Kamis, 01 Desember 2011

Produktivitas Primer dan Sekunder Lapangan Golf UPI Bandung

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER

BAB 1. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Suatu ekosistem dapat terbentuk oleh adanya interaksi antara makhluk dan lingkungannya, baik antara makhluk hidup dengan makhluk hidup lainnya dan antara makhluk hidup dengan lingkungan abiotik (habitat). Interaksi dalam ekosistem didasari adanya hubungan saling membutuhkan antara sesama makhluk hidup dan adanya eksploitasi lingkungan abiotik untuk kebutuhan dasar hidup bagi makhluk hidup. Jika dilihat dari aspek kebutuhannya, sesungguhnya interaksi bagi makhluk hidup umumnya merupakan upaya mendapatkan energy bagi kelangsungan hidupnya yang meliputi pertumbuhan, pemeliharaan, reproduksi dan pergerakan. Sumber energy primer bagi ekosistem adalah cahaya matahari.

Produksi bagi ekosistem merupakan proses pemasukan dan penyimpanan energy dalam ekosistem. Pemasukan energy dalam ekosistem yang dimaksud adalah pemindahan energy cahaya menjadi energy kimia oleh produsen. Sedangkan penyimpanan energy yang dimaksudkan adalah penggunaan energy oleh konsumen dan mikroorganisme. Laju produksi makhluk hidup dalam ekosistem disebut sebagai produktivitas.

Menurut Jordan (1985) dalam Wiharto (2007), Jika produktivitas suatu ekosistem hanya berubah sedikit dalam jangka waktu yang lama maka hal itu menandakan kondisi lingkungan yang stabil, tetapi jika perubahan yang dramatis maka menunjukkan telah terjadi perubahan lingkungan yang nyata atau terjadi perubahan yang penting dalam interaksi di antara organisme penyusun eksosistem. Menurut Campbell (2002), terjadinya perbedaan produktivitas pada berbagai ekosistem dalam biosfer disebabkan oleh adanya faktor pembatas dalam setiap ekosistem. Faktor yang paling penting dalam pembatasan produktivitas bergantung pada jenis ekosistem dan perubahan musim dalam lingkungan. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu pengetahuan untuk mengkaji lebih dalam mengenai produktivitas dan cara penghitungannya. Hal ini akan memberikan sisi positif terkait dengan ekosistem itu sendiri.

B. TUJUAN

1. Untuk mengetahui laju produktivitas primer rumput di lapangan Golf UPI

2. Untuk mengetahui laju produktivitas produktivitas sekunder kelinci.

C. RUMUSAN MASALAH

Adapun permasalahan yang kami dapatkan dari kegiatan ini adalah :

1. Berapakah laju produktivitas primer rumput-rumputan di lapangan Golf UPI?

2. Berapakah laju produktivitas sekunder kelinci percobaan?

BAB II. METODE KERJA

A. PELAKSANAAN KEGIATAN

Hari, tanggal : Kamis, 23 september 2010

Waktu : 13.00-Selesai

Tempat : Laboratorium Ekologi FPMIPA UPI

B. ALAT DAN BAHAN

1. Tali rafia ukuran1x1 m

2. Patok

3. Gunting

4. Plastik sample

5. Kertas koran

6. Kangkung

C. LANGKAH KERJA

Adapun langkah kerja yang kami lakukan adalah :

1. Produktivitas Primer

· Membuat petak dengan ukuran 1x1 m

· memotong rumput 1 cm diatas permukaan tanah

· Menimbang berat basah ramput.

· Rumput yang telah dipotong dibiarkan selama 1 minggu, kemudian melakukan pemotongan kembali.

· Menimbang berat kering rumput yang telah dipotong

· Melakukan analisis data

2. Produktivitas Sekunder

· Menimbang berat awal kelinci

· Kelinci diberi makan setiap hari sebanyak 100 g kangkung.

· Menimbang berat kelinci setiap 3 hari sekali selama 2 minggu.

· Menimbang berat akhir kelinci

· Analisis data

BAB III. TINJAUAN PUSTAKA

Produktivitas primer merupakan laju penambatan energi yang dilakukan oleh produsen. Menurut Campbell (2002), Produktivitas primer menunjukkan Jumlah energy cahaya yang diubah menjadi energy kimia oleh autotrof suatu ekosistem selama suatu periode waktu tertentu. Total produktivitas primer dikenal sebagai produktivitas primer kotor (gross primary productivity, GPP). Tidak semua hasil produktivitas ini disimpan sebagai bahan organik pada tubuh organisme produsen atau pada tumbuhan yang sedang tumbuh, karena organisme tersebut menggunakan sebagian molekul tersebut sebagai bahan bakar organic dalam respirasinya. Dengan demikian, Produktivitas primer bersih (net primary productivity, NPP) sama dengan produktivitas primer kotor dikurangi energy yang digunakan oleh produsen untuk respirasi (Rs): NPP = GPP – Rs.

Dalam sebuah ekosistem, produktivitas primer menunjukkan simpanan energy kimia yang tersedia bagi konsumen. Pada sebagian besar produsen primer, produktivitas primer bersih dapat mencapai 50% – 90% dari produktivitas primer kotor. Menurut Campbell et al (2002), Rasio NPP terhadap GPP umumnya lebih kecil bagi produsen besar dengan struktur nonfotosintetik yang rumit, seperti pohon yang mendukung sistem batang dan akar yang besar dan secara metabolik aktif.

Produktivitas primer dapat dinyatakan dalam energy persatuan luas persatuan waktu (J/m2/tahun), atau sebagai biomassa (berat kering organik) vegetasi yang ditambahkan ke ekosistem persatuan luasan per satuan waktu (g/m2/tahun). Namun demikian, produktivitas primer suatu ekosistem hendaknya tidak dikelirukan dengan total biomassa dari autotrof fotosintetik yang terdapat pada suatu waktu tertentu, yang disebut biomassa tanaman tegakan (standing crop biomass). Produktivitas primer menunjukkan laju di mana organisme-organisme mensintesis biomassa baru. Meskipun sebuah hutan memiliki biomassa tanaman tegakan yang sangat besar, produktivitas primernya mungkin sesungguhnya kurang dari produktivitas primer beberapa padang rumput yang tidak mengakumulasi vegetasi (Campbell et al., 2002).

Produktivitas pada ekosistem dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

1. Suhu

Berdasarkan gradasi suhu rata-rata tahunan, maka produktivitas akan meningkat dari wilayah kutub ke ekuator. Namun pada hutan hujan tropis, suhu bukanlah menjadi faktor dominan yang menentukan produktivitas, tapi lamanya musim tumbuh. Adanya suhu yang tinggi dan konstan hampir sepanjang tahun dapat bermakna musim tumbuh bagi tumbuhan akan berlangsung lama, yang pada gilirannya meningkatkan produktivitas.

Suhu secara langsung ataupun tidak langsung berpengaruh pada produktivitas. Secara langsung suhu berperan dalam mengontrol reaksi enzimatik dalam proses fotosintetis, sehingga tingginya suhu dapat meningkatkan laju maksimum fotosintesis. Sedangkan secara tidak langsung, misalnya suhu berperan dalam membentuk stratifikasi kolom perairan yang akibatnya dapat mempengaruhi distribusi vertikal fitoplankton.


2. Cahaya

Cahaya merupakan sumber energy primer bagi ekosistem. Cahaya memiliki peran yang sangat vital dalam produktivitas primer, oleh karena hanya dengan energy cahaya tumbuhan dan fitoplankton dapat menggerakkan mesin fotosintesis dalam tubuhnya. Hal ini berarti bahwa wilayah yang menerima lebih banyak dan lebih lama penyinaran cahaya matahari tahunan akan memiliki kesempatan berfotosintesis yang lebih panjang sehingga mendukung peningkatan produktivitas primer.

Pada ekosistem terrestrial seperti hutan hujan tropis memilik produktivitas primer yang paling tinggi karena wilayah hutan hujan tropis menerima lebih banyak sinar matahari tahunan yang tersedia bagi fotosintesis dibanding dengan iklim sedang (Wiharto, 2007). Sedangkan pada eksosistem perairan, laju pertumbuhan fitoplankton sangat tergantung pada ketersediaan cahaya dalam perairan. Laju pertumbuhan maksimum fitoplankton akan mengalami penurunan jika perairan berada pada kondisi ketersediaan cahaya yang rendah.

3. Air, curah hujan dan kelembaban

Produktivitas pada ekosistem terrestrial berkorelasi dengan ketersediaan air. Air merupakan bahan dasar dalam proses fotosintesis, sehingga ketersediaan air merupakan faktor pembatas terhadap aktivitas fotosintetik. Secara kimiwi air berperan sebagai pelarut universal, keberadaan air memungkinkan membawa serta nutrient yang dibutuhkan oleh tumbuhan.

Air memiliki siklus dalam ekosistem. Keberadaan air dalam ekosistem dalam bentuk air tanah, air sungai/perairan, dan air di atmosfer dalam bentuk uap. Uap di atmosfer dapat mengalami kondensasi lalu jatuh sebagai air hujan. Interaksi antara suhu dan air hujan yang banyak yang berlangsung sepanjang tahun menghasilkan kondisi kelembaban yang sangat ideal tumbuhan terutama pada hutan hujan tropis untuk meningkatkan produktivitas.

Menurut Jordan (1995) dalam Wiharto (2007), tingginya kelembaban pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas mikroorganisme. Selain itu, proses lain yang sangat dipengaruhi proses ini adalah pelapukan tanah yang berlangsung cepat yang menyebabkan lepasnya unsure hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Terjadinya petir dan badai selama hujan menyebabkan banyaknya nitrogen yang terfiksasi di udara, dan turun ke bumi bersama air hujan.

Namun demikian, air yang jatuh sebagai hujan akan menyebabkan tanah-tanah yang tidak tertutupi vegetasi rentan mengalami pencucian yang akan mengurangi kesuburan tanah. Pencucian adalah penyebab utama hilangnya zat hara dalam ekosistem.

4. Nutrien

Tumbuhan membutuhkan berbagai ragam nutrient anorganik, beberapa dalam jumlah yang relatif besar dan yang lainnya dalam jumlah sedikit, akan tetapi semuanya penting. Pada beberapa ekosistem terrestrial, nutrient organic merupakan faktor pembatas yang penting bagi produktivitas. Produktivitas dapat menurun bahkan berhenti jika suatu nutrient spesifik atau nutrient tunggal tidak lagi terdapat dalam jumlah yang mencukupi. Nutrient spesifik yang demikian disebut nutrient pembatas (limiting nutrient). Pada banyak ekosistem nitrogen dan fosfor merupakan nutrient pembatas utama, beberapa bukti juga menyatakan bahwa CO2 kadang-kadang membatasi produktivitas.

Produktivitas di laut umumnya terdapat paling besar diperairan dangkal dekat benua dan disepanjang terumbu karang, di mana cahaya dan nutrient melimpah. Produktivitas primer persatuan luas laut terbuka relative rendah karena nutrient anorganic khusunya nitrogen dan fosfor terbatas ketersediaannya dipermukaan. Di tempat yang dalam di mana nutrient melimpah, namun cahaya tidak mencukupi untuk fotosintesis. Sehingga fitoplankton, berada pada kondisi paling produktif ketika arus yang naik ke atas membawa nitrogen dan fosfor kepermukaan.

5. Tanah

Potensi ketersedian hidrogen yang tinggi pada tanah-tanah tropis disebabkan oleh diproduksinya asam organik secara kontinu melalui respirasi yang dilangsungkan oleh mikroorganisme tanah dan akar (respirasi tanah). Jika tanah dalam keadaan basah, maka karbon dioksida (CO2) dari respirasi tanah beserta air (H2O) akan membentuk asam karbonat (H2CO3 ) yang kemudian akan mengalami disosiasi menjadi bikarbonat (HCO3-) dan sebuah ion hidrogen bermuatan positif (H+). Ion hidrogen selanjutnya dapat menggantikan kation hara yang ada pada koloid tanah, kemudian bikarbonat bereaksi dengan kation yang dilepaskan oleh koloid, dan hasil reaksi ini dapat tercuci ke bawah melalui profil tanah (Wiharto, 2007).

Hidrogen yang dibebaskan ke tanah sebagai hasil aktivitas biologi, akan bereaksi dengan liat silikat dan membebaskan aluminium. Karena aluminium merupakan unsur yang terdapat dimana-mana di daerah hutan hujan tropis, maka alminiumlah yang lebih dominan berasosiasi dengan tanah asam di daerah ini. Sulfat juga dapat menjadi sumber pembentuk asam di tanah. Sulfat ini dapat masuk ke ekosistem melalui hujan maupun jatuhan kering, juga melalui aktivitas organisme mikro yang melepaskan senyawa gas sulfur. Asam organik juga dapat dilepaskan dari aktivitas penguraian serasah (Jordan, 1985 dalam Wiharto, 2007 ).

6. Herbivora

Menurut Barbour at al. (1987) dalam Wiharto (2007), sekitar 10 % dari produktivitas vegetasi darat dunia dikonsumsi oleh herbivora biofag. Persentase ini bervariasi menurut tipe ekosistem darat. Namun demikian, menurut McNaughton dan Wolf (1998) bahwa akibat yang ditimbulkan oleh herbivore pada produktivitas primer sangat sedikit sekali diketahui. Bahkan hubunga antar herbivore dan produktivitas primer bersih kemungkinan bersifat kompleks, di mana konsumsi sering menstimulasi produktivitas tumbuhan sehingga meningkat mencapai tingkat tertentu yang kemudian dapat menurun jika intensitasnya optimum.

Jordan (1985) dalam Wiharto (2007) menyatakan, bahwa walaupun defoliasi pada individu pohon secara menyeluruh sering sekali terjadi, hal ini disebabkan oleh tingginya keanekaragaman di daerah hutan hujan tropis. Selain itu, banyak pohon mengembangkan alat pelindung terhadap herbivora melalui produksi bahan kimia tertentu yang jika dikonsumsi oleh herbivora memberi efek yang kurang baik bagi herbivora.

BAB IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Produktivitas dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu produktivitas primer dan produktivitas sekunder. Produktivitas primer kemudian terbagi menjadi 2 bagian lagi yaitu produktivitas primer kotor (bruto) dan bersih (netto).

Tabel1. Hasil pengamatan data kelas produktivitas primer

Kelompok

Netto (berat kering)

Bruto (Berat Basah)

1

2,29

2,82

2

1,9

4,15

3

2,3

11,6

4

1,74

7,7

5

2,72

9,06

6

2,3

4,7

7

2,25

3

8

1,32

8,46

9

1,905

8,95

10

-

12,63

Berdasarkan hasil pengamatan data kelas, data berat rumput yang diambil di lapangan Golf UPI dengan plot yang berbeda-beda ternyata memiliki perbedaan berat yang cukup signifikan. Dalam hal ini, penghitungan produktivitas dilakukan per plot. Oleh karena itu, hanya menghitung beberapa data saja yaitu data masing-masing kelompok.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Produktivitas Primer

No

Hari

Berat Kering

Berat Basah

Produktivitas Netto

Produktivitas Bruto

1

10

23

116,4

2,30

11,64

2

20

19

95,5

1,90

9,55

Rata-rata

-

21

105,95

2,1

10,6

Cara penghitungan produktivitas primer dilakukan dengan membagi berat kering rumput dengan jumlah waktu pengamatan (hari). Hasil pengamatan berat kering rumput dilakukan 2 kali pengulangan sehingga yang diambil adalah data rata-rata. Hal ini menyebabkan produktivitas rumput pun dianggap sebagai data produktivitas rata-rata rumput. Berdasarkan hasil pengamatan, produktivitas primer bersih (netto) rata-rata pada lapangan golf adalah 2,1 gr/hari/m2.

Tabel 3. Hasil pengamatan produktivitas sekunder

Hari ke-

Berat (g)

Berat Makanan

0

128 g

-

3

148.5 g

300

6

159.5 g

400

9

169 g

300

12

Mati

-

Produktivitas sekunder pada kelinci merupakan laju pertumbuhan energi kimia pada makanan yang dimakan oleh konsumen ekosistem, yaitu kelinci menjadi biomassa barunya sendiri. Cara perhitungan produktivitas sekunder adalah dengan mengetahui pertambahan massa tubuh (selisih berat tubuh) kelinci yang kemudian dibagi dengan jumlah hari pengamatan. Selisih berat tubuh kelinci didapatkan dari berat akhir kelinci pada saat akhir pengamatan dikurangi dengan berat awal sebelum perlakuan.

Selisih berat tubuh kelinci = 169-128 = 41

Produktivitas rata-rata = selisih berat/hari

= 41 gr/9 hari

= 4,56 gr/hari

Makanan yang dikonsumsi/hari= jumlah makanan/hari

= 1000 gr/9 hari = 111,2 gr/hari

Berdasarkan data hasil pengamatan tersebut, maka produktivitas sekunder rata-rata kelinci adalah 4,56 gr/hari. Sedangkan makanan yang dikonsumsi adalah 111,2 gr/hari.

BAB V. KESIMPULAN

Berdasarkan data hasil pengamatan, kesimpulan data adalah :

1. Laju produktivitas primer bersih (netto) rata-rata pada lapangan golf adalah 2,1 gr/hari/m2.

2. Laju produktivitas sekunder rata-rata kelinci adalah 4,56 gr/hari.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Produktivitas Primer_Tinjauan Pustaka.(pdf_file).

Campbell, N. A., J. B. Reece, L. G. Mitchell. 2002. Biologi (terjemahan), Edisi kelima Jilid 3. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Dedi, S. 2009. Pertumbuhan, Produktivitas dan Biomassa, Fungsi dan Peranan. Dari http://web.ipb.ac.id/Dedi_s download tanggal 20 Desember 2010.

Mcnaughton, S.J., L. L. Wolf. 1998. Ekologi Umum (terjemahan), Edisi kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar