas tinggi kemudian mengekskresikan garam dengan kelenjar garam yang terdapat pada daun.
- Tumbuhan Hidrofit yang mampu hidup di air beradapatasi dengan daun yang lebar dan tipis, memiliki stomata yang banyak, yaitu di bagian permukaan atas lebih banyak dibandingkan dengan bagian permukaan bawah daun, terdapat jaringan aerenkim yang besar dan lebar.
- Tumbuhan Xerofit yaitu tumbuhan yang mampu hidup di tanah yang kering (kekurangan air) beradaptasi dengan cara daun bermodifikasi menjadi duri, memiliki akar yang lebih panjang daripada tinggi tumbuhan, terdapat stomtata yang sangat sedikit pada bagian bawah epidermis batang, terdapat lapisan kutikula yang sangat tebal untuk mengurangi penguapan.
- Tumbuhan Mesofit yaitu tumbuhan yang mampu hidup dengan kondisi air yang cukup memiliki adaptasi kutikula yang tidak tebal, stomata tipe phaneropor. Mampu hidup di daerah yang tidak terlalu kering dan tidak terlalu basah tetapi di tempat lembab. Akar umumnya tidak melebihi panjang tumbuhan.
- Tumbuhan Halofit yaitu tumbuhan yang mampu pada kondisi kadar garam yang tinggi (salinitas) beradaptasi dengan cara membentuk kelenjar garam yang terdapat pada daun, memiliki jaringan aerenkim dengan ruang antar sel yang besar dan jaringan pembuluh tersebar.
Jika ada yang kurang, mohon dikritik.. ^^
Senin, 04 Oktober 2010
Transkripsi DNA
Transkripsi berlangsung di dalam inti sel atau di dalam matriks mitokondria dan plastida. Transkripsi dapat dipicu oleh rangsangan dari luar maupun tanpa rangsangan. Pada proses tanpa rangsangan, transkripsi berlangsung terus-menerus (gen-gennya disebut gen konstitutif atau "gen pengurus rumah", house-keeping genes). Sementara itu, gen yang memerlukan rangsangan biasanya gen yang hanya diproduksi sewaktu-waktu; gennya disebut gen regulatorik karena biasanya mengatur mekanisme khusus. Rangsangan akan mengaktifkan bagian promoter inti, segmen gen yang berfungsi sebagai pencerap RNA polimerase yang terletak di bagian hulu bagian yang akan disalin (disebut transcription unit), tidak jauh dari ujung 5' gen. Promoter inti terdiri dari kotak TATA, kotak CCAAT dan kotak GC.
Sebelum RNA polimerase dapat terikat pada promoter inti, faktor transkripsi TFIID akan membentuk kompleks dengan kotak TATA. Inhibitor dapat mengikat pada kompleks TFIID-TATA dan mencegah terjadinya kompleks dengan faktor transkripsi lain, namun hal ini dapat dicegah dengan TFIIA yang membentuk kompleks DA-TATA. Setelah itu TFIIB dan TFIIF akan turut terikat membentuk kompleks DABF-TATA. Setelah itu RNA polimerase akan mengikat pada DABF-TATA, dan disusul dengan TFIIE, TFIIH dan TFIIJ.
Kompleks tersebut terjadi pada bagian kotak TATA yang terletak sekitar 10-25 pasangan basa di bagian hulu (upstream) dari kodon mulai (AUG). Adanya faktor transkripsi ini akan menarik enzim RNA polimerase mendekat ke DNA dan kemudian menempatkan diri pada tempat yang sesuai dengan kodon mulai (TAC pada berkas DNA). Berkas DNA yang ditempel oleh RNA polimerase disebut sebagai berkas templat, sementara berkas pasangannya disebut sebagai berkas kode (karena memiliki urutan basa yang sama dengan RNA yang dibuat). Pada awal transkripsi, enzim guaniltransferase menambahkan gugus m7Gppp pada ujung 5' untai pre-mRNA. Sejumlah ATP diperlukan untuk membuat RNA polimerase mulai bergerak dari ujung 3' (ujung karboksil) berkas templat ke arah ujung 5' (ujung amino). pre-mRNA yang terbentuk dengan demikian berarah 5' → 3'. Pergerakan RNA polimerase akan berhenti apabila ia menemui urutan basa yang sesuai dengan kodon berhenti, dan deret AAUAAA akan ditambahkan pada pangkal 3' pre-mRNA. Setelah proses selesai, RNA polimerase akan lepas dari DNA, sedangkan pre-mRNA akan teriris sekitar 20 bp dari deret AAUAAA dan sebuah enzim, poli(A) polimerase akan menambahkan deret antara 150 - 200 adenosina untuk membentuk pre-mRNA yang lengkap yang disebut mRNA primer.
Tergantung intensitasnya, dalam satu berkas transcription unit sejumlah RNA polimerase dapat bekerja secara simultan. Intensitas transkripsi ditentukan oleh keadaan di sejumlah bagian tertentu pada DNA. Ada bagian yang disebut suppressor yang menekan intensitas, dan ada yang disebut enhancer yang memperkuatnya.
- faktor transkripsi umum, mengarahkan RNA polymerase ke promoter dan menghasilkan transkripsi pada aras dasar (basal level).
- faktor transkripsi khusus, pengaturan transkripsi yang lebih spesifik untuk suatu gen.
Selain itu, pada eukaryotic terdapat tiga kelas gen, yaitu gen kelas I, kelas II, dan kelas II yang masing-masing dikatalisis oleh RNA polymerase dan faktro transkripsi yang berbeda. Dalam penjelasan proses transkripsi eukaryotic ini, hanya akan menjelaskan proses transkripsi pada gen II.
Proses transkripsi pada eukaryotic terdiri atas 3 tahapan, yaitu inisiasi, elongasi dan terminasi.
Inisiasi Transkripsi
Transkripsi gen kelas II dilakukan oleh RNA polymerase II yang dibantu oleh beberapa faktro transkripsi umum.
- membentuk kompleks pra-inisiasi yang akan segera mengawali trasnkripsi jika ada nukleotida.
- Pembentukan kompleks prainisiasi yaitu penyusunan kompleks transkripsi umum (TFIIA, TFIIB, TFIID, TFIIE, TFIIF, TFIIH, dan TFIIJI) dan RNA polymerase II pada daerah promoter. Faktor transkripsi umum akan menempel secara bertahap sebagai berikut:
- TFIID menempel pada bagian kotak TATA pada promoter yang dibantu oleh faktor TFIIA sehingga membentuk kompleks DA.
- Penempelan TFIIB
- TFIIF menempel dan diikuti oleh penempelan RNA polymerase II.
- Faktor TFIIE akan menempel diikuti oleh TFIIH dan TFIIJ. Dari penempelan diatas terbentuklah kompleks prainisiasi yakni kompleks DABPoIFEH. Dengan demikian, RNA polymerase II pada eukaryotic tidak menempel secara langsung pada DNA, melainkan melalui perantaraan faktor transkripsi.
- Proses pengenalan promoter diarahkan oleh ikatan TFIID dengan kotak TATA, sedangkan TFIIA meningkatkan daya ikat TFIID dengan kotak TATA.
- RNA polymerase dan TFIIH menutupi daerah promoter mulai dari posisi -34 sampai +17.
- TBP, TFIIB, TFIIF dan RNA polymerase II, membentuk kompleks inisiasi sehingga terjadi pembukaan DNA secara local dan pembentukan ikatan fosfodiester pertama.
- TFIIE dan TFIIH melakukan proses pelepasan dari promoter dengan dikatalisis oleh DNA helikase sehingga DNA pada daerah promoter terbuka. Di mana DNA dipuntir pada daerah hilir dari bagian yang berikatan dengan faktor transkripsi yang lain dan membentuk gelembung transkripsi. Transkripsi dimulai dan bergerak ke arah hilir sepanjang 10-12 nukleotida.
- Fosforilasi RNA polymerase II oleh faktor TFIIH menjadi bentuk IIO, menyebabkan ikatan antara CTD dengan TBP menjadi lemah, sehingga terjadi perubahan konformasi kompleks inisiasi menjadi bentuk yang siap melakukan pemanjangan transkrip.
Pada dasarnya, proses pemanjangan transkripsi pada eukaryotic sama pada prokaryotic, namun terdapat hal-hal spesifik yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Pemanjangan dilakukan oleh RNA polymerase dengan distimulasi oleh faktor TFIIS dan TFIIF.
- Aktivitas RNA polymerase dalam proses transkripsi tidak selalu dalam keadaan tetap , kadang-kadang terjadi jeda pada suatu daerah yang disebut sisi jeda (pausing site). TFIIS berperan dalam mengurangi waktu jeda proses transkripsi pada sisi DNA yang cukup panjang, sedangkan TFIIF mengurangi waktu jeda pada daerah DNA yang acak.
- Proses pemanjangan transkrip akan berjalan sampai RNA polymerase II mencapai daerah terminator.
Terminasi transkripsi dapat terjadi karena adanya aktivitas fosfatase yang spesifik untuk CTD sehingga mengembalikan RNA polymerase II menjadi bentuk yang tidak dapat mengalami fosforilasi. Dalam keadaan tidak mengalami fosforilasi, RNA polymerase II dapat digunakan lagi dalam proses transkripsi berikutnya (RNA polymerase cycling). Dalam hal ini berbeda pada prokaryotic karena pada eukaryotik tidak ada struktur stem loop pada proses terminasi.
Inisiasi Transkripsi
Terdapat empat langkah inisiasi pada transkripsi yaitu:
- Pembentukan kompleks promoter tertutup, yaitu RNA polymerase holoenzim menempel pada DNA bagian promoter suatu gen. Dalam hal ini subunit s yang menempel pada RNA Polimerase berperanan dalam menemukan bagian promoter suatu gen. Pada awal penempelan, RNA polymerase masih belum terikat secara kuat dan struktur promoter masih dalam keadaan tertutup (closed promoter complex).
- Pembentukan kompleks promoter terbuka, RNA polymerase terikat secara kuat dan ikatan hydrogen molekul DNA pada bagian promoter mulai terbuka membentuk struktur terbuka (open promoter complex). Struktur khas promoter biasanya berupa suatu kelompok ikatan hydrogen antara kedua untaian DNA pada posisi -35 dan -10. Sedangkan bagian DNA yang terbuka setelah RNA polymerase menempel biasanya terjadi pada daerah sekitar -9 dan +3 sehingga menjadi struktur untai tunggal.
- Penggabungan beberapa nukleotida awal (10 nukleotida). Bagian DNA yang berikatan dengan RNA polymerase membentuk suatu struktur gelembung transkripsi (transcription bubble) sepanjang kurang lebih 17 pasang basa. Setelah struktur promoter terbuka secara stabil, maka selanjutnya RNA polymerase melakukan proses inisiasi transkripsi dengan menggunakan urutan DNA cetakan sebagai panduannya. Dalam proses transkripsi, nukleotida RNA digabungkan sehingga membentuk transkrip RNA. Nukleotida pertama yang digabungkan hampir selalu berupa molekul purin.
- Perubahan konformasi RNA polymerase karena subunit s dilepaskan dari kompleks holoenzim. Setelah RNA polymerase menempel pada promoter, subunit s melepaskan diri dari struktur holoenzim. Pelepasan subunit s biasanya terjadi setelah terbentuk molekul RNA sepanjang 8 – 9 nukleotida. RNA polymerase inti yang sudah menempel pada promoter akan tetap terikat kuat pada DNA sehingga tidak lepas. Selanjutnya subunit s dapat bergabung dengan RNA polymerase yang lain untuk melakukan proses inisiasi transkripsi selanjutnya.
- Pada bagian gelembung transkripsi, basa-basa molekul RNA membentuk hybrid dengan DNA cetakan sepanjang kurang lebih 12 nukleotida. Hybrid RNA-DNA ini bersifat sementara sebab setelah RNA polimerasenya berjalan, maka hidrid tersebut akan terlepas dan bagian DNA yang terbuka tersebut akhirnya akan menutup lagi. RNA polymerase akan berjalan membaca DNA cetakan untuk melakukan proses pemanjangan untaian RNA. Lalu pemanjangan maksimum molekul transkrip RNA berkisar antara 30 sampai 60 nukleotida perdetik, meskipun laju rata-ratanya dapat lebih rendah dari nilai ini. Secara umum, berdasarkan atas nilai laju semacam ini, sutu gen yang mengkode protein akan disalin menjadi RBA dalam waktu sekitar satu menit. Meskipun demikian, laju pemanjangan transkrip dapat menjadi sangat rendah jika RNA polymerase melewati sisi jeda yang biasanya mengandung banyak basa GC.
- Dalam pemanjangan transkrip, nukleotida ditambahkan secara kovalen pada ujung 3’ molekul RNA yang baru terbentuk. Nukleotida RNA yang ditambahkan tersebut bersifat komplementer dengan nukleotida pada untaian DNA cetakan. Ada dua hipotesis yang diajukan mengenai perubahan topologi DNA dalam proses pemanjangan transkripsi, yaitu: 1) Enzim RNA polymerase bergerak melingkari untaian DNA sepanjang perjalanannya, 2) Enzim RNA yang terbentuk tidak mengalami pelintiran, tetapi untaian DNA yang ditranskripsi harus mengalami puntiran.
- Dalam proses pemanjangan transkripsi RNA, terjadi pembentukan ikatan fosfodiester antara nukleotida RNA yang satu dengan nukleotida yang berikutnya dan ditentukan oleh keberadaan subunit b pada RNA polymerase. Transkripsi berakhir ketika RNA polymerase mencapai ujung gen (terminator).
Terdapat dua macam terminator transkripsi pada Prokaryotik, yaitu:
- Terminator yang tidak tergantung pada protein rho (rho-dependent terminator). Dilakukan tanpa harus melibatkan suatu protein khusus, melainkan ditentukan oleh adanya suatu urutan nukleotida tertentu pada bagian terminator. Sinyal yang akan mengakhiri transkripsi dengan mekanisme semacam ini ditentukan oleh daerah yang mengandung banyak urutan GC yang dapat membentuk struktur batang dan lengkung (steam and loop) pada RNA dengan panjang 20 basa di sebelah hulu dari ujung 3’-OH dan diikuti oleh rangkaian 4-8 residu uridin berurutan. Struktur batang lengkung tersebut menyebabkan RNA polymerase berhenti dan merusak bagian 5’ dari hybrid RNA-DNA. Bagian sisa hybrid RNA-DNA tersebut berupa urutan oligo (rU) yang tidak cukup stabil berpasangan dengan dA. Akibatnya ujung 3’ hybrid tersebut akan terlepas sehingga transkripsi berakhir. Selanjutnya, pita DNA cetakan yang sudah tidak berikatan atau membentuk hibrid dengan RNA segera menempel kembali pada pita DNA komplemennya. RNA polimerase inti pun akhirnya terlepas dari DNA.
- Terminator yang tergantung pada protein rho (rho-independent terminator). Pengakhiran transkripsi yang memerlukan faktor rho hanya terjadi pada daerah jeda yang terletak pada jarak tertentu dari promoter, maka daerah itu tidak dapat berfungsi sebagai daerah pengakhiran transkripsi. Terminator yang bergantung pada rho terdiri atas suatu urutan berulang-balik yang dapat membentuk lengkungan (loop), tetapi tidak ada rangkaian basa T seperti pada daerah terminator yang tidak melibatkan faktor rho. Faktor rho diduga ikut terikat pada transkrip dan mengikuti pergerakan RNA polymerase sampai akhirnya RNA polymerase berhenti pada daerah terminator yaitu sesaat setelah menyinstesis lengkungan RNA. Selanjutnya, faktor rho menyebabkan distabiliasi ikatan RNA-DNA sehingga transkrip RNA terlepas dari DNA cetakan.
Mudah2n tulisan ini bermmanfaat.. Amien.
Selasa, 05 Januari 2010
Lamtoro (Leucaena leucocephala)
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Botani Phanerogamae
Disusun oleh :
Nunung Haerani
0708802
Biologi Basic Science
Jurusan Pendidikan Biologi
Fakultas Matematika dan IPA
Universitas Pendidikan Indonesia
2009
Peri Kehidupan
Lamtoro (Leucaena leucocephala)
Nunung Haerani
0708802
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya, penulis mampu menyelesaikan tugas perikehidupan tentang “Lamtoro atau Leucaena leucocephala” pada mata kuliah Botani Phanerogamae. Tanaman lamtoro ini merupakan salah satu spesies tumbuhan tinggi.
Selesainya penyusunan buku ini tidak luput dari sumbangsih dari berbagai pihak terkait, oleh karena itu penulis ucapkan banyak terima kasih kepada ;
a. Tim dosen Botani Phanerogamae 2009 atas bimbingan dan arahan yang diberikan.
b. Nadhir ersa sani, inspirasiku.
c. Keluarga ku di Lombok, Ibu, k’nanik, k’betal, dan k’aip, terima kasih atas motivasi dan dukungannya.
d. Teman-teman yang turut berpartisipasi atas diselesaikannya buku perikehidupan ini.
Penulis menyadari, penyusunan buku ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan buku ini di masa mendatang.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Permasalahan
1.3. Tujuan
BAB II. PERKENALAN DENGAN LAMTORO
2.1. Taksonomi
2.2. Morfologi dan Anatomi
2.3 Kandungan Kimia
2.4. Distribusi
BAB III. PEMBUDIDAYAAN DAN PEMELIHARAAN LAMTORO
3.1 Pemilihan bibit
3.2 Penyemaian
3.2.1. Penyemaian di tanah
3.2.2. Penyemaian di kotak dengan media pasir
3.2.3. Penyemaian pada kantong plastic (polybag)
BAB IV. HASIL PENGAMATAN
4.1 Hasil pengamatan perkecambahan
4.2. Hasil pengamatan terhadap tumbuhan dewasa
BAB V. PEMBAHASAN
BAB VI. PEMANFAATAN LAMTORO
6.1. Lamtoro sebagai obat
6.1.1. Kencing Manis
6.1.2. Cacingan, Bengkak, Radang ginjal
6.1.3. Bisul, Patah tulang, Luka, Insomnia
6.1.4. Meluruhkan Haid
6.1.5. Meningkatkan gairah seks
6.2. Lamtoro sebagai pakan ternak
6.3. Lamtoro sebagai makanan manusia
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) semakin digiatkan. Berbagai kompetensi, keterampilan dan kecekatan semakin didahulukan dalam persaingan arus globalisasi. Para dosen pun menginginkan para mahasiswanya memiliki bekal yang cukup baik. Oleh karena itu,
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas, didapatkan berbagai permasalahan yaitu :
a. Apakah tanaman lamtoro itu? Bagaiman taksonomi, morfologi dan atonomi serta ciri-cirinya?
b. Bagaimana penanaman dan pemeliharaannya, dari pemilihan bibit sampai penyemaian?
c. Bagaimanakah hasil pengamatan pada saat perkecambahan dan tumbuhan dewasa?
d. Apakah manfaat dari tanaman lamtoro tersebut?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan buku ini adalah salah satunya sebagai tambahan ilmu pengetahuan yang sudah ada tentang lamtoro baik dari segi pengetahuan tanaman, cara perbanyakan bahkan manfaat yang bisa digunakan oleh para pembaca. Selain itu, berikut tujuan-tujuan khusus dari penulisan buku ini, yaitu :
a. Memenuhi salah satu tugas wajib mahasiswa/mahasiswi dari mata kuliah Botani Phanerogamae, BIOLOGI UPI.
b. Memberikan kontribusi pada perkembangan ilmu pengetahuan.
c. Sebagai referensi dan bacaan kepada masyarakat umum, dan para mahasiswa khususnya.
BAB II. PENGENALAN LAMTORO
Leucaena leucocephala (Lamtoro) sepanjang sejarahnya mempunyai beberapa nama botani, yaitu Leucaena glauca dan Leucaena latisiliqua. Spesies ini tersebar secara luas di Mexico dan Amerika Tengah pada tahun 1520 saat datangnya orang Spanyol ke negara tersebut. Baru pada akhir abad ke 20 lebih menyebar luas sampai ke Filipina, dari sini penggunaan sebagai peneduh tanaman perkebunan, kayu bakar dan hijauan pakan ternak makin meluas. Sebelum tahun 1950-an hanya satu varietas yang dikenal yaitu varietas “common” dari subspecies leucocephala. Kemudian muncul nama-nama untuk tanaman ini seperti varietas Hawaii (tipe shrubby) yang sebetulnya tidak berasal dari Hawaii, Peru (tipe low branching) tidak berasal dari Peru, Salvador (tipe arboreal) yang juga tidak berasal dari Salvador. Varietas Cunningham yang telah banyak dikenal dibudidayakan di Indonesia berasal dari Australia, hasil persilangan antara tipe varietas Salvador dengan tipe varietas Peru. Taksonomi Leucaena yang ada sebelumnya sangat membingungkan dan menyesatkan sehingga menghambat dalam pemanfaatannya, perbaikan genetik, dan konservasinya.
Selama 2 abad yang didalam literatur tumbuhan dilaporkan ada 51 species tetapi yang valid/yang diakui hanya 10 species (L. leucocephala, L. pulverulenta, L. diversifolia, L. lanceolata, L. collinsii, L. esculenta, L. macrophylla, L. retusa, L. shannoni dan L. trichodes) sedang yang sisanya diragukan merupakan species lain, dan diduga merupakan nama lain dari yang Leucaena yang sudah ada.
Beberapa spesies baru yang ditemukan belum dilakukan deskripsi dan beberapa yang belum terdiskripsi telah digunakan untuk pemuliaan dan perbaikan genetiknya. Colin Hughes dari Oxford Forestry Institute (OFI) melakukan revisi taxonomi Leucaena. Dari penelitian mengenai taxonomi Leucaena menyimpulkan bahwa Leucaena terdiri dari 22 species dengan 6 intraspecific taxa (subspecies dan varietas).
Di Indonesia tidak banyak spesies Leucaena yang di budidayakan secara luas, yang paling umum adalah L. leucocephala dan varietasnya seperti L. leucocephala var. K28 atau yang dikenal dengan Lamtoro Gung, jenis ini tidak tahan terhadap kutu loncat, kemudian L. diversifolia mulai dibudidayakan, adalah jenis yang relatif lebih tahan terhadap kutu loncat, dapat tumbuh lebih baik dibanding L. leucocephala pada kelerengan yang makin terjal. Sehingga pada tahun 80-an telah dicoba dilakukan okulasi antara L. leucocephala x L. diversifolia kedua jenis Leucaena tersebut di Ciawi, tujuannya untuk mendapatkan tanaman yang tahan kutu loncat. Walaupun keberhasilan okulasi tersebut sangat tinggi, etapi tanaman hasil okulasi yang tahan kutu lont relatif rendah mungkin masih ada pengaruh dari batang bawah. Hibrid Leucaena yang telah dikenal lainnya adalah KX2 hasil persilangan L. leucocephala x L. pallida, KX3 dari hasil persilangan antara L. leucocephala dengan L. diversifolia Kelebihan dari hibrid ini antara lain adalah tahan kutu loncat, produksi lebih tinggi dibanding L. leucocephala. Tetapi kebanyakan Leucaena hibrid produksi bijinya kurang/sedikit. Leucaena KX2 hibrid, generasi berikutnya akan mengalami segregasi bila ditanam menggunakan biji, sehingga disarankan menggunakan bahan vegetatif untuk perbanyakannya.
2.1. Taksonomi Ilmiah
Kerajaan: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Sub kelas: Rosidae
Ordo: Fabales
Famili: Fabaceae
Upafamili: Mimosoideae
Genus: Leucaena
Spesies: L. leucocephala
Nama Lokal: Petai cina,
Lamtoro,
Peuteuy selong,
Kalandingan.
2.2. Morfologi dan Anatomi
Pohon atau perdu, tinggi hingga 20m. Meski kebanyakan hanya sekitar 10m. Percabangan rendah, banyak, dengan pepagan kecoklatan atau keabu-abuan, berbintil-bintil dan berlentisel. Ranting-ranting bulat torak, dengan ujung yang berambut rapat.
Daun majemuk menyirip rangkap, sirip 3-10 pasang, kebanyakan dengan kelenjar pada poros daun tepat sebelum pangkal sirip terbawah, daun penumpu kecil, segitiga. Anak daun tiap sirip 5-20 pasang, berhadapan, bentuk garis memanjang dengan ujung runcing dan pangkal miring (tidak sama), permukaannya berambut halus dan tepinya berjumbai.
Bunga majemuk berupa bongkol (perbungaan capitulum) bertangkai panjang yang berkumpul dalam malai berisi 2-6 bongko l, tiap-tiap bongkol tersusun dari 100-180 kuntum bunga, membentuk bola berwarna putih atau kekuningan berdiameter 12-21 mm, di atas tangkai sepanjang 2-5 cm. Bunga kecil-kecil, berbilangan 5, tabung kelopak bentuk lonceng bergigi pendek, lk 3 mm; mahkota bentuk solet, lk. 5 mm, lepas-lepas. Benangsari 10 helai, lk 1 cm, lepas-lepas.
Buah polong bentuk pita lurus, pipih dan tipis, 14-26 cm × 1.5-2 cm, dengan sekat-sekat di antara biji, hijau dan akhirnya coklat kering jika masak, memecah sendiri sepanjang kampuhnya. Berisi 15-30 biji yang terletak melintang dalam polongan, bundar telur terbalik, coklat tua mengkilap, 6-10 mm × 3-4.5 mm.
2.3 Kandungan Kimia
Biji dari buah polongan lamtoro ini yang sudah tua untuk setiap 100 gram memiliki nilai kandungan kimia berupa :
Nama Zat Jumlah
Kalori 148 Kalori
Fosfor 59 gram
Hidrat Arang 26,2 gram
Protein 10,6 gram
Zat Besi 2,2 gram
Lemak 0,5 gram
Kalsium 155 mili gram
Vitamin C 20 miligram
Vitamin B1 0,23 miligram
Vitamin A 416 SI
2.4. Asal Usul dan Distribusi
Tanah asli lamtoro adalah Meksiko dan Amerika Tengah, di mana tanaman ini tumbuh menyebar luas. Penjajah Spanyol membawa biji-bijinya dari sana ke Filipina di akhir abad XVI, dan dari tempat ini mulailah lamtoro menyebar luas ke pelbagai bagian dunia. Ditanam sebagai peneduh tanaman kopi, penghasil kayu bakar, serta sumber pakan ternak yang lekas tumbuh.
Lamtoro mudah beradaptasi, dan segera saja tanaman ini menjadi liar di berbagai daerah tropis di Asia dan Afrika termasuk pula di Indonesia. Ada tiga anak jenis (subspesies) nya, yakni:
• Leucaena leucocephala ialah anak jenis yang disebar luaskan oleh bangsa Spanyol di atas. Di Jawa dikenal sebagai lamtoro atau petai cina ‘lokal’, berbatang pendek sekitar 5 m tingginya dan pucuk rantingnya berambut lebat.
• Glabrata sp dikenal sebagai lamtoro gung, tanaman ini berukuran besar segala-galanya (pohon, daun, bunga, buah) dibandingkan anak jenis yang pertama. Lamtoro gung baru menyebar luas di dunia dalam beberapa dekade terakhir. Serta,
• Ixtahuacana sp, yang menyebar terbatas di Meksiko dan Guatemala.
Lamtoro menyukai iklim tropis yang hangat (suhu harian 25-30°C); ketinggian di atas 1000 m dpl. dapat menghambat pertumbuhannya. Tanaman ini cukup tahan kekeringan, tumbuh baik di wilayah dengan kisaran curah hujan antara 650-3.000 mm (optimal 800-1.500 mm) pertahun. Akan tetapi termasuk tidak tahan penggenangan.
BAB III
PENANAMAN DAN PEMELIHARAAN
Menanam Lamtoro ini cukup mudah. Suku polong-polongan ini dapat tumbuh subur di daerah ketinggian 1-1500 m dpl. Tanaman ini juga tidak terkait dengan musim karena dapat tumbuh pada segala musim asalkan masih berkisar pada suhu 25-30 o C. Tanaman lamtoro mudah diperbanyak dengan biji dan dengan pemindahan anakan. Saking mudahnya tumbuh, di banyak tempat lamtoro seringkali merajalela menjadi gulma. Tanaman ini pun mudah trubus, setelah dipangkas, ditebang atau dibakar, tunas-tunasnya akan tumbuh kembali dalam jumlah banyak.
Tidak banyak hama yang menyerang tanaman ini, akan tetapi lamtoro teristimewa rentan terhadap serangan hama kutu loncat (Heteropsylla cubana). Serangan hama ini di Indonesia di akhir tahun 1980an, telah mengakibatkan habisnya jenis lamtoro ‘lokal’ di banyak tempat.
Secara biologis, ada 2 cara tanaman lamtoro/petai cina dikembangbiakkan yaitu secara generative dan vegetative. Akan tetapi, apabila dikembangkan melalui cara vegetative yaitu dengan cangkok dan stek, akan banyak mengalami berbagai kegagalan.
Cara generative yaitu dengan menumbuhkan biji yang merupakan salah satiu cara paling umum untuk mengembangkan tanaman yang melakukan penyerbukan sendiri dan silang. Bijinya disebarkan di salah satu medium, lalu disiram dengan air secukupnya, kemudian dijaga kelembaban tanahnya, dan terakhir dipupuk dengan pupuk organik.
Perkembangbiakan ini merupakan salah satu metode yang paling praktis dan mudah untuk mendapatkan bibit tanaman dalam jumlah yang cukup besar.
Pengembangan dengan biji tersebut mempunyai keuntungan, antara lain :
a. Pohonnya kuat karena mempunyai susunan akar yang baik.
b. Tidak mudah mengalami stagnasi akibat kekeringan karena memiliki akar yang dalam.
3.1. PEMILIHAN BIBIT
Biji lamtoro yang akan dijadikan benih harus dipilih dari lamtoro yang berasal dari tanaman yang induknya tumbuh dengan baik, buahnya lebat, dan berukuran panjang sehingga jumlah biji yang terkandung di tiap buah lamtoro itu banyak dan ukuran bijinya besar (bibit unggul). Biji harus sehat atau tidak cacat dan berasal dari buah lamtoro yang benar-benar sudah tua.
Cara memilih biji-biji yang akan digunakan menjadi benih yaitu 1/3(sepertiga) polong paling atas tidak digunakan, karena akan menghasilkan pohon yang masa berbuahnya lambat.
3.2. PENYEMAIAN
Biji harus disemaikan terlebih dahulu sebelumditanam di lapangan sehingga dapat diseleksi daya pertumbuhannya (germination capacity). Cara penyemaian dapat dilakukan dengan 3 perlakuan, yaitu dengan penyemaian di tanah, penyemaian di kotak berisi media pasir dan terakhir pada kantong plastic (polybag).
3.2.1. Penyemaian di tanah
Terlebih dahulu, pilihlah tanah yang gambut untuk dibuat tempat persemaian dengan ukuran lebar sekitar 1m (secukupnya) dan panjangnya disesuaikan dengan kebutuhan. Tempat penyemaian ini harus mendapatkan sinar matahari yang cukup terutama pagi hari dan siang hari.
Tanah persemaian ini diolah dengan kedalaman 10 cm dan dibuat bedengan (tempat khusus persemaian) sedemikian rupa sehingga air tidak menggenangi persemaian. Sebelum biji disemaikan, tanah persemaian dipercikkan secukupnya air sehingga tanah tersebut tidak mengalami erosi namun cukup basah. Selanjutnya, bibit-bibit lamtoro diletakkan dengan cara dibenamkan ke dalam tanah sedemikian rupa sehingga biji lamtoro tersebut rata dengan tanah persemaian dengan jarak antar biji lamtoro sekitar 1x1 cm.
Tanah persemaian dijaga agar tetap agak basah namun jangan sampai tergenangi air, sebab biji petai mudah membusuk. Setelah kurang dari 6-7 hari maka biji akan mulai bekecambah. Gulma-gulma pengganggu pertumbuhan dihilangkan.
Setelah bibit lamtoro pada persemaian telah berdaun satu, maka selanjutnya dipindahkan dengan hati-hati ke pot yang sudah dipersiapkan sebelumnya yaitu pot yang telah berisi media tanah.
3.2.2. Penyemaian di kotak dengan media pasir
Alat yang digunakan sebagai tempat persemaian biji dapat menggunakan kotak dari papan kayu. Isilah kotak dengan pasir yang ketebalannya sudah ditentukan yaitu sekitar 10 cm kemudian disirami air secukupnya sampai basah namun tidak tergenang. Agar tidak tergenag oleh air, maka dasar kotak harus diberi lubang sehingga air dapat mengalir keluar kotak.
Kemudian biji-biji lamtoro tersebut di semaikan ke dalam pasir sedemikian rupa sehinngga permukaan biji rata dengan permukaan pasir. Usahakan jarak antara biji satu dengan biji yang lainnya sekitar 1x1 cm. usahakan agar proses persemaian ini terkena sinar matahari dan dijaga media pasir tersebut agar tetap agak basah.
Setelah biji lamtoro berkecambah, dan memiliki 1 daun kemudian secara hati-hati dipindahkan ke pot atau kantong plastic yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Selanjutnya, diperlakukan seperti biasa.
3.2.3. Penyemaian pada kantong plastic (Polybag)
Penyemaian dapat pula dilakukan pada polybag (kantong plastic) berukuran diameter 20 cm, tinggi 20-30 cm, dan tebalnya sekitar 0,08-0,12 mm. kantong plastic tersebut kemudian diisi dengan media berupa tanah subur yang gembur yang telah dicampur dengan pupuk kandang (kotoran kelinci) dengan perbandingan 1:1. Bagian bawah dari kantong plastic tersebut kemudian dilubangi untuk jalan keluarnya air siraman, sehingga media tumbuh jangan selalu tergenang air siraman. Namun, tetap dijaga selalu agak basah. Tempat penyemaian ini harus terkena sinar matahari.
Kemudian, letakkan biji lamtoro dengan cara membenamkan biji dalam medium tumbuh sedemikian rupa sehingga permukaan biji rata dengan permukaan media tumbuh. Tiap kantong plastic hanya diisi 2 biji lamtoro. Pelihara dan amati sampai biji berkecambah dan kemudian jika tanaman lamtoro tersebut sudah mencapai ketinggian 20 cm sudah siap dipindahkan atau ditanam ke lapangan dan sebagainya.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
4.1. HASIL PENGAMATAN PERKECAMBAHAN
Mulai Penanaman
Tanggal : 19 April 2009
Hari : Minggu
Tempat : Asrama Basic Science, Bandung.
Perlakuan :
- Perkecambahan dilakukan selama kurang lebih 2 bulan, yaitu mulai tanggal 19 April 2009 sampai dengan tanggal 5 bulan juni 2009.
- Penyemaian dan penanaman
Hari Ke- Keterangan
1 - Biji berwarna cokelat tua dan masih keras
6 - Biji mengembang dan kulit biji berubah warna menjadi cokelat kemudaan.
10 - Kecambah mulai tumbuh sepanjang 0,6 cm dari permukaan tanah.
- Warna kulit kecambah agak cokelat muda.
12 - Tinggi kecambah 2 cm dari permukaan tanah.
- Kulit biji mulai terkelupas sebagian.
15 - Tinggi kecambah 4,5 cm dari permukaan tanah.
- Kulit biji terkelupas seluruhnya.
18 - Tinggi kecambah 7 cm dari permukaan tanah.
- Mulai tumbuh pucuk daun.
- Kotiledon masih ada dan berwarna kehijauan.
21 - Tinggi kecambah 10 cm.
- Daun pertama sudah tumbuh.
24 - Tinggi kecambah/tanaman 10 cm dari permukaan tanah.
- Muncul daun kedua dan daun pertama bertambah besar.
27 - Tinggi tanaman 14 cm dari permukaan tanah.
- Daun ketiga dan keempat sudah mulai tumbuh.
- Kotiledon menyusut
30 - Tinggi tanaman 14 cm dari permukaan tanah.
- Daun kelima dan keenam mulai tumbuh.
33 - Tinggi tanaman 15 cm dari permukaan tanah.
- Daun ketujuh dan kedelapan mulai tumbuh.
- Kotiledon menguning dan menyusut.
36 - Tinggi tanaman 16 cm.
- Daun kesembilan dan kesepuluh mulai tumbuh.
- Kotiledon lepas.
39 - Tinggi tanaman 17 cm dari permukaan tanah.
- Daun seterusnya tumbuh sampai terbentuk tanaman kecil.
42 - Tinggi tanaman 20 cm dari permukaan tanah.
- Terbentuk tanaman kecil
Dst - Seperti tumbuhan dewasa.
4.2. HASIL PENGAMATAN TERHADAP TUMBUHAN DEWASA
Kriteria Family Mimosaceae
Habitat Darat
Habitus Pohon
Pola Percabangan Simpodial
Jenis Daun Majemuk
Duduk Daun Berseling
Pertulangan Daun Brachidodromous
Perbungaan Majemuk dalam perbungaan kapitulum.
Jenis Kelamin Biseksual
Calix/Corolla Bersatu
Stamen Bagian dasar bersatu
Pistillum (Karpel) Stigma bersatu
Ovarium Superum
Simetri Bunga Actinomorph
Kelamin Tumbuhan Monoecus
Perlekatan Karpel Syncarp
Jenis Buah Tunggal polongan
Tipe Plasenta Marginalis
Umur tumbuhan Beberapa tahun
BAB V
PEMBAHASAN
Penanaman lamtoro atau petai cina yang dilakukan yang berasal dari biji, karena tanaman ini tidak dapat ditanam dengan pemotongan batang atau stek (Suprayitno, Lamtoro gung dan Manfaatnya). Media tanam berupa tanah yangditempatkan pada pot kecil. Tanah yang dipakai sebagai media, diambil langsung dari lokasi tanah yang sudah tercampur dengan pupuk alami yaitu kotoran kelinci yang mambuat tanah tersebut gembur dan subur.
Sebelum proses penyemaian, dilakukan pemilihan biji. Biji lamtoro yang dipilih harus dari buah lamtoro tanaman induk yang baik, buahnya lebat, kering di pohon dan mempunyai ketuaan yang sempurna. Buah yang sudah keringdi pohon tersebut diambil dan dijemur bersama dengan kulit buahnya. Buah yang sudah dijemur sampai benar-benar kering kemudian diambil bijinya. Setelah biji-biji bibit tersedia maka dilakukan penyemaian bibit dengan cara langsung menanamnya pada tanah yangberukuran cukup luas (30x30 cm2)c sampai terbentuk kecambah dengan berbagai ukuran daun. Setelah terbentuk kecambah kira-kira 5 cm, penanaman dipindahkan ke dalam pot kecil.
Selama proses penyemaian oksigen, air, suhu, dan cahaya yang cukup sehingga penyemaian dilakukan di tempat yang cukup cahya dan disiram dua kali sehari. Air merupakan factor yang paling penting, karena biji berada dalam keadaan dormansi.
BAB VI. PEMANFAATAN LAMTORO
Sejak lama lamtoro telah dimanfaatkan sebagai pohon peneduh, pencegah erosi, sumber kayu bakar dan pakan ternak. Di tanah-tanah yang cukup subur, lamtoro tumbuh dengan cepat dan dapat mencapai ukuran dewasanya (tinggi 13-18 m) dalam waktu 3 sampai 5 tahun. Tegakan yang padat (lebih dari 5000 pohon/ha) mampu menghasilkan riap kayu sebesar 20 hingga 60 m³ perhektare pertahun. Pohon yang ditanam sendirian dapat tumbuh mencapai gemang 50 cm.
Lamtoro adalah salah satu jenis polong-polongan serbaguna yang paling banyak ditanam dalam pola pertanaman campuran (wanatani). Pohon ini sering ditanam dalam jalur-jalur berjarak 3-10 m, di antara larikan-larikan tanaman pokok. Kegunaan lainnya adalah sebagai pagar hidup, sekat api, penahan angin, jalur hijau, rambatan hidup bagi tanaman-tanaman yang melilit seperti lada, panili, markisa dan gadung, serta pohon penaung di perkebunan kopi dan kakao.
Di hutan-hutan tanaman jati yang dikelola Perhutani di Jawa, lamtoro kerap ditanam sebagai tanaman sela untuk mengendalikan hanyutan tanah (erosi) dan meningkatkan kesuburan tanah. Perakaran lamtoro memiliki nodul-nodul akar tempat mengikat nitrogen.
Berikut pemanfaatan berbagai organ dari tanaman lamtoro, yaitu :
a. Kayu
Lamtoro terutama disukai sebagai penghasil kayu api. Kayu lamtoro memiliki nilai kalori sebesar 19.250 kJ/kg, terbakar dengan lambat serta menghasilkan sedikit asap dan abu. Arang kayu lamtoro berkualitas sangat baik, dengan nilai kalori 48.400 kJ/kg.
Kayunya termasuk padat untuk ukuran pohon yang lekas tumbuh (kepadatan 500-600 kg/m³) dan kadar air kayu basah antara 30-50%, bergantung pada umurnya. Lamtoro cukup mudah dikeringkan dengan hasil yang baik, dan mudah dikerjakan. Sayangnya kayu ini jarang yang memiliki ukuran besar; batang bebas cabang umumnya pendek dan banyak mata kayu, karena pohon ini banyak bercabang-cabang. Kayu terasnya berwarna coklat kemerahan atau keemasan, bertekstur sedang, cukup keras dan kuat sebagai kayu perkakas, mebel, tiang atau penutup lantai. Kayu lamtoro tidak tahan serangan rayap dan agak lekas membusuk apabila digunakan di luar ruangan, akan tetapi mudah menyerap bahan pengawet.
Lamtoro juga merupakan penghasil pulp (bubur kayu) yang baik, yang cocok untuk produksi kertas atau rayon. Kayunya menghasilkan 50-52% pulp, dengan kadar lignin rendah dan serat kayu sepanjang 1,1-1,3 mm. Kualitas kertas yang didapat termasuk baik.
Lamtoro diketahui menghasilkan zat penyamak dan zat pewarna merah, coklat dan hitam dari pepagan (kulit batang), daun, dan polongnya. Sejenis resin atau gum juga dihasilkan dari batang yang terluka atau yang kena penyakit, terutama dari persilangan L. leucocephala × L. esculenta. Gum ini memiliki kualitas yang baik, serupa dengan gum arab.
b. Daun
Daun lamtoro (L. leucocephala) memiliki berbagai manfaat yang sangat berguna. Khususnya sebagai pakan ternak yang akan dijelaskan secara mendetail di bagian bawah. Selain itu, daun ini juga dikonsumsi oleh manusia sebagai makanan dan lalapan.
c. Akar
Leucaena spp mempunyai kemampuan seperti tanaman leguminosa lain, yaitu akarnya dapat mengikat nitrogen gas bila bersimbiosa dengan bakteri tanah rhizobium, jadi asosiasi ini merupakan asosiasi yang menguntungkan baik untuk tanaman maupun untuk bakterianya. Seperti telah diketahui bahwa komposisi gas yang berada di atmosfer didominasi oleh gas nitrogen (N2), namun nitrogen dalam bentuk gas ini tidak dapat digunakan oleh tanaman, sehingga harus diubah dulu dalam bentuk nitrat, yang tersedia untuk tanaman. Unsur nitrogen yang dapat digunakan oleh tanaman adalah ammonium atau nitrat. Asosiasi tanaman leguminosa dengan bakteri tanah rhizobia akan merubah N2 menjadi bentuk nitrat. Sehingga asosiasi ini akan menyediakan unsur nitrogen yang dibutuhkan bagi tanaman secara ramah lingkungan. Kondisi tanah tropis yang mengandung total nitrogen dan nitrogen yang tersedia rendah padahal tanaman didaerah ini membutuhkan unsur nitrogen lebih banyak untuk produksi yang optimum, maka biasanya pemupukan dengan pupuk kimia adalah salah satu cara untuk mengoreksi kondisi tersebut.
Tetapi ketergantungan pada pupuk kimia menjadi tidak sustainable, karena (1) berkurang keuntungan dan harga pupuk yang mengakibatkan tidak ekonomis dan mahal, (2) recovery pupuk N didalam tanaman sangat rendah sekitar 40-60% dan di dalam produk hewan berkisar 10-20 %, sisanya berada di lingkungan sekitarnya dan berpotensi sebagai pollutan dan nitrat yang tidak digunakan tanaman tersebut dapat mencemari aliran air, air tanah dan emisi gas nitrogen oksida hasil denitrifikasi salah satu penyumbang efek rumah kaca atau Green house effects.
Tidak semua Rhizobium/Bradyrhizobium dapat membentuk bintil akar dengan semua tanaman leguminosa, ini mengindikasikan bahwa asosiasi/simbiose tersebut mempunyai kespesifikan. Spesifisitas ini diatur oleh faktor yang disebabkan oleh tanaman maupun bakteria. Sejumlah senyawa yang diduga menentukan kecocokan suatu asosiasi, seperti lectin, yaitu protein khusus yang terikat dengan gula dan flavonoid yang dikeluarkan oleh akar tanaman dan permukaan sel bakteria yang tersusun dari polisacharrida. Dalam aspek kebutuhan akan Rhizobium, Leucaena leucocephala berada dalam grup yang spesifik artinya tanaman ini dapat membentuk asosiasi yang efektif dengan Rhizobium dalam mengikat N2 udara dengan variasi strain yang tidak luas dan sebagian species sangat spesifik.
Hibrid L.diversifolia x L. leucocephala yang ditanam pada tanah asam memberikan respon positif terhadap inokulasi Rhizobium, yaitu dengan meningkatnya produksi tanaman bila dikombinasikan dengan VAM maka produksi akan lebih baik. Leucaena KX2 hibrid termasuk yang spesifik dalam kebutuhannya akan Rhizobium. L leucocephala cv Tarramba dan Leucaena Hibrid KX2 yang ditanam pada tanah dari berbagai lokasi di Indonesia memberikan respon inokulasi yang berbeda. Leucaena hibrid KX2 lebih memberikan respon positif terhadap inokulasi dengan meningkatnya produksi dibanding L. leucocephala cv. Tarramba, baik itu ditanah asam (Ciawi, Bogor) maupun tanah yang basa dan berkapur (Tanah dari Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat).
Kelihatannya ada spesifisitas kebutuhan akan Rhizobium pada leucaena hasil hibridisasi. Sehingga perlu dilakukan seleksi Rhizobium lebih lanjut untuk beberapa “leucaena yang kurang dikenal”. Isolasi Rhizobium alam dari berbagai tanah di Indonesia telah dilakukan. Isolat-isolat ini perlu dilakukan uji selanjutnya sebelum di gunakan oleh pengguna. Jumlah N2 yang diikat oleh asosiasi makrosimbion dan mikrosimbion tergantung dari faktor lingkungan (temperatur, kelembaban, nutrisi, pH maupun faktor biotik (kesesuaian antara bakteri dan tanaman, adanya mikroba lain). LEMKINE dan LESUEUR (1998) melaporkan adanya interaksi yang signifikan antara strain Rhizobium dan species Leucaena species yang kurang dikenal. Strain LDK4 yang diisolasi dari L. diversifolia menghasilkan produksi tanaman dan bintil akar paling tinggi dibanding strain yang diisolasi dari C. calothyrsus maupun Prosopis juliflora bila diinokulasikan pada leucaena yang kurang dikenal.
6.1. Lamtoro sebagai obat
Berdasarkan penelitian Prof Hembing Wijayakusuma, dijelaskan bahwasannya lamtoro dapat menyembuhkan beberapa penyakit, seperti diabetes, susah tidur, radang ginjal, disentri, meningkatkan gairah seksualitas, cacingan, peluruh haid, herpes zoster, luka terpukul, bisul, eksim, patah tulang, tertusuk kayu atau bambu, dan pembengkakan. Dalam hal ini, tanaman lamtoro tidak hanya bermanfaat pada bijinya saja (seperti yang banyak diketahui oleh orang awam), namun semua bagian tanaman ini sangat berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit-penyakit tersebut. Penggunaan secara tepat akan berdampak pada percepatan kesembuhan penyakit ini, begitupun sebaliknya.
Pada bagian akar lamtoro pun memiliki khasiat yang tak kalah hebatnya dengan bagian biji. Di salah satu bagian tanaman ini, seringkali dimanfaatkan orang sebagai obat peluruh haid. Metode pengobatan yang relatif tradisional ini menawarkan berbagai kelebihan yang tidak dimiliki oleh metode pengobatan modern. Manakala obat modern mengandung efek samping dari unsur kimiawi buatan yang sangat kuat, maka dari tanaman lamtoro ini efek samping masih rendah karena bersifat alami dan belum tersentuh unsur buatan manusia.
Tanaman lamtoro dapat dimanfaatkan untuk obat-obatan. Manfat-manfaat tanaman lamtoro diantaranya adalah sebagai obat cacing, peluruh kencing, patah tulang, luka terpukul, susah tidur (insomnia), bengkak (oedem), radang ginjal, dan kencing manis. Akar tanaman lamtoro ini pun dapat dimanfaatkan sebagai peluruh haid.
6.1.1. Kencing Manis
Untuk menyembuhkan penyakit diabetes, seduh satu sendok teh bubuk biji tanaman lamtoro dengan ½ cangkir air panas. Minum hasil seduhan saat masih hangat, setengah jam sebelum makan sebanyak 2-3 kali sehari.
6.1.2. Cacingan, Bengkak (Oedem) dan Radang ginjal
Rebus atau seduh 3-5 gram serbuk biji tanaman lamtoro kering dengan 1 cangkir air panas, lalu minum air rebusan atau seduhannya. Lakukan pengobatan tiga kali sehari dengan dosis yang sama.
6.1.3. Bisul, Patah tulang, Abses paru, Luka terpukul, Susah tidur karena gelisah (Insomnia)
Rebus 10 gram seluruh bagian tanaman lamtoro dengan 3 gelas air sampai tersisa 1 gelas. Minum sekaligus satu kali sehari saat hangat.
6.1.4. Meluruhkan Haid
Rebus segenggam akar tanaman lamtoro dengan 3 gelas air sampai tersisa satu gelas. Minum air rebusan dua kali sehari masing-masing 1 gelas.
6.1.5. Meningkatkan gairah seks
Kocok 1 sendok bubuk biji tanaman lamtoro, 1 sendok bubuk lada hitam, 2 butir kuning telur ayam kampung mentah dan 1 sendok madu sampai rata. Minum campuran tersebut sekaligus satu hari.
Sebelum digunakan untuk resep-resep di atas, harap biji dikeringkan dan ditumbuk menjadi serbuk lalu disimpan.
6.2. Lamtoro sebagai pakan ternak
Daun-daun dan ranting muda lamtoro merupakan pakan ternak dan sumber protein yang baik, khususnya bagi ruminansia. Daun-daun ini memiliki tingkat ketercernaan 60 hingga 70% pada ruminansia, tertinggi di antara jenis-jenis polong-polongan dan hijauan pakan ternak tropis lainnya. Lamtoro yang ditanam cukup rapat dan dikelola dengan baik dapat menghasilkan hijauan dalam jumlah yang tinggi. Namun pertanaman campuran lamtoro (jarak tanam 5-8 m) dengan rumput yang ditanam di antaranya, akan memberikan hasil paling ekonomis. Disamping mensuplai protein juga mineral kecuali sodium dan iodine, asam amino. Kandungan serat kasar rendah, adanya kandungan tannin yang dapat meningkatkan protein by-pass. Ternak sapi dan kambing menghasilkan pertambahan bobot yang baik dengan komposisi hijauan pakan berupa campuran rumput dan 20—30% lamtoro. Meskipun semua ternak menyukai lamtoro, akan tetapi kandungan yang tinggi dari mimosin dapat menyebabkan kerontokan rambut pada ternak non-ruminansia. Mimosin, sejenis asam amino, terkandung pada daun-daun dan biji lamtoro hingga sebesar 4% berat kering Problem adanya mimosine yang dianggap sebagai anti-nutrisi telah dapat diatasi. Sehingga mimosine tidak dipertimbangkan lagi sebagai faktor anti-nutrisi lagi. Bakteri rumen (Synergistes jonesii) dapat mendetoksifikasi mimosine. Pada ruminansia, mimosin ini diuraikan di dalam lambungnya oleh sejenis bakteria, Synergistes jonesii. Pemanasan dan pemberian garam besi-belerang pun dapat mengurangi toksisitas mimosin. Tetapi untuk ternak unggas masih merupakan faktor anti-nutrisi. Mimosine ini dapat dihilangkan dari leucaena segar dengan merendam dalam air panas. Leucaena dapat digunakan sebagai pakan suplemen untuk pakan yang terdiri dari rumput dan limbah pertanian, yang akan meningkatkan intake dan memperbaiki pencernaan.
6.3. Lamtoro sebagai makanan manusia
Lamtoro yang memiliki nama latin Leucaena glauca merupakan jenis tanaman yang mudah kita temui di sekitar lingkungan kita. Biji hijau mungilnya sering digunakan sebagai bahan pelengkap untuk membuat makanan. Salah satunya adalah botok. Kombinasi dari campuran kelapa parut, tahu, tempe, kemangi, ikan teri, dan lamtoro ini menyajikan sebuah cita rasa masakan asli Indonesia yang lezat dan bergizi.
Di Jawa, pucuk dan polong yang muda biasa dilalap mentah. Biji-bijinya yang tua disangrai sebagai pengganti kopi, dengan bau harum yang lebih keras dari kopi. Biji-biji yang sudah cukup tua, tetapi belum menghitam, biasa digunakan sebagai campuran pecal dan botok.
KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman lamtoro atau petai cina dapat diambil kesimpulan bahwa tanaman lamtoro dapat tumbuh dengan baik melalui biji (perkembangbiakan generative). Biji mulai berkecambah pada hari ke 6-8. Perkecambahannya agak lama karena tanaman ini merupakan tanaman tahunan. Pada proses penyemaian dan penanaman diperlukan beberapa kondisi lingkungan atau tempat tumbuh yang cukup baik agar proses pertumbuhan sesuai yang diinginkan, seperti tersedianya air yang cukup, sinar matahari dan oksigen yang cukup serta ditunjang dengan unsure-unsur hara dari tanah yang memadai.
Tanaman lamtoro merupakan salah satu tanaman yang cukup dikenal oleh masyarakat secara luas. Lamtoro memiliki beberapa manfaat diantaranya sebagai tanaman hias, tanaman pelindung, makanan ternak bahkan sebagai obat. Oleh karena itu, tanaman ini perlu untuk dibudidayakan dan dijaga kelestariannya.
Hasil Pengamatan Pisces di Seaworld
HASIL PENGAMATAN PISCES LAUT DALAM DAN LAINNYA
NO | GAMBAR | TAKSONOMI | DESKRIPSI | ||||
1 | |
| Ciri Khasnya adalah memiliki tubuh yang panjang dengan mulut tajam panjang. | ||||
2 |
|
| Cirri khasnya adalah tubuh meruncing dan memipih dorso ventral, sirip 2 di bagian samping tubuh. | ||||
3 |
|
| Ciri Khasnya adalah | ||||
4 |
|
| Ciri Khasnya adalah | ||||
5 |
|
| Ciri Khasnya adalah | ||||
6 |
|
| Ciri Khasnya adalah | ||||
7 | |
| Ciri Khasnya adalah | ||||
8 |
| Ciri Khasnya adalah | |||||
9 |
|
| Ciri Khasnya adalah | ||||
10 | |
| Ciri Khasnya adalah | ||||
11 | |
| Ciri Khasnya adalah | ||||
12 | |
| | ||||
13 | |
| Ciri Khasnya adalah | ||||
14 | |
| Ciri Khasnya adalah memiliki sirip seperti duri, panjang dan sepertisayap. | ||||
15 | | Ikan buntal duren
| Ciri Khasnya adalah | ||||
16 | |
| Cirri khasnya adalah memiliki warna tubuh bercorak khas belang-belang kea rah lateral. | ||||
17 | |
| Ciri Khasnya adalah jantan yang melahirkan. warnanya akan semakin indah, yaitu kemerahan dengan bintik-bintik kuning dengan strip garis-garis biru keunguan. | ||||
18 | |
| | ||||
19 | |
| | ||||
20 | |
| cobia have elongate fusiform (spindle shaped) bodies and broad, flattened heads. | ||||
21 |
| | |||||
22 | Kakap Merah
| |